Minggu, 05 Februari 2012

my girl is my wife (bagian sembilan)

Pagi hari ini ayah Bagas duduk di meja makan bersama Holli dan Awan. Holli sudah memaksanya untuk bermalam di rumah Holli dan Awan. Butuh waktu yang lama bagi Holli memaksa ayah Bagas sampai akhirnya ayah Bagas setuju untuk bermalam.
“apa mereka selalu memperlakukanmu seperti itu?”, ayah Bagas berbicara saat Holli sedang makan. Holli menatap ayah Bagas dengan bingung, “keluargamu”
Holli menghentikan makannya, begitu juga Awan. Holli terdiam sejenak sebelum menjawab, “terkadang”, jawab Holli lalu menambahkan, “Helena tidak pernah menganggapku sebagai keluarganya”
Ayah Bagas menggelengkan kepalanya, “aku bisa melihatnya”
“apakah kau selalu seperti itu di rumahmu?”, tanya ayah Bagas lagi.
Holli menggeleng, “mereka hanya sesekali menemuiku, aku tinggal di rumah yang lain”
“bagaimana bisa mereka memperlakukanmu seburuk itu?”, ujar ayah Bagas.
Holli menghela nafas panjang dan menjawab, “waktu kecil aku tinggal dengan ibuku, aku tidak pernah melihat wajah ayahku. Saat ibu meninggal dunia aku berumur 15 tahun, ayahku datang dan membawaku ke rumahnya walaupun dia hanya beberapa kali tidur di rumah itu. Aku fikir ayahku hanya tinggal sendiri sampai suatu hari istrinya mencariku di rumah, ternyata ayahku menyembunyikanku dari istrinya. Sejak saat itu keadaan menjadi semakin memburuk sampai pada akhirnya mereka menikahkanku. Helena hanya ingin aku jauh dari ayahku oleh karena itu dia menikahkanku di usiaku yang muda”
“aku mengenal ibumu”, ujar ayah Bagas. “dia sahabat istriku, semenjak dia menikah dengan ayahmu kami tidak mengetahui kabarnya lagi”, ayah Bagas mendesah panjang.“terakhir aku mendengarnya dia sudah meninggal dunia lalu aku bertemu dengan ayahmu, dia sedang mencarikan seorang pria untuk dinikahkan dengan anaknya. Ketika aku bertemu dengannya dan istrinya, aku sangat terkejut dan aku ragu kalau kau bukan anak dari sahabat istriku tapi istri ayahmu mengatakan bahwa kau anak tirinya. Aku tidak tahu kalau mereka memperlakukanmu seperti ini. Ketika aku melihatmu, kau mirip sekali dengan ibumu ku fikir Awan pasti akan menyukaimu walau mungkin awalnya akan sulit. Aku hanya ingin menghubungkan kembali persahabatan ibu kalian dengan cara menikahkan kalian. Ini adalah hadiah terakhirku untuk istriku yaitu menikahkan kalian berdua”
Awan terkejut mendengar perkataan ayahnya, “ayah, aku fikir kau hanya mempermainkanku dengan menikahkanku”
Ayah Bagas menggeleng, “aku fikir kau juga harus tahu alasanku ini, aku juga memikirkan kebahagiaanmu”
“ibumu sangat baik Holli, tidak seharusnya ayahmu menyia-nyiakannya seperti itu”, ujar ayah Bagas.  “seharusnya aku lebih cepat mengambilmu dari mereka, istriku pasti akan sedih jika dia mengetahui anak sahabatnya diperlakukan seperti ini”
Holli meletakkan sendoknya di atas piring, menyudahi makannya, “aku baik-baik saja dengan semua itu yang terpenting aku sudah menemukan kalian”, sahut Holli dengan senang.
“terima kasih kau sudah mau menjadi ayahku”, ucap Holli dengan tulus pada ayah Bagas.
Awan merangkul bahu ayahnya, “kami menyayangimu yah, aku berjanji akan terus mematuhi semua perintahmu”’
Pembicaraan itu membuat Holli sangat terharu, namun Holli tidak ingin menangis di hari yang cerah ini. Holli tidak ingin matanya terlihat bengkak saat tiba di sekolah.
Setibanya mereka di sekolah, Holli berjalan berdampingan dengan Awan tidak peduli apa kata orang. “apa aku perlu mengantarmu sampai kelas?”, bisik Holli pada Awan. Walaupun mereka berjalan berdampingan, Holli tetap menjaga jaraknya dengan Awan.
“tidak perlu, kau masuk saja ke kelasmu”, ujar Awan ketika mereka sampai di depan kelas Holli.
“baiklah, lebih berhati-hatilah agar jahitan pada lukamu baik-baik saja”, pesan Holli dengan suara pelan sebelum masuk ke dalam kelas. Shaila menatap Holli dengan tatapan curiga, “bagaimana bisa kau berjalan bersama Awan?”
Holli duduk di samping Shaila dan menjawab, “kami bertemu di gerbang sekolah”
“hati-hati menjadi pembicaraan Rachel”, bisik Shaila mengingatkan.
Holli menggeleng, “tidak akan, aku hanya berjalan bersama itu saja”
Shaila menghela nafas dengan panjang, “biasanya Radit menghampiri kita sebelum masuk kelas, kenapa hari ini dia tidak datang?”
Membicarakan Radit membuat Holli teringat dengan apa yang dikatakan Awan bahwa Radit menyukainya. Juga mengingatkan Holli pada pesan Awan sebelum berangkat ke sekolah, “bersikap saja seperti biasanya pada Radit, tapi aku tidak terlalu suka melihatmu di dekatnya”
“apakah dia tidak datang ke sekolah?”, tanya Holli pada Shaila.
Shaila menggeleng, “aku melihat motornya di lapangan parkir”
Holli merasa semua gadis di dalam kelasnya sedang berbisik-bisik membicarakan sesuatu, “apa yang sedang mereka bicarakan?”
Shaila mengangkat kedua bahunya, “mereka membicarakan Awan”
Holli merasa tidak suka mendengar mereka membicarakan Awan, “apa yang mereka bicarakan tentang Awan?”, tanya Holli dengan penasaran.
“mungkin mereka membicarakan tentang kehadiran Awan kembali ke sekolah hari ini, mereka selalu seperti itu”, jawab Shaila.
Jam pelajaran sudah dimulai, Holli dan Shaila begitu juga dengan seluruh yang ada di kelas menghentikan semua percakapan. Kelas berubah menjadi sunyi ketika pak Gugun masuk ke dalam kelas. Setiap guru yang masuk ke dalam kelas selalu mengingatkan pada mereka bahwa ujian nasional semakin dekat, para siswa kelas duabelas harus semakin giat belajar.
Holli menghela nafas panjang ketika bel istirahat berbunyi. Holli merapihkan kembali buku-bukunya ke dalam tas. Kini tidak ada satupun barang tertinggal di atas mejanya.
“ayo kita ke kantin”, Shaila menarik tangan Holli namun Holli menahannya, “aku sedang tidak berselera, aku di kelas saja”, sahut Holli.
Radit menunggu di pintu kelas, Holli menggeleng padanya. Shaila keluar dari kelas menghampiri Radit, mereka ke kantin tanpa Holli. Baru beberapa detik Shaila dan Radit pergi, Bona masuk ke dalam kelas menyembunyikan sesuatu di balik tubuhnya. Dia menghampiri Holli lalu meletakkan setangkai mawar merah di atas meja Holli. Holli terkejut saat melihatnya. “apa maksudmu memberikan mawar ini padaku?”, ujar Holli.
“menolehlah ke jendela”, bisik Bona kemudian dia pergi meninggalkan Holli. Holli mengikuti perkataan Bona mencari-cari sesuatu di jendela. Sekarang Holli bisa melihat wajah Awan di balik jendela itu, tersenyum pada Holli.
Awan menelengkan kepalanya pada Holli, menyuruh Holli untuk keluar dari kelas. Dengan cepat Holli memasukkan mawar merah itu ke dalam tas lalu berlari keluar kelas. Mata Holli mencari-cari sosok Awan, namun dia tidak ada di sana. Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponsel Holli, Holli membacanya. ‘pergilah ke kantin, aku akan menyusul’, pesan itu berasal dari Awan. Tanpa berfikir panjang Holli bergegas ke kantin. Radit melambaikan tangannya pada Holli saat Holli masuk ke dalam kantin. Holli melangkahkan kakinya menghampiri Radit dan Shaila.
“aku akan memesan makanan”, kata Holli pada Radit dan Shaila. Sementara Holli memesan makanan, matanya sibuk mencari Awan.
Radit menyeruput es jeruk miliknya sebelum berbicara, “bukankah tadi kau tidak mau pergi ke kantin?”
Holli mengangkat kedua bahunya tinggi-tinggi, “aku berubah pikiran”
“kenapa kau terus tersenyum seperti itu?”, tanya Shaila mengerutkan keningnya. Holli mengangkat kedua alisnya pada Shaila, dia bahkan tidak sadar kalau bibirnya terus tersenyum.
“boleh aku duduk di sini?”, tiba-tiba saja terdengar sebuah suara yang sudah dinantikan Holli. Awan datang membawa nampan makanannya. Holli menggeser duduknya untuk Awan tapi Radit menahan Holli untuk tetap di tempat, “kau bisa duduk di sampingku”, ujarnya pada Awan. Holli melirik Awan saat  Radit berbicara. Namun Holli hanya diam agar tidak ada yang mencurigai hubungannya dengan Awan.
“kelihatannya kau sudah sangat sehat”, ujar Radit.
Awan mengangguk sambil terus melanjutkan makannya, “aku sudah bilang aku baik-baik saja”, jawab Awan seperti tidak peduli dengan pertanyaan Radit.
Radit beralih pada Holli, “Holli, kami ingin belajar bersama di rumahmu sepulang sekolah nanti”, Shaila ikut mengangguk pada Holli. Holli terdiam dan menatap Awan, Awan menggeleng menandakan dia tidak menyetujuinya.
“bagaimana jika belajar di rumahmu?”, ujar Holli pada Shaila. Shaila menunjuk dirinya sendiri. Holli mengangguk.
“dengan senang hati”, jawab Shaila dengan senang. Awan mengerutkan keningnya pada Holli. Selesai Holli menghabiskan makannya, mereka bergegas keluar dari kantin. Radit dan Shaila berjalan di depan Holli dan Awan sehingga Awan bisa berbisik pada Holli, “rasanya sulit sekali jika tidak dekat denganmu”
“ini hanya pada jam sekolah”, jawab Holli dengan berbisik juga.
“akan ada seorang pengajar yang akan membantuku belajar di rumah, apa kau tidak ingin belajar bersamaku?”, Awan berkata dengan nada kecewa.
Holli memberikan senyumnya pada Awan, “aku harus bisa membagi waktu dengan sahabatku”, jawab Holli. Awan mengangkat wajahnya dan melirik Holli, “aku tidak akan melarangmu, selama itu baik untukmu”
“terima kasih juga untuk bunganya”
Radit menoleh pada Holli dan Awan kemudian menghampiri Holli, “Holli, berjalanlah dengan cepat”, dia merangkul Holli meninggalkan Awan. Awan tersenyum jengkel pada Radit, “aku tidak pernah suka dengan caranya menjauhkanku dari istriku sendiri”, gumam Awan pada dirinya sendiri.
Sepulang sekolah ketika Holli, Shaila dan Radit berjalan ke lapangan parkir Holli melihat Awan dan Laura sedang berbicara berdua. “bukankah itu Awan dan kekasihnya?”, ujar Radit.
Laura melihat Holli saat sedang menoleh lalu dia memotong pembicaraannya dengan Awan untuk menghampiri Holli. Awan menunggu. “bolehkah aku meminjam Holli sebentar?”, ujar Laura saat berhadapan dengan Holli. Laura menarik Holli menjauhi Radit dan Shaila.
“aku ingin sekali berbicara banyak padamu”, Laura membuka pembicaraan.
Holli mencoba menerka-nerka apa yang hendak dikatakan Laura padanya, bisa saja dia bermaksud untuk memaki-maki Holli karena sudah merebut Awan darinya atau yang lebih buruk mungkin dia akan menjambak rambut Holli di hadapan orang banyak. “apa kau marah padaku mengenai Awan?”, tanya Holli dengan hati-hati. Namun sepertinya perkiraan Holli salah karena Laura menggeleng padanya, “maaf karena sudah menyulitkanmu dengan kehadiranku”, jawab Laura.
“aku tidak marah padamu, itu sudah menjadi keputusan Awan. Mungkin benar apa yang dikatakan Awan, hubungan kami hanya terjalin karena kami saling memahami satu sama lain saat kami kesepian. Kami bersahabat karena aku merasa mengerti dengan apa yang dialami Awan saat dia kehilangan ibunya sedangkan aku juga pernah kehilangan ayahku, saat itu hanya Awan yang bisa mengerti akan kesepianku”, jelas Laura pada Holli. Holli mendengarkan perkataan Laura dengan baik, “tidak seharusnya aku mengharapkan Awan masih tetap menjadi milikku sementara kalian sudah menikah. Dalam hal ini aku juga merasa bersalah padamu. Aku minta maaf untuk itu tapi Awan benar-benar mencintaimu. Sebaik apapun Awan kepadaku, hatinya tetap untukmu. Awan pria yang baik, jadi kau harus bisa menjaganya dengan baik. Walaupun sikap Awan dingin namun dia selalu bersikap baik pada orang di sayanginya. Percayalah padaku, Awan tidak akan membiarkanmu terluka sedikitpun. Aku tahu kau gadis yang baik Holli, Awan pantas memiliki istri sepertimu. Aku titipkan Awan padamu karena aku percaya padamu”, Laura menggenggam tangan Holli sebelum dia berbalik untuk pergi.
Holli berteriak sebelum Laura menjauh darinya, “apa kau ingin pergi?”
“aku akan kembali ke London”, jawabnya.
“jaga dirimu baik-baik dan cepatlah kembali”, sahut Holli dengan tulus. Laura melambaikan tangannya pada Holli sebelum kembali pada Awan.
Holli kembali bergabung dengan Shaila dan Radit. “apa yang dia katakan padamu?”, tanya Shaila.
“hanya mengucapkan salam perpisahan”, jawab Holli.
“salam perpisahan?”, tanya Shaila dengan bingung. Holli mengangguk dan menjawab, “ya, dia akan kembali ke London. Dia sekolah di sana”
Mata Shaila seolah terbelalak pada Holli, “kau bilang dia akan pergi?”, kemudian Shaila melihat Laura yang sedang berbicara dengan Awan, “Awan pasti akan sangat sedih karena kekasihnya akan meninggalkannya”, suara Shaila terdengar mendramatisir keadaan Awan dan Laura.
“kau terlalu sering menonton drama di televisi”, ledek Holli pada Shaila.
Shaila menggeleng, “bagaimana bisa Awan tidak sedih sementara kekasihnya akan meninggalkannya”, Shaila berkata seolah-olah dia yang akan meninggalkan Awan, “padahal aku sangat menyukai mereka berdua, bukankah mereka pasangan yang sempurna?”
“kalian cepatlah naik mobil, jangan hanya menggosipkan orang lain”, sela Radit.
Holli menarik tangan Shaila, membawanya masuk ke dalam mobilnya. Shaila hanya menggerutu pada Holli namun Holli tidak mempedulikannya. Rumah Shaila cukup jauh dari sekolah sehingga mereka menghabiskan waktu satu jam perjalanan untuk bisa sampai di rumah Shaila.
Holli menghabiskan waktu di rumah Shaila sampai sore hari lalu Awan menjemput Holli tanpa diketahui oleh Shaila dan Radit. “apa yang sudah kalian pelajari?”, tanya Awan sembari menyetir mobil.
“kami belajar matematika”, jawab Holli, “bagaimana denganmu?”
“hari ini guruku memberi pelajaran fisika”, lalu Awan mendesah, “aku agak sedikit pusing selesai belajar”
Holli melirik Awan, “aku akan membuatkanmu susu hangat sesampainya di rumah”
“aku mengantar Laura ke bandara”, ujar Awan.
Holli meletakkan tangannya di atas tangan Awan, “apa kau sedih?”. Awan menggeleng, “kurasa itu yang terbaik untuknya”
“apa yang dikatakannya padamu?”, tanya Awan pada Holli. Holli menjawab seperti apa yang juga dikatakannya pada Shaila, “hanya salam perpisahan”
“apa kau sudah makan?”, tanya Holli kembali pada Awan.
Awan menggeleng, “bagaimana mungkin aku makan tanpamu, kita akan makan bersama di rumah”
Holli menatap Awan, “jangan terlalu sering memikirkanku”, ucapnya pada Awan.
Awan terlihat bingung dengan perkataan Holli, “mengapa kau berkata seperti itu?”
“hanya ingin kau fokus pada ujian”
Selama tiga minggu mereka mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional. Holli tidak ingin mengambil resiko kalau sampai tidak lulus dalam ujian, sebisa mungkin Holli mengalihkan perhatiannya dari Awan. Awan tidak bisa untuk tidak memikirkan Holli, pikirannya selalu saja pada Holli namun ia berusaha keras untuk tetap fokus pada pelajaran yang akan diujikan seperti kata Holli. Tidak hanya Holli dan Awan yang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian nasional tetapi Shaila, Radit dan juga seluruh siswa kelas dua belas mempersiapkan diri mereka untuk dapat menghadapi ujian. Setelah tiga tahun mereka mendapatkan pelajaran di sekolah, ujian inilah yang menentukan keberhasilan mereka dalam sekolah selama tiga tahun terakhir ini. Sampai hari ujian itu tiba mereka sudah siap untuk menjawab berbagai soal yang ada dalam ujian. Beberapa hari menghadapi ujian, membuat Holli sangat tegang. Pada hari terakhir ujian, Holli mengerjakan soal dengan sangat teliti hingga berbunyi bel tanda berakhirnya ujian. Holli bergegas keluar dari kelas, berlari menuju parkiran mobil. Lapangan parkir masih sepi, karena semua siswa sedang ramai membicarakan ujian terakhir mereka di luar kelas masing-masing. Awan sudah menunggu Holli di depan mobil. Holli menghentikan langkahnya di depan Awan.
“kau sudah berusaha keras”, ujar Awan dengan senyumnya yang mengembang.
“kau juga”, sahut Holli. Kemudian Awan memeluk Holli dengan hangat, menghilangkan semua kegugupan karena ujian. Melepaskan semua ketegangan ujian. “aku tegang sekali”, ujar Holli dalam pelukan Awan.
Awan memeluk Holli semakin erat, “apakah sekarang masih tegang?”, tanya Awan. Holli menggeleng pelan, melingkarkan tangannya di pinggang Awan. “aku senang sekali ujian ini berakhir”, ujar Awan.
“mereka datang”, nada suara Awan terdengar memperingatkan.
