Sabtu, 11 Februari 2012

my girl is my wife (bagian sebelas)

Dengan perasaan yang sangat bahagia, mungkin hari ini adalah hari paling bahagia yang pernah Holli alami. Bersama Awan bersamanya. Entah untuk keberapa kalinya Holli berada dalam pelukan Awan seperti ini. Tangan Holli melingkari leher Awan sementara tangan Awan menahan tubuh Holli. Dengan cepat Awan membuka kenop pintu kamar tanpa di sadari Holli karena mungkin tangan Awan tertutup gaun Holli saat sedang membuka pintu. Awan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, aroma bunga mawar tercium di hidung Holli saat masuk ke dalam kamar. Senyuman seakan tidak mau pergi dari wajah Holli dan juga Awan. Dada mereka sedang berdebar-debar bahagia. Awan mendorong pintu dengan kakinya hingga terdengar pintu tertutup dengan pelan.
“kau ingin aku mengunci pintunya?”, tanya Awan pada Holli dengan senyuman menggoda. “aku akan menguncinya”, Holli masih dalam pelukan Awan namun tangannya meraih kunci yang ada di kenop pintu, memutarnya beberapa kali sehingga terdengar bunyi klik. Selesai mengunci pintu, Holli kembali menautkan tangannya di leher Awan. Awan berbalik dari pintu, kini mereka bisa melihat kamar dengan utuh. Sebuah ranjang besar terletak di tengah ruangan kamar. Sebuah meja rias beserta bangkunya terletak di sisi kamar. Dengan lantai yang penuh dengan serpihan mawar merah. Awan melangkahkan kakinya perlahan di atas serpihan-serpihan mawar merah tersebut, lalu menurunkan Holli di bangku meja rias. Holli memandang dirinya di depan cermin, kegugupannya tidak bisa ditutupi oleh cermin namun tidak lepas dari kebahagiaannya. ‘Tidak akan ada lagi penderitaan setidaknya aku tidak sendiri lagi’, bisik Holli dalam hati. Awan membiarkan Holli duduk di hadapan meja rias sementara dirinya sibuk mengerjakan sesuatu. Holli memperhatikan apa yang sedang dilakukan Awan lewat cermin. Awan menyalakan lilin yang sudah terpasang di tempatnya masing-masing. Holli kembali melihat dirinya di dalam cermin, melepaskan perhiasan yang dikenakannya. Pertama-tama Holli melepaskan kalungnya lalu anting, mengingatkan Holli pada kejadian yang sama beberapa bulan yang lalu, saat Holli melepaskan perhiasannya dengan mengenakan gaun yang sama. Setidaknya sekarang dia tidak sendiri, dia bersama Awan. Holli memandang cincin pernikahan yang tersemat di jari manisnya, ketika ingin melepaskan cincin itu dari jarinya lampu menjadi padam digantikan oleh cahaya-cahaya lilin. Sebuah tangan menggapai tangan Holli yang ingin melepaskan cincin pernikahannya, “mulai hari ini cincin itu akan terus berada di sana”, suara Awan berbisik di telinga Holli.
Holli mengangguk pelan pada Awan, melihat Awan melalui cermin. Holli masih bisa melihat senyuman manis Awan di tengah kegelapan yang hanya disinari cahaya lilin, “apa kau menyukainya?”, tanya Awan pada Holli.
“apa?”, Holli balik bertanya.
Awan menunduk dan mendekatkan bibirnya ke telinga Holli, “bunga-bunga dan lilin ini”, bisik Awan. Holli mengangguk pelan, “aku menyukainya”
Kegugupan Holli semakin bertambah ketika Awan semakin merunduk mendekati leher Holli. Tangan Awan kini membelai lembut leher Holli, bibir lembut Awan mengecup leher Holli. Membelai lembut tengkuk Holli, Holli merasakan dirinya bergetar hebat namun menikmatinya.
Tangan Awan kini sudah berada di belakang gaun Holli, memegang risleting gaunnya. Awan berhenti disana, “boleh aku melanjutkannya?”, tanya Awan terdengar khawatir. Kekhawatirannya di jawab Holli dengan satu anggukan. Dengan perlahan Awan menanggalkan gaun pengantin yang dikenakan Holli. Dengan cepat Holli membalikkan tubunya menghadap Awan, tangan Holli meraih bahu Awan. Seketika itu juga Awan mengangkat tubuh Holli, menjatuhkan tubuh bersama di atas tempat tidur. Dada mereka berdebar-debar tidak karuan. Awan membelai lembut wajah Holli. Mengecup kening Holli lalu hidung Holli dan bergerak turun ke bibir Holli. Holli membiarkan Awan menguasainya malam ini, merasakan deru nafas hangat Awan di wajahnya. Awan mencium bibir Holli, namun Holli merasa ciuman mereka tidak seperti biasanya. Awan terkesan lebih bersemangat, mencium bibir Holli dengan lebih dalam. Sementara bibir mereka bersatu, dengan gerakan cepat Holli membuka satu persatu kancing baju Awan.
Awan tertawa pelan dalam ciuman mereka sementara tangan Holli terus bekerja, bergerak ke bawah hanya tinggal satu kancing lagi yang tersisa. Awan menjadi lebih bersemangat menekankan bibirnya pada bibir Holli.  Dengan cepat pula Holli meHHHhmbantu Awan melepaskan lengan bajunya. Awan melepaskan bibirnya beberapa saat untuk memandang Holli, sekarang tubuhnya sudah bertelanjang dada. Nafas mereka saling menderu.
“aku mencintaimu”, bisik Awan di tengah deru nafasnya. Awan kembali mengecup leher Holli. Holli menautkan lengannya ke bahu Awan, mencengkeramnya dengan erat. Holli bisa merasakan tangan Awan sedang berusaha melepaskan ikat pinggangnya lalu menurunkan risleting celananya. Awan semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Holli. Gerakan Awan maju mundur di atas tempat tidur, membuat Holli semakin erat mencengkeram bahu Awan yang berotot. Jari-jemari Holli menekan kuat di punggu Awan lalu bergerak turun, membelai lembut bekas luka pada pinggang Awan. Holli mengerang sambil menggigit bibir bawahnya, Awan menatap Holli dengan cemas. Dia berhenti dengan tersengal-sengal, “apa aku menyakitimu?”, bisik Awan. Holli tersenyum menatap Awan, tangannya memainkan anak rambut di kepala Awan. Holli menggeleng pelan, “lanjutkan saja”, jawab Holli. Holli memejamkan matanya, membiarkan Awan menyelesaikannya. 
Beberapa hari sebelumnya sepucuk surat sampai kepada Holli. Surat itu memberi kabar kalau Holli telah di terima sebuah universitas dengan jurusan ekonomi sementara Awan sudah pasti dengan jurusan bisnis. Mengenai Radit seminggu setelah Holli dan Awan menemui Shaila, Radit dengan di temani Shaila datang ke rumah Holli dan Awan. Radit sudah terlihat lebih baik, dia mulai menerima keadaan Holli dan Awan.
“bagaimana kabarmu?”, tanya Radit pada Holli.
Holli hanya tersenyum pada Radit dan menjawab dengan singkat, “baik”
“aku belum mengucapkan selamat atas pernikahan kalian”, ujar Radit lagi.
“aku juga minta maaf karena tidak bisa memberitahumu kalau kami sudah menikah”, jawab Holli. “dan mengenai perasaanmu padaku, aku benar-benar minta maaf. Aku sudah menganggapmu sebagai sahabat”, kata Holli dengan perasaan bersalah. Di samping Holli, Awan menggenggam tangan Holli.
Radit tertawa mendengar perkataan Holli, “aku akan berusaha melupakannya dan memulai lagi dengan Shaila”, ujar Radit dengan wajah cerahnya. Shaila tersenyum malu di samping Radit.
“walaupun kau masih menyukai Holli, aku akan menunggu sampai kau bisa melupakan Holli kembali”, ujar Shaila pada Radit.
Radit menggeleng, “aku tidak menyadari kalau selama ini kau yang selalu di sampingku”
“kau ini terlalu bodoh, tidak melihat seseorang yang dekat denganmu sedang memperhatikanmu”, ledek Awan pada Radit, “tentu saja aku tidak akan membiarkan Holli denganmu sementara sahabatnya sendiri menyukaimu”
Radit mengangkat sebelah alisnya pada Awan, “jadi selama ini kau tahu kalau Shaila menyukaiku?”
Awan mengangkat kedua bahunya, “kau hanya harus melihat matanya”, Awan mengarahkan jari telunjuk dan jari tengahnya ke mata Radit kemudian dia tertawa.
Radit menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, “selama ini aku seperti seorang idiot yang selalu memperingatkanmu untuk tidak menyukai Holli sementara kau adalah suaminya”, Radit tertawa malu pada dirinya sendiri. Serentak semuanya tertawa melihat Radit.
“saat itu aku hanya bisa diam karena aku sendiri belum mengerti bagaimana perasaanku pada Holli”, Awan merangkul Holli. “kalian harus segera menyusul kami untuk menikah”, ujar Awan sambil tersenyum menggoda pada Holli.
Radit dan Shaila menggeleng bersamaan, “tidak”, ujar mereka.
“kami belum siap untuk ke sana, lagipula kami masih terlalu muda lebih baik menyelesaikan kuliah dulu”, jawab Radit.
Holli menyenggol Awan dengan sikunya, “jangan dengarkan perkataan Awan. Lagipula pernikahan kami terjadi karena kami dipaksa untuk menikah”, jawab Holli dengan cepat.
Awan mengerutkan keningnya pada Holli, “jadi sebenarnya kau ini menyesal menikah denganku?”, selidik Awan pada Holli dengan tatapan sedih. Holli tersenyum melihat ekspresi wajah Awan, “awalnya aku memang tidak ingin menikah denganmu tapi aku tidak akan pernah menyesalinya”, jawab Holli pada Awan.
“sepertinya kalian sangat bahagia”, sela Shaila pada Holli dan Awan.
“sudah ku bilang, kalian harus segera menyusul kami. Karena menikah tidak serumit yang kalian bayangkan”, ujar Awan lagi mencoba merayu Shaila dan Radit.
Shaila hanya tersenyum pada Awan dan Holli, “apa kalian tidak ingin punya anak?”
Pertanyaan Shaila membuat Holli terdiam seribu bahasa. Dia bahkan tidak pernah berfikir untuk memiliki seorang anak. Wajah Holli pasti sudah bersemu merah merona sekarang. Awan melirik Holli yang terdiam, tersenyum melihat kegugupan Holli. “lihatlah wajahmu seperti kepiting rebus sekarang”, goda Awan pada Holli.
Awan tertawa geli pada Holli dan Shaila, “aku bahkan belum pernah menyentuh tubuhnya”
“kami menikah muda, jadi ada sebuah perjanjian yang dibuat oleh orang tua kami”, jelas Holli. Shaila dan Radit mengangguk mendengar perkataan Holli.
Di samping Holli, Awan berdehem dan berkata dengan hati-hati, “tapi, apakah kau tidak ingin punya seorang anak?”. Holli menjawab Awan dengan menyenggol pinggang Awan dengan sikunya dengan kuat sehingga Awan kesakitan.
Awan cemberut pada Holli, “kurasa dengan mencintaimu saja sudah cukup”, gumamnya pelan sambil menggerutu pada Holli.
Awan merogoh saku celananya, mengambil dua buah tiket dari dalamnya. Awan menyodorkan tiket itu pada Radit dan Shaila, “aku dan Holli tidak ingin menggunakan tiket ini, daripada di buang begitu saja lebih baik kalian yang menggunakannya”
“tiket apa ini?”, tanya Radit bingung.
“itu tiket pesawat untuk ke paris sebenarnya itu adalah perjalanan bulan madu kami, tapi jika kalian ingin menggunakannya kami akan segera memesankan dua kamar hotel untuk kalian selama berada di sana”, jawab Awan.
Shaila menggeleng pada Awan, “tidak mungkin, bagaimana bisa kalian memberikan tiket itu pada kami”
“aku dan Holli tidak ingin pergi ke sana, anggap saja ini sebagai permintaan maaf kami untuk kalian terutama permintaan maaf Holli pada kalian”, jawab Awan.
“kalian tidak perlu meminta maaf pada kami”, ujar Radit. Holli menggeleng, “kalian ini sahabatku tapi selama ini aku sudah membohongi kalian mengenai Awan, anggap saja ini permintaan maafku lagi pula aku tidak pernah memberikan apapun pada kalian”, paksa Holli pada Radit dan Shaila. Dengan berat hati akhirnya mereka mengambil tiket yang diberikan Awan pada mereka.
Satu masalah sudah terselesaikan. Mengenai Hana dan Helena, Holli tidak perlu khawatir lagi tentang mereka. Setelah kejadian Awan dan ayah Bagas mengambil Holli dengan cara memadamkan lampu dengan bantuan beberapa pesuruh, mereka tidak akan berani lagi menggangu Holli. Semenjak kejadian tersebut, Holli jadi lebih mengetahui bahwa ayahnya juga sangat menyayanginya. Seperti yang pernah Awan katakan pada Holli, jangan ada lagi kebencian. Holli tidak akan lagi membenci orang lain apalagi ayahnya sendiri. Ayahnya memang salah karena sudah membiarkan Holli menderita namun jauh di dalam hatinya dia sangat menyayangi Holli. Kesalahan fatalnya adalah ketakutannya akan Helena. Atau mungkin ayah Rudi juga memikirkan perasaan anak-anak nya bersama Helena. Tidak ingin mereka kecewa padanya.
Holli memang tidak ingin mengganggu ayahnya beserta keluarganya. Holli hanya butuh kasih sayang darinya namun sekarang Holli juga mengerti. Holli tidak akan lagi mempersalahkan kasih sayang ayahnya padanya. Holli merelakan ayahnya untuk lebih memperhatikan keluarganya sekarang. Lagipula ayah Bagas sudah cukup untuk Holli dan Awan tidak akan pernah membiarkan Holli kekurangan kasih sayang.
“aku bahkan bisa menjadi ayah untukmu”, ujar Awan pada Holli, “yang selalu melindungi dan menjagamu”
Holli membalas Awan dengan senmyuman, Holli percaya pada Awan bahkan tanpa Awan mengatakannya Holli percaya Awan akan selalu bisa menjaganya, “aku juga bisa menjadi ibu untukmu”, sahut Holli, “yang memberikanmu kenyamanan”
Awan menggeleng pada Holli, “kau tidak perlu menjadi ibuku”
Holli mengerutkan dahinya pada Awan.
Awan tersenyum manis pada Holli, “hanya perlu menjadi istriku maka aku akan bahagia selamanya”
“aku memang istrimu”, gerutu Holli pada Awan.
Awan kembali menggeleng pada Holli, “Holli, maukah kau mengulangnya lagi bersamaku?”
Holli terdiam.
Hari telah berganti hari. Hari paling bersejarah dalam Holli akhirnya bisa dirasakannya. Holli bergetar dalam duduknya. Mobil melaju dengan cepat seiring detak jantungnya. Dia hanya duduk sendiri di dalam mobil. Tanpa Awan. Tidak tahu ke mana pak Halim akan membawanya. Kegelapan membuatnya hampir mati penasaran. Holli benar-benar tidak tahu arah perjalanan, sedikit pun dia tidak bisa mengintip dari penutup matanya. Tidak ada celah sama sekali. Holli ingin sekali membuka penutup matanya. Berulang-ulang kali tangannya memegang penutup mata itu, namun Holli selalu menurunkan tangannya kembali. Tidak ingin merusak kejutan untuknya. Holli yakin setelah ini akan ada sesuatu yang istimewa untuknya. Setelah beberapa lama perjalanan, Holli tidak lagi mendengar bising jalanan. Mesin mobil telah berhenti.
Seseorang membukakan pintu mobil. Hembusan angin berebut masuk ke dalam mobil, membelai rambut Holli dengan sedikit kasar. Holli mencoba menghirup udara segar di sekelilingnya.
Terdengar suara pak Halim, “non bisa keluar dari mobil”, ujarnya. Pak Halim meraih tangan Holli, membantu Holli keluar dari mobil. Namun mata Holli tertutup sehingga tidak sengaja Holli menginjak gaunnya. Holli hampir saja kehilangan keseimbangan sebelum akhirnya pak Halim menahannya.
“maaf non, saya akan membukakan penutup matanya”, ujar pak Halim lagi. Holli mengangguk. Pak Halim membuka ikatan penutup mata yang terpasang pada Holli. Mata Holli masih berusaha mengerjap-ngerjap mencoba untuk menghilangkan kegelapan beberapa saat yang lalu saat penutup mata menghalangi pandangannya. Beberapa detik kemudian Holli bisa melihat cahaya matahari yang masuk ke dalam matanya. Yang membuatnya sangat terkejut adalah beberapa pasang mata tengah memperhatikannya. Holli mengenali beberapa di antara mereka. Teman-temannya, kedua ayahnya dan masih banyak lagi yang mungkin mereka adalah teman Awan. Mereka semua tersenyum ramah pada Holli. Mereka semua menyisihkan jalan setepak untuk Holli lewati, di ujung jalan sana terhampar air pantai dengan ombak-ombak kecil dan Holli bisa melihat Awan tersenyum manis padanya di tepi pantai. Menunggu Holli untuk menghampirinya.
Dua orang menyodorkan tangan mereka pada Holli di sisi kanan dan kiri Holli. Holli bahkan tidak sadar kalau Radit dan Shaila sudah berada di sampingnya. Mereka juga tersenyum pada Holli. Shaila mengangkat kedua alisnya, memberi kode pada Holli untuk segera menyambut tangan mereka. Holli tersenyum kikuk lalu memberikan tangan kanannya pada Radit dan tangan kirinya pada Shaila. Mereka membawa Holli menghampiri Awan. Sepanjang perjalanannya menghampiri Awan beberapa orang menebarkan serpihan-serpihan mawar merah pada Holli. Holli memandangi pasir-pasir putih yang di lewatinya, melihat ke sekeliling dan tersadar bahwa ini adalah pantai yang sama. Pantai di mana Awan membawanya selesai acara pernikahan. Dan sekarang Holli juga mengenakan gaun pernikahannya.
Hanya tinggal beberapa langkah lagi Holli menghampiri Awan. Kalau tidak melihat pada banyaknya orang yang hadir, mungkin Holli sudah berlari menghampiri Awan. Holli berhenti melangkah satu langkah di hadapan Awan. Jantungnya berdegup cepat. Kegugupan melandanya. Radit dan Shaila menyerahkan kedua telapak tangan Holli pada Awan. Awan menyambutnya dengan senang. Dengan senyuman yang mengembang di wajah Awan, semakin memperlihatkan kebahagiaan Awan. Awan menggenggam erat tangan Holli, mengecupnya dengan lembut. Kemudian matanya menatap Holli, “sekarang aku bisa melihatmu sebagai seorang pengantin perempuanku”, ujar Awan.
“aku juga bisa melihatmu sebagai pengantin priaku”, sahut Holli pada Awan.
“Holli, kita sudah menikah jadi aku tidak bisa mengulang pernikahan kita”, ujar Awan, “tapi aku belum pernah melamarmu”, bisik Awan.
Holli tidak bisa berkata apapun pada Awan, bibirnya seolah kelu. Sementara jantungnya tidak juga berdetak dengan teratur. Meskipun Holli merasa sangat bahagia.
Awan berlutut di hadapan Holli lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah kotak kecil kini ada di tangan Awan. Dengan perlahan Awan membukanya, mengambil cincin pernikahan mereka dari dalamnya. Kemudian meraih tangan kiri Holli, “Holli Cintya, bersediakah kau menjadi istriku?menemaniku selama sisa hidupku?tidak peduli apapun yang terjadi padaku, maukah kau untuk terus selalu di sisiku?”, ujar Awan pada Holli. Holli menarik nafas dalam namun belum sempat Holli menjawab Awan kembali bertanya.
“Holli, will you be my wife?”, ujar Awan pada Holli. Dengan perasaan gembira Holli mengangguk pada Awan, Holli bahkan tidak bisa lagi menyembunyikan senyumnya pada Awan. Awan menyematkan cincin itu di jari manis Holli. Setelah memasangkan cincin itu di jari Holli, Awan bangkit.
“I love you”, tangan Awan kini berada di tubuh Holli, mendekatkan Holli padanya. Awan mempertemukan bibirnya dengan Holli. Menyapanya dengan lembut. Gemuruh tepukan tangan mulai terdengar.
“I love you too”, sahut Holli ketika bibir Awan terlepas dari bibirnya. Kemudian Awan memeluk Holli dan berbisik, “terimakasih”
Suara sorakan dan deburan ombak terdengar menyatu di telinga Holli. Awan melepaskan pelukannya dari Holli.  Senyuman menghilang dari wajah Awan, “ada satu hal yang ingin aku katakan padamu”, ujar Awan terlihat serius. Holli mengerutkan keningnya melihat perubahan pada raut wajah Awan.
“ini sebuah perjanjian, walaupun bukan perjanjian tertulis namun perjanjian tetaplah sebuah perjanjian”, kata Awan dengan tegas pada Holli. Holli terdiam. Sepertinya Awan sangat serius sekali dengan apa yang dikatakannya.
Awan meletakkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya, “berjanjilah untuk selalu membagi kesedihanmu denganku”, jelas Awan. Senyuman kembali mengembang di wajahnya. Holli kembali tersenyum dan mengangguk pada Awan.
“untuk perjanjian ini, jangan coba-coba untuk mengingkarinya”, bisik Awan pelan di telinga Holli.
Kemudian Awan merogoh kembali saku celananya, mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya, “dan untuk perjanjian ini”, ujar Awan.
Mata Awan kini melirik Holli dengan jahil, “aku sudah membicarakannya dengan ayah”, potong Awan dengan suara pelan sambil mengangguk pada Holli lalu melanjutkan lagi dengan suara yang lebih keras, “mulai detik ini dibatalkan”, ujar Awan dengan senang. Awan melambai-lambaikan kertas itu pada Holli. Kertas yang berisi perjanjian hubungan suami-istri. Perjanjian yang dibuat oleh kedua ayah mereka. Dengan cepat Awan merobeknya menjadi potongan-potongan kecil. Selesai pada robekan terakhir, Awan mengedipkan sebelah matanya pada Holli. Holli hanya bisa tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Dengan gerakan secepat kilat, Awan mengangkat Holli dari atas pasir pantai. Wajah Holli terlihat kaget sekali mendapati tubuhnya sudah berada dalam pelukan Awan. “apa yang akan kau lakukan?”, ujar Holli dengan bingung.
“menunjukkan hadiah pernikahan untukmu”, sahut Awan. Awan berjalan sepanjang tepi pantai, membiarkan ombak-ombak membasahi celananya dan sepatunya. Mereka berjalan meninggalkan para sahabat dan kerabat mereka.
“apa kau menyukainya?”, tanya Awan ketika mereka berhenti. Beberapa meter dari tepi pantai berdiri sebuah cottage yang cukup besar dengan dinding bercat putih. Terlihat sangat cantik dengan letaknya yang strategis.
Holli menatap Awan. Mengangkat kedua alisnya.
“aku membelinya untukmu”, jawab Awan tanpa Holli bertanya.
Holli menelengkan kepalanya pada Awan, “lalu?”
Awan mengangkat kedua bahunya pada Holli, “kita akan berbulan madu di sini”, Awan berkata dengan cuek pada Holli.
“Awan, aku masih ingin kuliah”, ujar Holli.
Awan menjawab dengan singkat, “aku tahu”
“aku belum siap untuk mempunyai anak”, kilah Holli lagi.
Awan mengangguk, “aku juga tahu”
Holli terlihat bingung pada Awan, “lalu?”
“apa kau percaya padaku?”, tanya Awan pada Holli. Holli mengangguk perlahan. “kau tidak akan hamil, percayalah aku sudah mempelajarinya”, bisik Awan sambil mengedipkan matanya pada Holli.
Holli menelan ludahnya mendengar perkataan Awan. Kemudian mereka tertawa bersama. Bersamaan dengan langkah Awan saat memasuki cottage, Holli tahu hidupnya sudah berubah. Mulai sekarang. 


The End.

Tidak ada komentar: