Selasa, 12 Juni 2012

Mata Sang Pemimpi



Judul Buku      : Sang Pemimpi
Pengarang       : Andrea Hirata
Penerbit           : PT Bentang Pustaka
Tebal               : vii + 248 Halaman
Cetakan           : 28, 2010
Harga              : Rp. 49.000,00,-

Ketika menyebutkan kata ‘mata’, maka yang ada di benak setiap orang adalah alat indera manusia. Mata digunakan untuk melihat. Jika mata tidak berfungsi sebagaimana seharusnya, maka seseorang akan kesulitan untuk dapat melihat. Bahkan tanpa mata, seseorang akan buta. Tidak akan dapat melihat keindahan dunia. ‘Mata batin’ berarti kemampuan batin seseorang untuk dapat melihat sesuatu yang hanya dapat dilihat oleh batinnya. Begitu pula dengan mata sang pemimpi. Yang saya maksudkan dengan mata sang pemimpi adalah bahwa setiap mimpi seakan memiliki mata yang dapat melihat. Mata seorang sang pemimpi yang dapat melihat jalan untuk menuju mimpi-mimpinya.
Ketika seseorang memiliki mimpi yang ingin dicapainya, dia masih belum bisa dikatakan sebagai seorang sang pemimpi. Karena sang pemimpi yang sesungguhnya adalah dia yang memiliki mimpi besar dan berusaha keras untuk dapat meraih mimpinya tersebut. Menjadikan mimpinya menjadi sebuah kenyataan dan tidak akan membiarkan mimpinya hanya menjadi bunga tidur yang apabila terbangun maka mimpi itu akan menghilang tanpa jejak. Maka di sinilah peran mata sang pemimpi, yaitu menunjukkan jalan mana yang harus dituju oleh sang pemimpi agar mimpinya dapat tercapai. Mata sang pemimpilah yang akan menunjukkan setiap langkah yang akan diambil oleh sang pemimpi. Menunjukkan bahwa nasib yang sebenarnya bukan hanya apa yang ada di depan mata kita, namun jauh di depan mata kita yang tidak terlihat masih ada nasib lain yang sedang menunggu untuk dihampiri. Seperti kata-kata Arai dalam buku sang pemimpi berikut:
“Mungkin, setelah tamat SMA, kita hanya akan mendulang timah atau menjadi kuli. Tapi di sini, Ikal, di sekolah ini, kita tak akan pernah mendahului nasib kita!”
Mengingat keadaan Arai dan Ikal yang dalam buku Sang Pemimpi hanya tinggal di sebuah kampung terpelosok di negara Indonesia ini, mungkin mereka hanya akan mempunyai peluang lebih besar untuk menjadi kuli dan pendulang timah. Namun Arai, dengan mata sang pemimpinya berkata bahwa mereka tidak akan pernah mendahului nasib. Maksud dari perkataan Arai ini adalah bahwa kebanyakan jalan pikiran masyarakat  sekitarnya seakan-akan mereka telah mendahului nasib. Yaitu menetapkan diri bahwa mereka hanya akan menjadi seorang pendulang timah. Maka peran mata sang pemimpi sangatlah penting, yaitu dengan menunjukkan bahwa masih ada jalan lain, yaitu nasib lain yang menunggu untuk dijemput. Oleh karena itu, mata sang pemimpi hanya akan memandang ke depan, tidak ke belakang, tidak juga ke samping kanan dan kiri.
Lalu bagaimana jadinya jika mata sang pemimpi belum berfungsi dengan baik? Atau mungkin sudah buta karena tidak pernah digunakan dengan semestinya. Di sinilah campur tangan Andrea Hirata dalam bukunya yang berjudul sang pemimpi, yaitu untuk membangunkan mata sang pemimpi yang masih tertidur. Menggerakkan mata sang pemimpi setiap orang agar bangkit dan menjadi seorang sang pemimpi, bukan hanya sebagai pemimpi. Jangan hanya bermalas-malasan di kasur. Jangan pernah berharap mimpimu akan mejadi nyata jika kau hanya tidur di kasur. Karena dalam buku ini Andrea Hirata menceritakan jerih payahnya untuk mencapai sebuah mimpi besarnya yang selalu diidamkannya.
Andrea Hirata Seman Said Harun lebih dikenal sebagai Andrea Hirata. Nama Andrea Hirata bukanlah namanya sejak lahir, karena pada saat dilahirkan dia diberi nama Aqil Barraq Badruddin. Karena merasa tidak cocok dengan namanya, Andrea mengganti namanya dengan Wadhud namun ternyata nama tersebut masih kurang cocok dengan dirinya sehingga dia kembali mengganti namanya menjadi Andrea Hirata Seman Said Harun hingga kini. Nama Andrea Hirata ini terkesan unik karena Andrea mengakui bahwa nama Andrea diambil dari nama seorang wanita yang nekat bunuh diri bila penyanyi pujaannya, yakni Elvis Presley tidak membalas suratnya. Sedangkan Hirata sendiri diambil dari nama kampung.
Andrea Hirata kecil bersekolah di SD Muhammadiyah, yang diakui Andrea bangunan sekolah itu cukup memprihatinkan. Namun dari SD Muhammadiyah inilah Andrea Hirata bertemu dengan sesosok guru yang sangat dibanggakannya, yaitu Nyi Ayu Muslimah. Nyi Ayu Muslimahlah yang telah mendorong dan memotivasi Andrea Hirata sehingga dia menjadi sosok seperti sekarang ini. Menjadi seorang penulis pun diakui Andrea karena sosok bu Muslimah. Setelah lulus SMA di kampungnya, Andrea Hirata merantau ke Jakarta. Atas kerja kerasnya, Andrea Hirata berhasil melanjutkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Setelah tamat kuliah dan memperoleh gelar sarjana, Andrea juga mampu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 Economic Theory di Universite de Paris, Sorbonne, Perancis dan Sheffield Hallam University, Inggris. Andrea mendapat beasiswa program master di Sheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari universitas tersebut dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasikan ke dalam Bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi Ilmiah. Meskipun studi mayor yang diambil Andrea adalah ekonomi, ia amat menggemari sains-fisika, kimia, biologi, astronomi dan sastra. Andrea lebih mengidentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpaker. Sekarang ia sedang mengejar mimpinya yang lain untuk tinggal di Kye Gompa, desa di Himalaya.
Pria yang dilahirkan di sebuah desa yang termasuk desa miskin dan letaknya yang cukup terpelosok di pulau Belitong, tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1982 ini telah memulai kariernya sebagai penulis sejak tahun 2006 hingga sekarang. Beliau adalah Indonesian greatest living novelist yang telah merevolusi sastra Indonesia. Novel Sang Pemimpi ini adalah novel kedua Andrea Hirata setelah novel pertamanya Laskar Pelangi, novel sastra yang paling laris di Indonesia dari tahun 2006 sampai sekarang. Andrea Hirata menghasilkan Tetralogi novel Laskar Pelangi  yaitu: Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Selain Tetralogi Laskar pelangi, Andrea Hirata juga menghasilkan karya lain, yaitu Padang Bulan & Cinta di Dalam Gelas yang terbit tahun 2010. Sebelas Patriot (2011), Laskar Pelangi Song Book (2012).
Andrea juga meraih penghargaan sastra Khatulistiwa Literary Award (KLA) pada tahun 2007. Pada Tanggal 12 Maret 2012 Andrea Hirata menandatangani perjanjian penerbitan The Rainbow Troops (edisi international novel Laskar Pelangi) dengan Kathleen Anderson Literary Management dan penerbit Farrar, Straus and Giroux (FSG). FSG saat ini merupakan penerbit terbaik di Amerika dan telah berdiri sejak tahun 1946. FSG melahirkan karya-karya para pemenang nobel sastra. Sebanyak 23 pemenang nobel sastra yang karyanya telah diterbitkan oleh FSG antara lain adalah TS. Eliot, Pablo Neruda, Nadine Gordimer, Seamus Heaney, dan Mario Vargas Llosa yang mendapat nobel sastra tahun 2010. Demikian Andrea Hirata yang berhasil dalam meraih mimpi-mimpinya melalui mata sang pemimpi yang ada dalam dirinya. Pada buku sang Pemimpi ini Andrea Hirata membagi sebagian kecil kisahnya dalam meraih mimpi.
Novel Sang Pemimpi menceritakan mengenai tiga anak Melayu yang berjuang untuk meraih mimpi mereka untuk bisa bersekolah di Universitas de Paris, Sorbonne, Prancis. Tiga anak Melayu itu tak lain adalah Ikal, Arai, dan Jimbron. Ikal adalah peran yang mewakili Andrea Hirata. Sosok Ikal merupakan peran paling utama dalam novel ini. Ikal mempunyai seorang ayah yang sangat dia banggakan. Ikal adalah seorang yang baik juga pintar. Dia selalu dapat memikirkan apa yang baik untuk dilakukan dan apa yang buruk.
Arai adalah sepupu jauh dari Ikal, kedua orang tua Arai sudah meninggal dunia. Menurut orang Melayu, Arai disebut juga sebagai simpai keramat, yaitu keturunan terakhir yang tersisa dari satu klan. Ikal dan Arai masih bertalian darah yang berasal dari nenek Arai yang merupakan adik kandung kakeknya Ikal dari pihak ibu. Arai adalah sesosok yang tegar, ketegarannya sudah terlihat sejak ia kecil. Arai adalah seseorang yang sangat berkharisma menurut pandangan Ikal. Arai juga tipe orang yang suka menolong sahabatnya, rasa kepeduliannya terhadap sesama sangat tinggi. Otaknya yang sangat cerdas seakan tidak pernah kehabisan akal untuk dapat menikmati hidup yang menyedihkan menjadi lebih menyenangkan. Arai juga merupakan sosok pelindung bagi Ikal, di samping sebagai seorang sahabat dan juga seorang yang sudah dianggap Ikal seperti kakaknya sendiri.
Di antara mereka bertiga, Jimbronlah yang paling lugu. Jimbron memiliki tubuh yang cukup gemuk, dengan bicaranya yang terkadang gagap. Di balik kegagapan Jimbron dalam berbicara, ternyata ada kisah menyedihkan. Jimbron memiliki dua orang adik perempuan. Ibunya meninggal dunia ketika Jimbron masih kelas 4 SD. Jimbron sangat bergantung pada ayahnya. Suatu hari, Jimbron sedang dibonceng ayahnya naik sepeda. Di tengah jalan, ayahnya terkena serangan jantung. Jimbron membawanya ayahnya dengan susah payah menuju puskesmas namun naas, ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itulah Jimbron menjadi gagap dalam berbicara. Setelah ayahnya meninggal dunia, Jimbron diasuh oleh seorang pendeta. Jimbron sangat menyukai kuda. Kuda jenis apapun, sudah sangat dikenal oleh Jimbron. Meskipun Jimbron bertumbuh besar, namun sikap dan cara berpikirnya masih seperti anak-anak sehingga siapapun yang mengenalnya merasa harus melindunginya.
Novel ini banyak menceritakan mengenai persahabatan mereka, serta perjuangan dalam hidup dan kepercayaan yang kuat untuk dapat meraih mimpi mereka. Andrea Hirata membagi novel ini menjadi beberapa mozaik. Sehingga jika mozaik-mozaik tersebut disatukan maka akan menjadi sebuah satu kesatuan yang utuh.
Mozaik pertama menceritakan mengenai Arai, Jimbron, dan Ikal yang sedang berlari-lari dikejar  oleh pak Mustar, bapak kepala sekolah mereka beserta dua penjaga sekolah. Penyebab ketiga anak Melayu itu dikejar-kejar oleh kepala sekolah dan penjaga sekolah, tidak lain adalah karena ulah mereka sendiri. Pada saat apel pagi, Ikal, Arai, dan Jimbron terlambat untuk mengikuti apel pagi ditambah lagi dengan kelakuan Arai yang memimpin teman-temannya yang lain untuk mengejek Pak Mustar.
Pada mozaik keempat mulai diceritakan mengenai sikap Arai yang sangat mengagumkan. Arai mempunyai jiwa yang penuh dengan rasa kemanusiaan, padahal waktu itu ia masih anak-anak. Suatu ketika Mak Cik Maryamah datang ke rumah Ikal untuk meminta beras dan berniat untuk menggadaikan biola Nurmi, anaknya, demi beras tersebut. Ibunya Ikal dengan senang hati memberikan beras pada Mak Cik Maryamah namun tidak mengambil biola milik Nurmi. Ketika Mak Cik Maryamah dan anaknya pulang, Arai berlari menuju gudang peregasan. Arai mengambil celengan ayam jagonya dari dalam peregasan lalu memecahkan celengannya tersebut tanpa ragu. Kemudian Arai meminta Ikal untuk melakukan hal yang sama pada celengan miliknya. Ikal langsung saja menurut pada Arai. Tidak disangka-sangka oleh Ikal, Arai menggunakan uang celengan mereka berdua untuk membeli terigu, gandum dan gula untuk Mak Cik Maryamah. Agar Mak Cik Maryamah bisa berjualan kue. Sungguh sosok yang luar biasa.
Setelah mereka SMA, mereka bertemu dengan sosok guru yang menjadi sumber motivasi bagi Ikal, Arai, dan Jimbron. Dialah Bapak Drs. Julian Ichsan Balia. Bapak Balia inilah yang turut memberi dorongan yang kuat bagi Arai, Ikal, dan Jimbron untuk bisa bersekolah di Prancis. Sehingga Arai, Ikal, dan Jimbron mengikrarkan sebuah harapan:  kami ingin dan harus sekolah ke Prancis! Ingin menginjakkan kaki di altar suci almamater Sorbonne, ingin menjelajah Eropa sampai ke Afrika.
Kisah menarik lainnya adalah ketika Arai, Ikal dan Jimbron kembali melakukan kenakalan mereka. Kontrakan mereka yang dekat dari gedung bioskop tidak pernah membuat mereka terlena untuk dapat masuk ke dalam gedung bioskop dikarenakan adanya larangan dari pak Mustar, sampai ketika sebuah poster di pasang pada bagian depan bioskop tersebut. Gambar seorang wanita seksi dengan seekor anjing pudel yang digendong oleh wanita itu. Melihat gambar poster yang seakan-akan sedang memanggil mereka, membuat mereka bertiga semakin ingin masuk ke dalam bioskop tersebut. Segala cara sudah mereka lakukan agar dapat masuk ke dalam gedung biokop itu, namun tidak ada yang berhasil. Sampai ketika Jimbron menyampaikan idenya yang brilian. Kebanyakan orang yang masuk ke dalam gedung bioskop itu adalah para pria bersarung. Mereka akhirnya menyamar sebagai pria bersarung. Usaha mereka kali ini berhasil. Mereka dapat masuk ke dalam gedung bioskop, menonton film dengan pemeran utamanya wanita dan anjing pudel dalam poster. Belum sampai film selesai diputar, tiba-tiba saja datang sosok pak Mustar. Mereka bertiga ketahuan oleh pak Mustar sudah menyelinap masuk ke dalam gedung bioskop dan menonton film yang tidak seharusnya mereka tonton. Karena ulah mereka tersebut, pak Mustar memberi mereka hukuman yang sangat memalukan yaitu berakting di hadapan seluruh siswa pada saat upacara pagi.
Keadaan Ikal memburuk ketika Ikal merasa apapun yang mereka lakukan adalah sia-sia. Melihat keadaan mereka sendiri, rasanya tidak mungkin untuk mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Ikal merasa mungkin setelah dia lulus SMA nanti, keadaannya akan sama saja seperti anak-anak Melayu lainnya. Menjadi pendulang Timah dan pekerjaan keras lainnya. Ikal yang awalnya seorang yang optimis, sekarang berubah menjadi seorang yang pesimis. Dia menjadi malas belajar. Sementara Jimbron yang sangat optimis memesan dua buah celengan kuda dari Jakarta. Jimbron selalu mengisi dua celengan kuda itu dengan sama rata. Sementara Ikal hanya berpikir bahwa apa yang dilakukan Jimbron adalah sia-sia. Menurutnya, celengan itu tidak akan mampu membawa Jimbron ke Prancis. Pesimistis membawa Ikal pada sebuah penyesalan. Peringkatnya turun drastis. Dari peringkat tiga menjadi peringkat tujuh puluh lima. Memalukan bukan main. Ikal sangat merasa bersalah pada ayahnya. Pada ayah yang sudah mengayuh sepedanya sejauh 30 km hanya untuk mengambil rapornya. Namun apa yang dilakukan Ikal sekarang? Dia mempersembahkan kursi nomor 75 pada ayahnya. “Biar kau tahu, Ikal, orang seperti kita tak punya apa-apa, kecuali semangat dan mimpi-mimpi, dan kita akan bertempur habis-habisan dengan mimpi-mimpi itu!”, itulah nasehat Arai pada Ikal. Arai juga berkata, “Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati…”. Betapa dahsyatnya kata-kata Arai itu, bahkan setiap orang yang membaca buku ini akan merasa tersentuh pada kata-kata itu. Ikal pun tersadar, dia tidak akan seperti itu lagi. Dia akan berusaha lebih giat lagi untuk terus melanjutkan mimpi-mimpinya.
Seperti disambar petir, ekspresi Jimbron ketika mendapatkan kabar mengenai kedatangan kuda Australia ke pelabuhan. Jimbron yang sangat menyukai kuda, sangat terpana ketika melihat kuda-kuda itu turun dari kapal. Namun tidak ada yang bisa dilakukan Jimbron. Kuda itu bukan miliknya, dan Jimbron tidak akan pernah bisa untuk menyentuh kuda itu. Pangeran Mustika Raja Brana, itulah nama kuda putih yang paling memesona di antara kuda yang lainnya. Setelah melihat kuda-kuda itu, Jimbron menjadi berubah. Jimbron selalu lesu. Dia menjadi lebih pendiam dan jadi malas bekerja. Melihat keadaan itu, Ikal berusaha untuk mengembalikan Jimbron seperti semula namun sepertinya sangat sulit. Ikal mencoba untuk bertanya pada Arai mengenai keadaan Jimbron, namun Arai juga terkesan tidak peduli dengan keadaan Jimbron. Padahal yang Ikal tahu Arai adalah orang yang selalu peduli pada sahabatnya. Kali ini tampak aneh, Arai sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Keadaan menjadi berubah ketika pada pagi buta terdengar suara seseorang mengetuk pintu kontrakan mereka. Saat dibuka, terkejut bukan main Ikal dan Jimbron melihat Arai dengan seekor kuda putih. Sekali lagi para pembaca dibuat terkagum-kagum pada sosok Arai. Ternyata Arai bekerja keras di tempat di mana kuda itu berada agar dapat meminjam kuda itu barang satu hari. Untuk sahabatnya, Jimbron. Begitulah persahabatan mereka. Dengan hati gembira, Jimbron menunggangi kuda itu dan membawanya ke pabrik cincau. Pabrik tempat Laksmi, gadis yang disukainya bekerja. Entah sudah berapa ratus kali Jimbron berusaha untuk membuat Laksmi tersenyum, dan usahanya selalu saja gagal. Tapi kali ini, dengan kuda putihnya Jimbron berhasil membuat Laksmi tersenyum.
Berbeda dengan kisah cinta Jimbron dan Laksmi. Kisah cinta Arai sangat menyedihkan. Gadis pujaannya, Zakiah Nurmala tidak pernah sekalipun luluh hatinya oleh Arai. Nurmala tidak pernah bisa ditaklukkan oleh Arai meskipun ribuan puisi cinta sering dilayangkan Arai untuknya. Nurmala terkesan sangat sadis pada Arai, karena apapun yang dilakukan Arai untuknya tidak pernah dihargai sedikitpun. Jika melihat sikap Arai, tentu saja tidak pernah ada kata menyerah dalam kamus hidupnya. Arai terus berusaha untuk mengambil hati Zakiah Nurmala. Meminta bantuan pada Bang Zaitun pun dilakukan Arai. Bang Zaitun adalah pemain orkestra keliling di kampungnya, dia terkenal mahir dalam mengambil hati wanita. Arai diajarkan olehnya bermain gitar untuk dapat mengambil hati Zakiah Nurmala. Arai pun belajar bermain gitar, setelah bisa bermain gitar Arai mendatangi rumah Nurnala dan menyanyikan sebuah lagu untuknya. Zakiah tidak pernah tersentuh, dengan kejamnya Nurmala memainkan piringan hitam untuk menyaingi suara Arai. Arai kalah. Ini adalah pembunuhan karakter paling sadis yang didapatkannya.
Setelah tiga tahun bersekolah di SMA, mereka lulus dengan nilai baik. Arai dan Ikal bersiap untuk merantau ke Jakarta. Sementara Jimbron memilih untuk tetap tinggal di Belitong. Tidak disangka, dua celengan kuda yang dibeli Jimbron tempo hari dipersiapkannya untuk kedua sahabatnya itu. Akhirnya Arai dan Ikal berangkat ke Jakarta dengan menaiki sebuah kapal. Sesampainya di pelabuhan Tanjung Priok, mereka menaiki bus untuk dapat sampai di Ciputat. Tapi mereka tidak sampai di Ciputat karena bus yang mereka naiki berhenti di Bogor. Ikal dan Arai tinggal di sebuah kontrakan dekat dengan IPB. Mereka bekerja keras agar dapat melanjutkan kuliah mereka. Sampai ketika Ikal mendapatkan pekerjaan di kantor pos, dia berpisah dengan Arai. Arai akan kembali ke Kalimantan. Ikal terus bekerja keras dan berhasil kuliah di Universitas Indonesia. Sementara Arai, tidak ada yang tahu di mana keberadaannya. Lulus dari Universitas Indonesia, Ikal mengikuti tes untuk mendapatkan beasiswa ke Eropa. Tidak disangka, dia kembali bertemu dengan Arai yang juga sedang mengikuti tes beasiswa. Selama ini Arai bekerja di sebuah perusahaan pertambangan di Kalimantan. Sambil bekerja, Arai juga kuliah di sana. Mereka pulang kampung bersama, bertemu dengan Jimbron yang sudah memiliki anak bersama Laksmi. Pada akhirnya cita-cita Ikal dan Arai tercapai dengan datangnya surat pemberitahuan bahwa mereka telah diterima di sebuah universitas de Paris, Sorbonne.
Novel Sang Pemimpi yang saya resensi ini, menampilkan gambar cover buku tiga orang yang sedang berlari pada sebuah jalan. Tiga orang itu adalah Ikal, Arai, dan Jimbron. Dari cover buku ini dapat diketahui bahwa jalan yang mereka lalui itu adalah jalan menuju mimpi mereka. Dan mereka tertawa bahagia saat berlari menyelusuri jalan itu. Meskipun pada jalan yang mereka telusuri itu, di samping kanan dan kirinya merupakan perairan. Perairan pada sisi jalan ini dapat diartikan bahwa dalam mencapai sebuah mimpi, jangan pernah berbelok atau kau akan tercebur ke dalamnya. Buku dengan 248 halaman ini, memiliki berat yang cukup ringan. Sehingga jika dibawa kemana-mana tidak terlalu memberatkan. Jenis huruf Times New Roman yang digunakan pada penulisan buku dengan jarak spasi yang sedang tidak membuat mata pembaca jenuh untuk membacanya.
Terdapat banyak kelebihan yang dimiliki buku ini. Mulai dari segi gaya penulisan atau gaya bahasa, kekayaan bahasa, dan masih banyak lagi. Gaya penulisan Andrea Hirata dalam novel Sang Pemimpi ini bisa dikatakan sangat sempurna. Setiap kata layaknya sebuah sastra yang sangat indah. Andrea Hirata juga menyajikan kalimat-kalimat bermajas dalam penulisan buku ini sehingga dengan permajasan itu, cerita menjadi lebih menarik. Buku Andrea Hirata juga memiliki ciri bertabur metafora. Menurut Prof. Sapardi Djoko Damono, guru besar sastra Universitas Indonesia, metafora Andrea adalah metafora yang berani, tak biasa, tak terduga, kadang kala ngawur, namun amat memikat. Selain itu, Andrea Hirata juga menyajikan berbagai macam majas. Misalnya saja majas personifikasi:
“Jantungku berayun-ayun…”
“… semburan ultraviolet menari-nari di atas permukaan laut…”
Selain majas personifikasi, ada juga majas hiperbola, misalnya:
“Tatapan nanar bola mata mayat-mayat ikan kenangka yang terbelalak dan kelabu membuatku gugup”
“Suara Nyonya Pho kembali menggelegar”
Andrea Hirata juga menggunakan beberapa perumpamaan:
“Aku dan Arai ditakdirkan seperti sebatang jarum di atas meja dan magnet di bawahnya”
Dalam novel Sang Pemimpi ini, Andrea Hirata juga memperkenalkan pembaca dengan beberapa kosakata Melayu yang mungkin sebelumnya tidak pernah didengar oleh pembaca. Kata-kata itu misalnya saja Simpai Keramat, yaitu julukan orang Melayu untuk orang terakhir yang tersisa dari satu klan. Peregasan, yaitu peti papan besar untuk menyimpan padi. Puik, yaitu sebuah makian dalam bahasa Sawang. Dan juga ngambat, yaitu menunggu perahu nelayan yang tambat.
Pembaca juga dapat mengambil beberapa nilai yang terkandung dalam novel Sang Pemimpi. Nilai-nilai tersebut adalah nilai moral, nilai sosial, nilai agama, dan nilai  adat istiadat. Jelas sekali isi dalam novel ini kental dengan nilai moral. Sifat-sifat yang tergambar yaitu tanggung jawab pada diri seorang remaja dalam menyikapi kerasnya kehidupan. Dapat dilihat juga pada sifat Ikal yang selalu menjaga nilai-nilai moral yang telah diajarkan kepadanya. Novel ini juga penuh dengan nilai sosial. Hal ini dibuktikan dengan persahabatan yang terjalin antara Ikal, Arai, dan Jimbron yang selalu saling membantu dalam menghadapi berbagai kesulitan. Nilai sosial yang jelas paling terlihat adalah pada diri Arai. Beberapa cerita menjelaskan mengenai nilai sosial yang diterapkan Arai dalam kehidupan. Misalnya saja ketika Mak Cik Maryamah sedang kesulitan dengan bahan makanan, tanpa ragu-ragu Arai memecahkan celengannya hanya untuk membantu Mak Cik Maryamah. Nilai agama juga terlihat jelas pada novel ini. Andrea Hirata menceritakan bahwa meskipun Arai, Ikal, dan Jimbron terkadang menjadi anak yang nakal namun mereka juga pandai dalam mengaji. Selain itu pada bagian ketika mereka bertiga ingin masuk ke dalam gedung bioskop, pada diri Ikal sendiri mempertanyakan ajaran islam yang selama ini diajarkan kepadanya. Memikirkan dasar agama yang selama ini diajarkan oleh kemuhammadiyahan. Selain nilai-nilai tersebut, terutama novel ini juga sangat kaya akan nilai adat istiadat. Andrea Hirata jelas sangat menonjolkan adat istiadat di daerah Belitong, masyarakat Melayu. Mengenai kemiskinan yang melanda orang Melayu juga berbagai pekerjaan keras yang harus dilakukan orang Melayu. Dan beragam adat istiadat orang Melayu lainnya.
Novel Sang Pemimpi dapat membawa pembaca percaya jika terus berusaha dan kerja keras, maka mimpi sebesar dan setidakmungkin apapun dapat tercapai. Dengan syarat yaitu kepercayaan, percaya akan mimpi-mimpi tersebut maka mata sang pemimpi akan membantu mencari jalan untuk meraih mimpi tersebut. Para pembaca juga akan mendapatkan motivasi yang bisa membuat pembaca lebih percaya akan kekuatan mata sang pemimpi. Karena Andrea Hirata menuliskan beberapa kata-kata motivasi di dalam buku ini. Bagi saya sendiri, kata-kata motivasi yang dituliskan Andrea Hirata dalam buku ini sangat menyentuh untuk menimbulkan rasa percaya pada mimpi yang kita buat. Beberapa kata-kata motivasi dalam novel Sang Pemimpi:
“Dunia! Sambutlah aku…! Ini aku, Arai, datang untukmu…!”
Pada kata-kata tersebut, menunjukkan motivasi dalam diri Arai bahwa dia percaya dunia dapat digenggam olehnya.
“Setiap peristiwa di jagad raya ini adalah potongan mozaik. Terserak di sana sini, tersebar dalam rentang waktu dan ruang. Namun, perlahan potongan itu akan bersatu bentuk bak montase Antoni Gaudi. Mozaik-mozaik itu akan membangun siapa dirimu dewasa nanti. Lalu, apapun yang kau kerjakan dalam hidupmu akan bergema dalam keabadiaan”
“Maka, berkelanalah di atas muka bumi ini untuk menemukan mozaik-mozaikmu!”
Dua kalimat ini adalah kalimat yang sangat luar biasa. Untuk memotivasi murid-muridnya pak Balia mengucapkan kalimat tersebut. Sehingga ketika pak Balia mengucapkan kalimat itu, timbullah motivasi yang kuat pada diri setiap muridnya.
“Bangkitlah, wahai para pelopor! Pekikkan padaku kata-kata yang menerangi gelap gulita dadamu! Kata-kata yang memberimu inspirasi!”
Kalimat di atas juga diucapkan oleh pak Balia setiap mengakhiri pelajarannya. Maksud dari pak Balia di sini adalah untuk memberikan motivasi pada setiap muridnya.
“…berhenti bercita-cita adalah tragedi terbesar dalam hidup manusia!”
Kalimat itu diucapkan oleh pak Mustar ketika nilai rapor Ikal turun drastis. Kata-katanya itu bagaikan petir yang menyambar pada diri ikal. Membuatnya tersadar dari keterpurukannya.
“Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati!”
Kalimat terakhir ini adalah apa yang dikatakan Arai kepada Ikal. Sepertinya kalimat inilah yang banyak tertanam pada setiap pembaca yang membaca Sang Pemimpi. Tidak sedikit orang yang menjadikan kalimat ini sebagai motivasi dirinya sendiri setelah membaca Sang Pemimpi.
Jika dibandingkan dengan karya Andrea Hirata sebelumnya, Laskar Pelangi, novel Sang Pemimpi terkesan lebih ringan untuk dibaca. Karena pada novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata menulis cerita dengan gaya bahasa yang hanya orang yang mengerti sastralah yang mampu memahaminya. Namun pada novel Sang Pemimpi, Andrea Menyajikannya dengan sangat cantik tidak hanya dapat dimengerti oleh semua kalangan pembaca namun tidak lepas juga dari bahasa-bahasa sastra yang indah.
Dari beberapa kelebihan buku yang telah dijelaskan, ada beberapa kelemahan buku yang juga saya temukan. Misalnya pada cover buku. Buku yang saya gunakan untuk diresensi adalah buku cetakan ke-28 sehingga cover bukunya berbeda dengan cover buku pada cetakan pertama. Pada cetakan pertama, yang berbeda adalah orang yang berada di jalan. Pada cover cetakan pertama, ada seorang pria yang sedang terduduk di ujung jalan. Perbedaan cover ini mungkin dikarenakan pada cetakan ke-28 ini novel Sang Pemimpi sudah difilmkan di layar lebar sehingga cover bukunya pun diganti dengan tokoh yang memerankan Ikal, Arai, dan Jimbron pada film. Namun  terkadang di sebuah toko buku terdapat buku Sang Pemimpi dengan dua cover berbeda.
Mengenai perbedaan cover buku tersebut, saya juga menemukan beberapa perbedaan antara novel yang menggunakan cover yang pertama dengan yang baru. Setelah saya baca, ternyata ada beberapa bagian dari tulisan yang tidak dimasukkan pada buku dengan cover yang baru. Misalnya saja pada bagian mozaik pertama, pada novel dengan cover yang lama dijelaskan bahwa Bapak Mustar yang anaknya tidak bisa diterima di sekolah SMA mereka, dikarenakan nilai NEM nya yang kurang 0,25. Dijelaskan pula mengenai kekurang setujuan pak Mustar akan peraturan tersebut sehingga dia menjadi kejam terhadap murid-muridnya sekarang ini. Namun pada novel dengan cover yang baru tidak dijelaskan secara terperinci kejadian tersebut. Selain itu, judul pada mozaik pertama juga berbeda. Pada novel dengan cover yang lama, judul mozaik pertama adalah What a Wonderful World. Sedangkan pada novel dengan cover yang baru berubah menjadi Beginikah Seorang Pemimpi Melihat Dunia?
Novel Sang Pemimpi ini adalah novel kedua dari tetralogi Laskar Pelangi, namun cerita-cerita yang disajikan pada novel Sang Pemimpi ini sepertinya kurang berkaitan dengan novel sebelumnya, Laskar Pelangi. Anak-anak Laskar Pelangi tidak lagi disebutkan dalam novel Sang Pemimpi ini. Tidak dijelaskan lagi bagaimana keadaan teman-teman Laskar Pelangi. Padahal novel Laskar Pelangi dan novel Sang Pemimpi merupakan novel yang berurutan dan saling berhubungan. Kehadiran Arai di novel Sang Pemimpi juga tidak dijelaskan pada novel Laskar Pelangi, padahal Arai sudah tinggal bersama dengan Ikal sejak SD.
Pada alur cerita juga ditemukan ketidakseimbangan antara alur cerita awal dengan akhir. Pada bagian-bagian awal dijelaskan secara mendalam bagaimana mereka berusaha keras dalam hidup untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Perjuangan-perjuangan mereka dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup, juga mengenai jatuh bangunnya mereka dalam mempertahankan mimpi-mimpi mereka. Namun pada bagian akhir cerita, penulis terkesan ingin mempercepat alur cerita. Ketika Arai dan Ikal berhasil mendapatkan beasiswa ke Universitas de Paris, alur cerita terkesan datar dan lurus-lurus saja. Tidak dijelaskan secara lebih menarik lagi, padahal akhir cerita tersebut harusnya menjadi sesuatu yang sangat ditunggu-tunggu oleh pembaca.
Buku yang penuh dengan sastra ini, sangat cocok untuk semua kalangan. Terutama bagi remaja-remaja saat ini, buku ini sangat diperlukan sebagai pemacu dalam meraih cita-cita. Bagi para guru buku ini juga dapat dijadikan bahan untuk mengulas sastra bahasa yang terdapat di dalam buku ini, dengan demikian siswa akan belajar dengan cara yang menyenangkan. Para pejabat pemerintahan juga wajib untuk membaca buku ini agar mereka mengetahui bahwa masih ada wilayah di Indonesia ini yang sebagian masyarakatnya miskin meskipun kekayaan alam yang dimiliki wilayah tersebut melimpah ruah. Mereka juga harus dibuat melek mengenai pendidikan yang ada di wilayah itu karena sulit untuk menemui sekolah negeri sehingga anak-anak harus bersekolah di tempat yang cukup jauh karena hanya ada satu sekolah negeri. Juga mengenai anak-anak yang harus bekerja keras untuk dapat bersekolah.
Buku ini memang seharusnya dibaca oleh semua orang karena di dalam buku ini banyak terkandung makna yang tersembunyi. Selain karena gaya penulisannya yang cantik, buku ini juga terkandung banyak kisah inspiratif. Novel ini juga dapat menggugah semangat setiap pembacanya. Saya sangat menyarankan bagi siapapun yang sedang merajut mimpinya dan butuh motivasi untuk membangkitkan semangat dalam meraih mimpi, novel ini sangatlah cocok untuk kalian baca. Bagi kalian yang belum memiliki mimpi, dengan membaca buku ini mungkin bisa menjadi sumber mimpi bagi kalian. Saya juga menyarankan kepada para pembaca yang ingin membaca novel Sang Pemimpi ini, maka akan lebih baik jika membaca buku sebelumnya, Laskar Pelangi karena buku ini merupakan buku tetralogi dan jangan membaca buku ketiga dan keempat sebelum membaca buku yang pertama dan kedua. Karena jika Anda membaca terlebih dahulu buku Edensor sebelum buku Sang Pemimpi, maka cerita menjadi kurang menarik karena Anda sudah mengetahui akhir dari cerita.
Dengan membaca buku ini, para pembaca bisa mendapatkan banyak manfaat. Karena novel ini mengajarkan nilai-nilai moral dan sosial yang tinggi dan patut untuk dicontoh. Buku ini juga menyajikan banyak pelajaran positif yang dapat diambil oleh pembaca. Selain itu novel Sang Pemimpi dapat menyadarkan pembaca bahwa kemiskinan bukanlah alasan yang dapat menghambat seseorang untuk meraih cita-citanya. Novel ini membuktikan bahwa dengan usaha dan kerja keras, mencapai mimpi yang besar bukanlah hal yang tidak mungkin bagi semua orang tidak terkecuali bagi mereka yang miskin. Novel ini juga memberitahukan kepada para pembaca bahwa dukungan dari orang-orang di sekitar kita sangatlah penting dalam memotivasi kita untuk meraih cita-cita. Sesuai dengan amanat yang ingin disampaikan oleh Andrea Hirata bahwa jangan pernah berhenti untuk bermimpi dan teruslah berjuang untuk meraih mimpi-mimpi tersebut. Bahkan tanpa mimpi, Andrea Hirata tidak akan pernah menjadi Andrea Hirata yang sekarang kita kenal.


Qonita Rahmi