Sebelum mereka semakin mendekat, Awan menyempatkan diri untuk mengecup kening Holli kemudian dengan enggan Awan melepaskan pelukannya dari Holli. Beberapa siswa sedang berjalan menuju lapangan parkir. Sepertinya suasana akan menjadi ramai. “aku akan menemui Radit dan Shaila”, ujar Holli. Awan mengangguk. Holli kembali bertanya, “bagaimana dengan pesta yang akan kau adakan?”
“undangan sudah disebarkan”, sahut Awan sebelum akhirnya dia meninggalkan Holli dengan cepat. Awan sudah berbaur dengan siswa yang lain. Holli ikut bergabung dengan siswa lainnya juga mencari Radit dan Shaila. Holli mencoba menerobos lautan siswa yang masih sibuk membicarakan ujian tapi seseorang menahan lengan Holli. Holli berbalik untuk melihat pemilik tangan yang menahan lengannya. Rachel tersenyum pada Holli. Holli balas tersenyum, “bagaimana ujianmu?”, Holli mencoba berbasa-basi padanya.
Rachel melepaskan tangannya dari lengan Holli, “semuanya berjalan lancar”, jawabnya. Beberapa detik kemudian Rachel sudah mendekatkan wajahnya dengan Holli, “sepertinya kau semakin dekat dengan Awan”, bisik Rachel di telinga Holli. Holli terpaku mendengar perkataan Rachel. Holli akui, Rachel memang patut diacungkan jempol dalam hal ini. Dia akan selalu tahu berita apapun yang tersembunyi di sudut sekolah. Tidak pernah sedikitpun berita yang meleset dari perkataan Rachel, semuanya terbukti selalu benar.
“Holli”, seseorang menepuk bahu Holli. Rachel mengembangkan senyum penuh arti pada Holli sebelum akhirnya kembali menghilang ditelan keramaian. Shaila dan Radit muncul di hadapan Holli. Holli berusaha menghilangkan keterkejutannya akan perkataan Rachel.
Shaila memeluk Holli, mengguncang-guncang tubuh Holli, “Holli, senang sekali rasanya ujian sudah berakhir”, pekiknya di telinga Holli.
“dari mana saja kau?kami mencarimu kemana-mana”, tanya Radit.
Holli mengangkat kedua alisnya, “aku juga mencari kalian”
“apa rencana kalian selanjutnya?”, ujar Radit. Holli mengangkat kedua bahunya, “mungkin aku akan mengikuti ujian masuk universitas untuk menjadi seorang sekretaris”, pikir Holli. Awan sudah pasti akan mengambil jurusan bisnis atau sejenisnya di universitas untuk melanjutkan perusahaan ayah. Entah bagaimana dengan Holli, sampai saat ini masih tidak tahu harus melanjutkan untuk mengambil jurusan apa tapi yang Holli pikirkan adalah dia bisa membantu Awan di perusahaan sebagai sekretarisnya. Sekretaris pribadi.
“aku akan masuk jurusan hubungan internasional”, jawab Shaila dengan semangat. Kemudian Holli dan Shaila menunggu Radit berbicara, “aku akan mengambil jurusan teknologi informatika”
Di tengah pembicaran, Awan datang bergabung bersama Holli, Radit dan Shaila. “kalian sudah menerima undangan yang ku sebarkan?”, tanya Awan pada mereka.
“tentu saja”, sahut Shaila.
“aku harap kalian bisa datang”, ujar Awan sebelum kembali pergi meninggalkan mereka.
Radit memasukkan kedua lengannya ke dalam saku celananya, “kalian akan datang?”
“tentu saja aku akan datang, Awan membuat pesta ini untuk kita semua. Merayakan berakhirnya ujian ini”, sahut Shaila.
“aku juga akan datang”, jawab Holli dengan senang.
“kalau kalian datang, aku juga akan datang”, sahut Radit, “apa kau akan datang bersama Shaila?”, tanya Radit pada Holli. Holli menggeleng. “kau ingin datang bersamaku?”, tanya Radit lagi. Holli kembali menggeleng. “lalu siapa yang akan mengantarmu?”, tanya Radit dengan bingung.
“mungkin ayahku akan menyuruh seseorang untuk mengantarku”, jawab Holli berbohong. Suasana semakin ramai dan berisik apalagi ketika satu persatu siswa mengeluarkan botol semprot berwarna-warni dari dalam tasnya. Mereka mulai mencoret-coret seragam teman-teman mereka ataupun memberikan tanda tangannya di seragam temannya. Shaila dan Radit juga mengeluarkan botol pewarna milik mereka. Ketika mereka mulai sibuk mencoret-coret baju setiap anak, sebuah tangan menggapai Holli. Holli berhasil keluar dari keramaian siswa. Awan membawa Holli masuk ke dalam mobil. “aku tidak terlalu suka mencoret-coret seragam seperti itu, bukankah seragam ini masih bisa disumbangkan untuk mereka yang tidak mampu?”, keluh Awan pada Holli. Holli memperhatikan keramaian teman-temannya dari dalam mobil lalu menjawab Awan, “kau benar”
Pak Halim menyalakan mesin mobil, “langsung pulang tuan?”, tanya pak Halim. Awan mengangguk. “tuan ingin saya mengantar ke puncak?”, tanya pak Halim lagi. Pesta yang diadakan Awan memang di sebuah villa yang ada di puncak Bogor. Pesta akan dimulai pada pukul tujuh malam nanti.
“kita akan berangkat jam lima sore”, jawab Awan. “kau sudah mempersiapkan keperluan di sana?”, tanya Awan lagi pada pak Halim. Pak Halim mengangguk.
Awan kembali pada Holli, “teman-temanmu akan datang?”. Holli mengangguk.
Seseorang menyambut mereka ketika Holli dan Awan keluar dari mobil. Hana berlari menghampiri Awan, menabrak tubuh Awan untuk memeluknya, “kak Awan”, teriaknya. Holli menggeleng dan mencibir pada Hana. Awan hanya mengangkat bahunya pada Holli.
“ada apa ini?”, tanya Awan terlihat bingung.
Hana terlihat senang sekali ketika melihat Awan, dia mengeluarkan sebatang cokelat dari dalam tasnya, “ini untuk kak Awan”, dia memaksa Awan untuk menerima cokelatnya.
“kenapa kau ada di sini?”, Awan terlihat sangat risih dengan keberadaan Hana. Awan merapihkan kembali seragamnya karena pelukan Hana. Hana menarik lengan Awan dan menggandengnya masuk ke dalam rumah. Holli hanya mengikuti di samping Awan.
“aku tahu kak Awan baru selesai ujian jadi aku datang ke sini”, kata Hana dengan riang. “aku ingin mengajak kak Awan pergi bersamaku”
Awan melepaskan tangan Hana dari tangannya lalu merangkul Holli, “aku sudah punya acara bersama Holli”. Holli mencibir pada Hana. Hana memasang wajah kesalnya pada Holli.
“kemana kalian akan pergi?aku akan ikut kalian”, Hana kembali menarik lengan Awan tapi Awan melepaskannya kembali. Awan menggerak-gerakkan jari telunjuknya ke kanan dan ke kiri di hadapan wajah Hana, “tidak bisa, kau tidak boleh ikut”, ujar Awan sembari memperlihatkan wajah berpikirnya, “ini urusan rumah tangga, suami dan istri. Kau tidak boleh ikut campur”
Holli bisa melihat wajah Hana yang semakin kesal pada dirinya. Sepertinya Holli berhasil membuatnya iri setengah mati pada Holli. Hana ingin sekali memiliki Awan.
“kalian seharusnya tidak menikah. Kalau saja aku bertemu kak Awan lebih dulu mungkin ibu akan menikahkan kak Awan denganku bukan denganmu”, bentak Hana di hadapan Awan dan Holli.
Awan menyibakkan rambut Holli ke belakang telinga Holli lalu berbisik, “jangan dengarkan dia”, bisikan Awan sangat menggeletik di telinga Holli sehingga membuat Holli tertawa pelan dan membuat Hana semakin kesal.
Hana bergerak maju mendekati Holli, menjambak rambut Holli dengan kasar, “dasar kau perempuan menyebalkan, tidak cukupkah kau menghancurkan keluargaku?kau tidak pantas mendapatkan kak Awan dan tinggal di rumah mewah ini. Kalau saja ayahku tidak membawamu mungkin tempat yang cocok untukmu adalah di jalanan”, jeritnya pada Holli. Awan melepaskan tangan Hana dari rambut Holli dan tidak sengaja mendorongnya.
Jari telunjuk Awan kini berada tepat di depan wajah Hana, “aku tidak suka melihat kau memperlakukan istriku seperti ini. Bahkan sekalipun Holli hidup di jalanan, sedikitpun kau tidak lebih baik darinya”
Holli segera menarik tangan Awan menjauhi Hana, “Awan, jangan seperti itu padanya”
Awan menarik nafas panjang kemudian mengeluarkannya dan Holli kembali melihat senyum mengembang di wajah Awan, “aku hanya ingin dia sedikit menghormatimu sebagai saudaranya”
“dia bahkan bukan saudaraku”, potong Hana dengan marah.
Jari-jemari Awan kini berada di rambut Holli, “aku akan merapihkan rambutmu”, rambut Holli sudah rapih kembali tapi tiba-tiba saja Awan kembali mengacak-acak rambut Holli. Awan menahan tawanya, “kurasa kau lebih cocok dengan rambutmu yang berantakan”
Entah sejak kapan Awan bergerak, tanpa Holli sadari tubuhnya sudah berada di atas lengan Awan. Awan mengangkat Holli dengan kedua lengannya. “apa yang kau lakukan?”, ujar Holli dengan panik. Awan hanya tertawa melihat Holli, “aku akan mengantarmu ke kamar”, jawab Awan.
Di belakang mereka Hana berteriak dengan nada suara yang keras, “aku akan mengadukannya pada ibu”, ancamnya pada Holli tapi Holli dan Awan tidak lagi mempedulikannya.
“kenapa kau membawaku ke kamarmu?”, tanya Holli ketika Awan membawanya masuk ke dalam kamarnya.
“ini kamar suamimu”, jawab Awan. Holli tersenyum pada Awan, “sepertinya kau senang sekali mengatakan, aku adalah suamimu, kau adalah istriku”, ujar Holli pada Awan.
“aku tidak tahu mengapa tapi aku sangat menyukai panggilan itu”, jawab Awan, “mungkin itu sebabnya mengapa pria dewasa selalu ingin cepat-cepat menikahi kekasihnya karena mereka ingin segera mendapatkan predikat sebagai suaminya”
Holli tertawa mendengar penjelasan Awan, “kau mengarang”
“aku tidak mengarang! karena saat aku mengatakan bahwa kau adalah istriku seperti aku sedang menyatakan bahwa kau hanyalah milikku seorang”, Awan menatap Holli untuk beberapa menit sebelum melanjutkan langkahnya tapi Awan tidak melihat kakinya terantuk ranjang, membuat keseimbangannya menghilang. Secara refleks Holli merangkul leher Awan dengan erat sehingga semakin membuat Awan sulit untuk menyeimbangkan tubuhnya kembali. Beberapa detik kemudian mereka sudah terjatuh di atas ranjang Awan yang empuk dengan Awan berada di atas tubuh Holli. Mereka saling tertawa dengan keras saat terjatuh.
Awan menepuk kepalanya dengan tangannya, “memalukan sekali”, Holli masih tertawa ketika akhirnya mereka menyadari posisi mereka terjatuh.
“kau baik-baik saja?”, ujar Awan dengan tatapannya yang terus menatap lurus pada mata Holli. Mereka masih mencoba mengatur nafas dengan teratur akibat tertawa terlalu terbahak-bahak.
Holli melihat wajah Awan dengan jelas, menelusuri setiap lekukan wajahnya, “aku baik-baik saja”
“Holli”, suara Awan terdengar sangat pelan sehingga mungkin hanya Holli yang bisa mendengarnya, “tidak bisakah kau kendalikan jantungmu itu?”
Nafas Holli melambat ketika dia menjawab, “seandainya bisa kulakukan”, Holli kembali mengambil nafasnya, “akan kuberitahu caranya agar kau bisa mengendalikan jantungmu juga”, bisik Holli.
“apakah kita perlu ke dokter?”, ujar Awan, matanya tidak juga berkedip.
Holli mencoba meraih kening Awan dengan tangannya, “apa kau sakit?”
Tangan Awan meraih tangan Holli yang ada di keningnya, menjauhkannya dari sana, “hanya untuk memastikan apakah jantungku”, Awan meletakkan tangannya dan tangan Holli yang di pegangnya di atas dadanya, “dan jantungmu”, kemudian memindahkannya di atas jantung Holli, “masih baik-baik saja”, Awan mendorong tangan Holli lalu menyingkirkan tangannya yang berada di antara mereka. Awan memiringkan kepalanya, lebih dekat lagi mendekati wajah Holli. Nafas mereka saling berhembus lembut di wajah masing-masing. Bibir mereka bertemu.
“itu ketiga kalinya aku melakukannya”, ujar Awan setelah mengangkat wajahnya dari wajah Holli. Awan membaringkan tubuhnya di samping Holli. Holli menatap Awan dengan bingung, Holli masih ingat saat Awan menciumnya di pekarangan juga sekarang. Mereka hanya dua kali berciuman.
“ketika kau melihatku mencium Laura, saat itu aku teringat sesuatu. Aku mengingat apa yang terjadi pada saat kita mabuk. Aku menciummu”, bisik Awan, “akulah orang pertama yang melanggar perjanjian kita”
Holli mengerucutkan bibirnya pada Awan, “kau mencuri start dariku”
Awan tertawa melihat Holli, “maafkan aku, tapi aku bahkan tidak mengingat apapun setelah itu”
“tapi sekarang kau mengingatnya”, Holli menyikut Awan tanpa sengaja mengenai perutnya. Awan setengah menjerit dengan tangannya terus memegang perutnya. Holli mendekati Awan, sedikit panik dengan apa yang dilakukannya. “apa kau baik-baik saja?”, tanya Holli.
Awan meringkuk di tempatnya, “apakah aku terlihat baik-baik saja?”
Holli mencoba melihat apa yang terjadi pada bagian perut Awan tapi tiba-tiba saja Awan meringkuk Holli dengan kedua tangannya. Awan tertawa pada Holli, “kau mudah sekali tertipu”. Holli mendekatkan wajahnya pada Awan, “aku tahu kau berpura-pura”, sahut Holli.
“apa kau marah pada suamimu karena sudah menciummu tanpa izin?”, ujar Awan.
“aku marah sekali”, jawab Holli.
“kau tidak ingin memaafkanku?”, ujar Awan. Holli menggeleng. “bagaimana agar kau bisa memaafkanku?”, tanya Awan lagi.
“akan aku fikirkan”, jawab Holli. Awan menarik Holli mendekatinya, “tidurlah”, ujar Awan. Holli mencoba melepaskan pelukan Awan, “aku akan kembali ke kamar”. Tapi Awan tidak juga melepaskan pelukannya, “tidurlah agar kau tidak mengantuk saat pesta nanti”, ujar Awan dengan matanya yang terpejam. Holli tidak lagi mencoba melepaskan pelukan Awan. Dia mencoba memejamkan matanya sehingga dia benar-benar terlelap di pelukan Awan.
Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore ketika Holli bangun dari tidurnya. Awan sudah terjaga di samping Holli namun dia hanya diam menunggu Holli terbangun. Holli terduduk di ranjang Awan, “kau sudah bangun”, gumam Holli.
Awan mengacak-ngacak rambut Holli, “bangunlah lalu persiapkan dirimu secantik mungkin untuk pesta nanti”, ujar Awan, “sebentar lagi akan ada yang datang untuk membantumu berdandan”
Holli keluar dari kamar Awan, masuk ke dalam kamarnya. Holli segera menanggalkan pakaiannya lalu membersihkan diri di kamar mandi. Selesai mandi, Holli melihat sebuah kotak di atas ranjangnya. Sejak Holli masuk ke dalam kamar, sepertinya tidak memperhatikan ada sebuah kotak di atas ranjangnya. Holli membukanya, sebuah gaun berwarna merah berpadu dengan warna hitam terlihat sangat cantik. Di atas kotak itu ada sebuah kartu, Holli membukanya. ‘hadiah untukmu, pakailah untuk pesta malam ini’, Holli membaca tulisan yang ada di dalam kartu. Di sudut kartu terdapat tulisan lagi ‘p.s. I love you’ tertanda Awan. Holli segera memakai gaun yang diberikan Awan.
Sebuah pesan singkat masuk ke dalam kotak inbox dalam ponsel Holli. Pesan dari Awan. Holli membaca pesan yang dikirim Awan untuknya, ‘apa kau sudah mengenakan gaun yang kuberikan?jika ya, bukalah tirai yang memisahkan kamar kita’. Holli berjalan ke salah satu sudut kamar, menarik sebuah tali yang akan membuka tirai kaca tembus pandang. Awan sudah menunggu Holli di kamarnya, berdiri di depan kaca tembus pandang. Holli menunjukkan gaun yang tengah dikenakannya. Sementara Awan mengenakan sebuah kemeja berwarna hitam dengan sedikit garis putih pada pinggirnya. Awan mengacungkan jempolnya pada Holli.
Mereka berangkat menuju puncak Bogor pukul empat lewat tiga puluh menit. “kau cantik sekali”, puji Awan pada Holli. Holli hanya tersenyum malu pada Awan. Perjalanan menuju puncak memakan waktu selama kurang lebih dua jam sehingga mereka baru sampai pada pukul enam. Awan memeriksa kembali persiapan pesta, Holli hanya melihat-lihat suasana di villa. Villa itu terletak jauh dari jalan besar. Villa itu tidak sebesar rumah Awan namun masih terlihat cukup besar untuk sebuah pesta yang menampung 100 orang. Di halaman belakang terdapat sebuah kolam renang yang juga cukup besar. Tidak jauh dari villa terhampar kebun teh yang luas.
Pukul setengah tujuh, beberapa mobil memasuki pekarangan villa. Awan menyuruh Holli untuk tetap di dalam kamar, “aku akan menjemputmu nanti jadi tetaplah di dalam jangan lupa kunci pintunya”, pesan Awan pada Holli. Suasana sudah terdengar ramai sepertinya akan banyak yang menghadiri pesta. Mobil yang terparkir di halaman juga sudah cukup banyak. Tepat pukul tujuh ketika seseorang mengetuk pintu kamar.
“ini aku, buka pintunya”, terdengar suara Awan dari balik pintu. Holli membuka pintunya. Awan menawarkan tangannya pada Holli, Holli menyambutnya. “saatnya mereka melihat gadisku yang cantik”, bisik Awan pada Holli.
Holli terlihat gugup, “apa yang akan kau lakukan?apa tidak sebaiknya jika aku menjauh darimu?”, bisik Holli pada Awan.
Awan semakin mendekatkan tubuhnya pada Holli, “aku tahu kau sudah lelah dengan semua kebohongan yang kita buat”, ujar Awan.
Holli tertawa pada Awan, “apa kau ingin memberitahu mereka bahwa kita sudah menikah?ini gila”
“tidak gila jika mereka tahu kau sebagai kekasihku”, Awan menggandeng tangan Holli. Semua tatapan mata kini terpusat hanya pada Awan dan Holli. Teman-teman mereka datang satu persatu. Radit dan Shaila pun sudah datang. Awan menemani Holli menemui mereka. “aku senang kalian datang”, sambut Awan dengan hangat.
“kau sudah datang dari tadi?”, tanya Radit pada Holli. Holli mengangguk.
“dia datang bersamaku”, jawab Awan dengan senyumnya yang mengembang. Mata Shaila seolah terbelalak mendengar perkataan Awan, “bagaimana mungkin?”, tanyanya seakan tidak percaya. Holli hanya tersenyum menjawab pertanyaan Shaila. Radit memperhatikan dengan wajah bingung bercampur tidak suka.
Awan melirik jam di tangannya kemudian berkata pada Holli, “sudah waktunya kita mulai acara pestanya”
“maaf, kami tinggal sebentar”, ucap Awan pada Shaila dan Radit lalu menarik lengan Holli. Awan membawa Holli berdiri di anak tangga yang ketiga. Holli sedikit gemetar berdiri bersama Awan di hadapan teman-temannya. Di antara mereka, Rachel tersenyum penuh arti pada Holli. Awan menepukkan tangannya beberapa kali sehingga membuat suasana yang awalnya ramai menjadi hening karena semua sedang menatap Awan dan juga Holli.
“minta perhatiannya sebentar”, Awan berbicara dengan nada biasa namun Holli yakin semua orang yang ada di dalam ruangan akan bisa mendengar perkataan Awan, “sebelumnya terima kasih karena kalian bisa datang ke villa ini karena pesta ini adalah pesta kalian bukan pesta saya atau siapapun”, Awan berbicara dengan tenang.
“dan untuk gadis yang ada di samping saya ini”, Awan menatap Holli dan menggenggam tangan Holli, “saya ingin mengatakan sesuatu di depan kalian semua bahwa saya mencintainya”, suasana semakin hening walau ada beberapa bisikan. “aku mencintaimu, Holli Cintya”, Awan mengecup pipi Holli lalu memeluk Holli. Setelah itu terdengar suara tepukan yang sangat banyak.
Awan mengucapkan kata terakhirnya, “semoga kalian bisa bersenang-senang”
Awan dan Holli kembali bergabung dengan teman mereka yang lain. Shaila menghampiri mereka dengan wajah berbinar-binar, “Holli bagaimana bisa ini terjadi?kenapa kau tidak menceritakannya padaku?”
“aku minta maaf tapi ceritanya panjang sekali”, jawab Holli pada Shaila dengan perasaan bersalah, “sebenarnya aku sudah mengenal Awan sebelum dia pindah ke sekolah kita”
“lalu bagaimana dengan Laura?”, tanya Shaila lagi. Holli melirik Awan tapi Awan hanya mengangkat kedua alisnya. Holli berbisik pada Shaila, “itu urusan pribadi Awan”
Shaila cemberut tapi kemudian kembali tersenyum, “walaupun aku sering mengatakan bahwa Awan sangat cocok dengan Laura tapi aku sangat senang kalau kau bersama dengan Awan”. Tiba-tiba Shaila melirik kanan-kirinya lalu berbisik pada Holli, “berhati-hatilah, banyak gadis yang patah hati mendengar kau menjadi kekasihnya Awan”. Holli mengangguk pada Shaila.
“tapi di mana Radit?”, tanya Holli mencari-cari sosok Radit. Shaila mengangkat bahunya tinggi-tinggi, “tiba-tiba dia menghilang”
“apa aku boleh meminjam Holli?”, ujar Awan pada Shaila. Shaila mengangguk lalu pergi. Awan kembali menggandeng lengan Holli, berjalan dari satu teman ke teman yang lain. Mereka tiba di hadapan Rachel. Holli tersenyum ramah pada Rachel. Rachel mengulurkan tangannya pada Holli dan Awan, “selamat untuk kalian berdua”, ujarnya tapi kemudian dia cemberut pada Holli, “tapi kau curang, mencuri start dariku padahal gossip mengenai Awan pasti akan sangat menggoda”
Mereka hanya sebentar berbicara dengan Rachel. Awan meminta sang DJ untuk mengganti musiknya. Musik berubah menjadi musik jazz, Awan menawarkan tangannya pada Holli, “berdansalah denganku”, pinta Awan pada Holli. Holli menggeleng, “aku tidak bisa”
Awan tetap menyodorkan tangannya pada Holli, mencoba memaksa Holli. Akhirnya Holli menyerah pada Awan, dia menyambut uluran tangan Awan padanya. Kemudian Awan membawanya berputar-putar kemudian bergerak maju dan mundur. Holli tidak terlalu bisa dengan gerakannya. Sehingga Holli kebingungan dengan langkahnya lalu tersandung oleh gaunnya. Membuat Holli dan Awan terjatuh dengan posisi Holli berada di atas Awan.
“kedua kalinya dalam sehari ini kita terjatuh seperti ini”, ujar Holli dengan menahan tawanya.
Awan menggeleng pada Holli, “kau membuatku malu di hadapan banyak orang”
“aku minta maaf”, ujar Holli sambil berusaha untuk bangun. Namun Awan malah melingkarkan tangannya di pinggang Holli, menahan Holli. Mata mereka saling bertemu.
“jangan bergerak”, ujar Awan. Awan mengangkat kepalanya, Holli memejamkan matanya. Awan mempertemukan kembali bibirnya dengan bibir Holli. Tidak peduli dengan puluhan pasang mata yang sedang melihat mereka.
Terdengar suara petir menyambar, langit yang awalnya cerah berubah menjadi mendung. Angin berhembus dengan kencang. Namun pesta masih berlangsung dengan baik, pak Halim menutup pintu dan juga jendela. Awan sedang berbicara dengan pak Halim untuk memastikan keadaan akan baik-baik saja. Holli mengintip lewat jendela, memperhatikan seseorangy yang berdiri di halaman belakang villa sementara cuaca sedang tidak baik. Holli membuka pintu lalu berjalan menghampiri orang tersebut.
Radit menoleh ketika Holli menghampirinya, “Radit, kenapa tidak masuk ke dalam?”, ujar Holli menarik tangan Radit. Namun Radit tetap diam di tempatnya.
“Holli”, katanya.
Holli berbalik melihat Radit, “masuklah”, ujar Holli.
Radit malah menarik tangan Holli sehingga membuat Holli kini berhadapan dengannya. Mata Radit menatap lurus ke mata Holli, seolah matanya sedang berkata pada Holli.
“Holli, ada apa denganmu?”, ujar Radit dengan lirih, “bagaimana bisa kalian menjadi sepasang kekasih?”, Holli mulai mengerti apa yang akan dibicarakan Radit padanya.
Holli menggeleng, “aku akan menceritakannya nanti”
“aku tidak menyangka kau melakukan semua ini”, Radit menghempaskan tangan Holli dengan kasar, “kau rendah sekali Holli”, teriak Radit pada Holli.
Holli mengerutkan keningnya mendengar perkataan Radit, “apa yang kau katakan?”
“seberapa besar cintamu pada Awan sehingga kau berani merebutnya dari Laura?”, tuduh Radit pada Holli. Holli terkejut dengan perkataan Radit, membuatnya merasa menjadi orang yang paling hina di mata Radit.
Holli mengangkat dagunya untuk menatap Radit, “semuanya tidak seperti apa yang kau katakan, kau sahabatku tapi kau tega mengatakan itu padaku”, Holli memalingkan wajahnya dari Radit berniat untuk meninggalkan Radit.
Belum sempat Holli melangkah Radit menahan lengan Holli. Radit memegang kedua bahu Holli, mendekatkan Holli padanya. Kini Holli berhadapan dengan Radit. “Holli, aku mencintaimu”, Radit mencoba mendekatkan wajahnya pada Holli. Air mulai berjatuhan dari langit membasahi Holli dan Radit. Ketika Radit hendak mendekatkan bibirnya pada Holli, Holli berusaha untuk menghindarinya. Sebuah tangan tiba-tiba saja menarik tubuh Holli, menampar pipi Holli dengan kencang. Holli merasakan panas menjalar di seluruh wajahnya meskipun udara terasa sangat dingin. Shaila berada di hadapan Holli dan Radit. Di belakangnya Awan berlari kecil menghampiri mereka.
“tidak cukupkah kau mendapatkan Awan?”, bentak Shaila pada Holli. Butiran air mata keluar dari mata Holli. Holli tidak mengerti dengan apa yang terjadi, kenapa sahabatnya menyalahkannya?
Shaila menatap garang pada Holli, “aku tidak pernah peduli sekalipun kau merebut Awan dari Laura tapi kau menjijikan Holli. Aku benci sekali padamu”
Awan yang baru saja bergabung langsung merangkul Holli, raut wajahnya seakan bertanya-tanya. Radit mencoba menjauhkan Shaila dari Holli, tapi Shaila menepis tangan Radit, “kau juga. Aku benci sekali padamu. Kalian berdua membuatku muak”, Shaila berkata dengan mata berkaca-kaca sampai akhirnya air matanya meleleh.
“Shaila, apa yang terjadi?kenapa kau marah padaku”, ujar Holli di tengah isak tangisnya.
Shaila mengacungkan telunjuknya pada Holli, “kau tidak akan pernah mengerti”, ujar Shaila. Air mata dan air hujan yang turun sudah membasahi seluruh rambut dan wajahnya.
“anggap saja kita tidak pernah bersahabat, kalian bukan sahabatku”, Shaila berlari meninggalkan Holli, Radit dan juga Awan.
Radit mengusap rambutnya dengan tangannya, “AAARRRRGGGHHH”, teriaknya. Kemudian dia menatap Awan dengan tatapan penuh amarah. Radit mendekat pada Awan lalu mencengkeram kerah baju Awan.
“hentikan”, jerit Holli.
Radit mengepalkan telapak tangannya yang bebas, “kenapa kau berani mendekati Holli”, teriaknya pada Awan, “bukankah aku sudah mengatakannya padamu, apa kau tuli?BRENGSEK KAU!!!”, bentak Radit pada Awan. Awan menepiskan tangan Radit yang mencengkeram kerah kemejanya. Dia berpaling pada Holli, meraih tangan Holli.
“bukankah kau bilang kau sangat mengenal Holli?kau sangat menyukai Holli?lalu kenapa kau menuduh Holli melakukan hal yang tidak pernah dilakukannya?Holli tidak pernah merebutku dari siapapun karena Holli adalah istriku”, ujar Awan mencoba mengatakannya setenang mungkin pada Radit namun tetap saja terasa menyakitkan di telinga Radit. Awan menarik Holli menjauhi Radit, merangkul Holli, “udara di luar sangat dingin”, bisiknya pada Holli.
Tubuh Holli bergetar hebat ketika Awan membawa Holli ke dalam kamar. Selain gemetar karena kedinginan, Holli juga gemetar karena kejadian beberapa menit yang lalu telah menghancurkan persahabatannya selama tiga tahun bersama Radit dan Shaila. Meskipun Awan sudah berusaha menenangkan Holli tapi Holli masih belum bisa menghentikan air matanya. Awan memakaikan handuk untuk menutupi tubuh Holli, “kau kedinginan”, ujar Awan. Awan mengambil sebuah tissue lalu menggunakannya untuk menghapus air mata di pipi Holli, “aku mengerti kalau kau masih ingin terus menangis tapi aku tidak tahan melihat wajah gadis cantikku menjadi jelek seperti ini”
Awan menghapus lipstick di bibir Holli, melihat bibir Holli membiru karena kedinginan, “bibirmu membiru”, ujar Awan, “aku akan menghangatkannya untukmu”, ucap Awan sebelum bibirnya kembali melumat bibir Holli. Air mata yang mengalir di pipi Holli kini membasahi wajah Awan juga. Kedua tangan Awan merengkuh tubuh Holli, berusaha untuk menghangatkannya. Secara perlahan air mata yang keluar dari mata Holli berhenti. Saat air mata itu berhenti, Awan juga melepaskan bibirnya dari bibir Holli. Sebuah senyuman kecil muncul di wajah Holli.
“itu membuatmu lebih baik?”, Awan memberikan senyumannya pada Holli. Holli mengangguk pelan.
“aku akan meninggalkanmu agar kau bisa mengganti bajumu”, ujar Awan, “aku akan mengambilkannya dulu”, Awan keluar dari kamar. Memanggil pak Halim untuk membawakan pakaian ganti untuk Holli dan dirinya. Awan melihat Shaila yang masih menangis di pojok ruangan dengan beberapa teman yang sedang menghiburnya. Sedangkan Radit sepertinya sudah meninggalkan villa dengan motornya. 


to be continue...          back

Tidak ada komentar: