Minggu, 05 Februari 2012

my girl is my wife (bagian sepuluh)

Sepulangnya dari villa, Holli tidak pernah sedikitpun merasa nyaman. Perasaannya selalu gelisah dan diliputi ketakutan. Ketakutan akan kehilangan sahabatnya. Meskipun Awan menemani Holli sampai pagi, Holli masih sesekali menangis. Pagi ini, mata Holli kelihatan bengkak karena terlalu banyak menangis.
“apa yang harus kulakukan untukmu?”, Awan mendesah panjang. Dia tidak akan tahan melihat Holli sedih seperti ini.
Holli menggeleng, “aku tidak tahu”, jawab Holli di dalam pelukan Awan.
“kau ingin aku berbicara dengan Shaila dan Radit?”, tanya Awan lagi.
Holli kembali menggeleng, “jangan lakukan itu”, desah Holli pada Awan.
Awan membelai lembut wajah Holli dengan jari-jarinya, “Holli, aku tidak akan melarangmu untuk menangis tapi kau tahu aku tidak bisa melihatmu bersedih seperti ini”
“maafkan aku”, ujar Holli dengan suaranya yang lirih.
“tidak, kau tidak perlu meminta maaf. Karena aku juga tidak akan bisa membiarkanmu menangis sendiri”, ujar Awan.
Holli melepaskan pelukan Awan darinya, “Awan, aku sangat mencintaimu”, ucap Holli dengan tulus. Awan membalasnya dengan senyuman, “aku tahu”, jawab Awan.
Awan turun dari ranjang, “lebih baik kau bersihkan dirimu dan mencuci wajahmu agar terlihat lebih cantik”, pesan Awan pada Holli, “aku akan kembali lagi”
Holli bangkit menuju cermin, melihat wajahnya melalui cermin. Holli tidak bisa untuk tidak kaget melihat wajahnya yang berantakan. Dengan matanya yang bengkak. Wajahnya terlihat sangat menakutkan. Bagaimana bisa Awan tahan melihatnya seperti ini. Holli segera membersihkan wajahnya lalu mandi. Selesai berpakaian, Awan kembali masuk ke dalam kamar Holli. Dia membawa nampan berisi makan dan air minum.
“aku bawakan kamu sarapan”, ujar Awan.
Holli menggeleng pada Awan, “kenapa harus di bawa ke kamar?”
“aku sedang berbaik hati memperlakukan diri sebagai pelayan istriku”, Awan melirik Holli kemudian tersenyum.
Baru akan memulai makan, suara ponsel Holli berbunyi. Holli segera mengangkatnya setelah melihat nama Shaila di layar ponsel. Holli diam, menunggu Shaila berbicara di ujung telepon.
“Holli”, suara Shaila terdengar gugup di ujung telepon.
Holli berusaha untuk menjawab dengan tenang, “ya”
“aku ingin bertemu siang nanti di cafe dekat sekolah”, ujar Shaila lalu menutup teleponnya.
Awan yang hanya mendengar perkataan Holli di telepon bertanya, “siapa?”
“Shaila, dia mengajak bertemu di café dekat sekolah”, jawab Holli.
Awan mengangguk, “aku akan mengantarmu”
Siang harinya Holli dan Awan datang ke café yang janjikan Shaila untuk bertemu dengan Holli. Shaila sudah duduk di dalam cafe ketika Holli dan Awan datang. Mereka berjalan menghampiri Shaila lalu duduk bersama Shaila.
“kalau kalian tidak nyaman aku ada di sini, aku akan tunggu di mobil”, ujar Awan sebelum duduk. Shaila menggeleng pada Awan, “tidak perlu”
“Shaila aku minta maaf”, ujar Holli.
Shaila memalingkan wajahnya dari Holli, “untuk apa kau minta maaf padaku?”
Holli menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kembali, dia berusaha untuk menatap Shaila, “aku tidak tahu kenapa aku harus meminta maaf padamu tapi aku tidak ingin menghancurkan persahabatan kita. Aku menyayangimu Shaila sebagai sahabatku”
Shaila menunduk tanpa menatap Holli, “aku memintamu datang karena aku ingin meminta maaf padamu”, ujar Shaila.
“Shaila, kau tidak perlu meminta maaf karena aku tidak marah padamu”, jawab Holli.
Shaila menjawab dengan mata berkaca-kaca, “tidak seharusnya aku memarahi dan menamparmu semalam”, Shaila berusaha mengangkat wajahnya untuk menatap Holli, “aku hanya marah pada diriku sendiri”, air mata mulai berjatuhan di pipi Shaila.
“aku mencintai Radit”, aku Shaila pada Holli. Sekali lagi Holli mendapatkan berita yang membuatnya sangat terkejut. Shaila menyukai Radit?berita apalagi ini?kemarin dia mendapatkan kenyataan bahwa Radit menyukainya tapi sekarang Shaila menyukai Radit. Semua hal ini tidak masuk di akal menurut Holli.
Dengan mulut ternganga, Holli bertanya pada Shaila, “sejak kapan?”
“sejak kita bersahabat, tapi Radit sangat menyukaimu”, ujar Shaila dengan sedih, “aku senang sekali waktu mengetahui kau sudah menjadi kekasih Awan tapi ketika aku melihat Radit menciummu aku jadi marah sekali pada kalian berdua”, jelas Shaila di tengah isak tangisnya.
Holli menggeleng sembari menenangkan Shaila, “kami tidak sampai berciuman, aku menghindarinya”
“aku tidak seharusnya memarahimu, maafkan aku”, ujar Shaila lagi, “aku hanya marah, aku sudah mengalah padamu selama tiga tahun ini. Aku selalu cemburu setiap kali Radit memberi perhatian lebih kepadamu sementara aku harus berusaha untuk tidak menunjukkan amarahku”
Mendengar penjelasan Shaila, sekarang Holli merasa sangat bersalah pada Shaila. Ternyata selama tiga tahun ini dia sudah menyakiti perasaan sahabatnya. “Shaila, aku bahkan tidak sadar kalau aku sudah menyakiti perasaanmu. Maafkan aku”, ujar Holli, “kenapa kau tidak mengatakannya padaku?”
Shaila menggeleng, “aku tidak bisa memberitahumu karena aku tahu Radit tidak menyukaiku, dia menyukaimu”
“aku benar-benar tidak menyadari kalau selama tiga tahun ini Radit menyukaiku”, jawab Holli, “dan kenapa Radit tidak pernah mengatakannya padaku?”
Shaila mengangkat kedua bahunya, “mungkin Radit merasakan ketakutan yang sama sepertiku. Kau terlalu acuh padanya Holli”
“kau harus mengatakannya pada Radit”, Awan menyela pembicaraan, “maaf. Tapi aku tahu bagaimana rasanya saat seorang yang kita cintai bersama dengan orang lain jadi akan lebih baik jika kita mengatakan perasaan kita kepada orang yang kita cintai”
Shaila menatap Holli dan Awan bergantian, “aku minta maaf pada kalian. Holli, maaf karena aku sudah menuduhmu merebut Awan dari Laura”, ujar Shaila, “sepertinya Awan sangat mencintaimu”, Shaila tersenyum pada Holli.
“aku juga harus minta maaf padamu karena tidak bisa memberitahumu kalau kami sudah menikah”, Holli bisa bernafas lega setelah mengatakan hal itu pada Shaila.
Shaila terlihat sangat terkejut mendengar pernyataan dari Holli, “kalian bercanda?”
Holli menggeleng. Awan menjawab, “kami memang sudah menikah”
“hah, tidak bisa ku percaya. Sejak kapan?”, tanya Shaila seolah melupakan masalahnya.
Holli tersenyum malu pada Shaila sebelum menjawab, “beberapa bulan yang lalu, sebelum Awan pindah ke sekolah kita”
“jangan katakan padaku kalau Laura yang sudah merebut Awan darimu?lalu bagaimana bisa kalian menikah?”, tanya Shaila dengan penuh penasaran.
“tidak, Laura adalah sahabat kecilku dan kami memiliki hubungan khusus tapi setelah aku bertemu Holli, aku mulai mencintai Holli dan menyadari kalau hubunganku dan Laura bukan terjadi karena cinta. Ceritanya panjang sekali, kami di jodohkan”, jawab Awan pada Shaila. “kami merahasiakan pernikahan kami karena pada awalnya kami menikah karena terpaksa dan kami juga menjaga agar orang lain tidak menganggap pernikahan kami karena sebuah kesalahan”
Shaila menggelengkan kepalanya dengan wajah bingung, “kalau bukan kalian yang mengatakannya padaku mungkin aku tidak akan percaya”
“maaf karena aku terpaksa berbohong padamu”, ucap Holli, “rasanya lega sekali setelah mengatakan ini padamu”
“aku mengerti”, jawab Shaila singkat.
Holli tersenyum pada Shaila, “jadi bagaimana dengan Radit?kau butuh bantuan kami?aku juga belum sempat meminta maaf padanya”
Shaila menggeleng, “tidak perlu, sepertinya Radit masih belum bisa melupakanmu”
Tiba-tiba saja Awan merangkul Holli, “dia hanya tidak menyadari kalau kau yang selalu ada untuknya”, ujar Awan pada Shaila, “dia selalu saja mencoba menjauhkanku dari istriku sendiri”, gerutu Awan.
Holli menepuk bahu Awan, “jangan seperti itu, Radit juga sahabatku”
Awan berpura-pura terkejut saat Holli menepuk bahunya, “bukankah sudah pernah kukatakan padamu sahabat jatuh cinta pada sahabatnya, rantai hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara persahabat dan cinta”, ujar Awan. “kalian bertiga bersahabat tetapi dibaliknya ternyata kalian saling mencintai satu sama lain. Shaila mencintai Radit tetapi Radit mencintaimu dan kau…”, Awan menggantung perkataannya, “…terjebak pernikahan denganku dan akhirnya mencintaiku”, ujar Awan mencoba menggoda Holli. Sebelumnya Holli tidak pernah mendengar Awan merayunya seperti itu di hadapan orang lain, rasanya aneh mendengar Awan yang mengucapkannya sementara Awan adalah orang yang terlihat dingin di hadapan orang lain.
Holli memberikan senyumnya pada Awan, “sepertinya ada yang salah denganmu”, Holli meletakkan telapak tangannya di kening Awan.
“aku baik-baik saja”, Awan menarik tangan Holli dari keningnya, “hanya sedikit senang melihatmu kembali tersenyum”
Beberapa detik setelahnya ponsel Awan berdering. Awan segera mengangkatnya, “hallo”, sapa Awan. Kemudian Awan menjauh dari Holli dan Shaila untuk berbicara dengan seseorang yang menelponnya.
“aku senang melihatmu bahagia bersama Awan”, ujar Shaila, “jauh lebih baik daripada kau tinggal sendiri di rumah ayahmu itu dengan istrinya yang selalu mengawasimu”
Shaila mengangguk, “kau benar”. Awan kembali menghampiri Holli dan Shaila. “dari siapa?”, tanya Holli pada Awan.
Awan duduk kembali di tempatnya, “Helana”
Holli mengerutkan keningnya pada Awan, “untuk apa dia menghubungimu?”
Awan mengangkat kedua bahunya, “entahlah, dia meminta kita untuk datang ke rumahnya hari ini”. Holli mengerutkan keningnya lalu mengabaikan kembali mengenai istri ayahnya.
“apa kau akan menemui Radit hari ini?”, tanya Holli lagi pada Shaila.
Shaila mengangkat kedua bahunya, “entahlah tapi kurasa waktunya belum tepat”, Shaila menyampirkan tas ke lengannya, “aku harus pergi sekarang, terima kasih kalian sudah mau menemuiku dan memaafkanku”, ujar Shaila.
Shaila bangkit dari duduknya. Holli dan Awan mengikuti Shaila bangkit dari tempat duduk. “kalau ada waktu datanglah ke rumah kami”, tawar Awan pada Shaila sebelum Shaila pergi.
“lebih baik kita segera ke rumah ayahmu”, ujar Awan pada Holli. Holli hanya mengangguk.
Satu jam kemudian mereka sudah sampai di rumah ayah Rudi. Ini pertama kalinya juga Holli berkunjung ke rumah ayahnya. Ayahnya tidak pernah membawa Holli ke rumah ini terutama Helena, dia sangat tidak suka jika Holli sampai menginjakkan kaki di rumahnya. Tetapi entah untuk urusan apa, Helena menyuruh Holli dan Awan untuk datang ke rumahnya.
“silahkan duduk”, Helena mempersilahkan Awan dan Holli namun nada suaranya tidak terdengar ramah sama sekali. Beberapa menit kemudian Hana keluar dari sebuah kamar, dia langsung berlari menghampiri Awan.
Seperti biasa Hana selalu menempel pada Awan, “kak Awan, aku rindu sekali padamu”, rengeknya pada Awan. Awan hanya berusaha untuk menjauhkan Hana darinya namun tidak membentaknya seperti biasa mungkin karena menghormati Helena.
“ibu, lihatlah bukankah kak Awan lebih cocok bersamaku?”, ujar Hana pada ibunya.
“aku tidak akan berbasa-basi pada kalian”, ujar Helena. Dia meletakkan sebuah kertas dengan sebuah pulpen di atasnya. Kedua benda itu disodorkannya pada Awan dan Holli. “kalian tanda tangan di sana”, dia menunjukkan tempat di dalam kertas untuk di tandatangani.
Holli melirik kertas tersebut, merasa ada yang aneh. Holli merasa sesuatu yang buruk akan terjadi padanya, “kertas apa itu?”, Holli bertanya tanpa membaca isi dalam kertas.
Helena mengangkat kaki kanannya untuk diletakkan di atas kaki kirinya, “setelah ku amati, ternyata menikahkan kalian bukanlah hal yang baik”, ujarnya. Holli semakin yakin bahwa dia hanya akan memberikan berita buruk pada Holli.
“melihat kalian berdua sangat menggangguku sekali”, ujarnya lagi.
Holli meremas pakaian yang dikenakannya, geram pada wanita yang ada di hadapannya sekarang. “kami tidak pernah mengganggumu sedikitpun”, tanpa sadar Holli menggeram padanya.
Helena menatap sinis pada Holli, “aku tidak suka melihatmu bersama pria ini”, kemudian matanya menatap Awan.
“apa yang sedang kau bicarakan?”, ujar Awan.
Dia menyunggingkan setengah bibirnya pada Awan dan Holli, “kalian tidak pantas untuk menikah”
Awan terpancing kemarahannya pada Helena, “apa maksudmu?”
“aku ingin kalian bercerai”, jawabnya dengan mata melirik kertas yang sudah disodorkannya pada Awan dan Holli. Seisi rumah seperti menggungcangkan tubuh Holli. Berharap apa yang didengarnya adalah salah. Hana tersenyum bersama ibunya.
Awan mengambil kertas yang ada di hadapannya. Dia membacanya dengan cepat lalu melemparkan kertas tersebut, “apa yang kau lakukan?aku tidak akan menceraikan Holli”
Hana berbisik pada Awan, “kau harus menceraikannya kak”
Awan menggenggam erat tangan Holli ketika Helena kembali berbicara, “tentu saja kau harus menceraikannya. Lagipula kalian belum mengerti mengenai pernikahan yang sesungguhnya, kalian belum cukup dewasa”, ucapnya dengan sinis, “dan kalian belum pernah melakukan apa yang seharusnya dilakukan sepasang suami-istri”, liriknya pada Holli dan Awan.
Helena tersenyum penuh arti pada Holli, “kau masih perawan dan cantik jadi masih banyak pria lain yang ingin menikahimu”, jelasnya pada Holli.
“kau tidak bisa memaksaku untuk bercerai dengan Awan”, geram Holli padanya.
Hana melebarkan kedua bola matanya pada Holli, “beraninya kau berbicara seperti itu pada ibuku”
Bibir Helena seakan sedang tertawa lalu berkata, “tentu saja aku bisa”
Awan bangkit dari duduknya, menarik tangan Holli bersamanya, “aku katakan sekali lagi, aku tidak akan menceraikan Holli”, bentak Awan padanya. Awan menarik Holli untuk pergi, “lebih baik kita pergi”
Dengan cekatan Hana menangkap lengan Holli disusul oleh ibunya.  “apa yang kalian lakukan?”, ujar Holli. Mereka terus menarik Holli, melepaskan genggaman tangan Holli dari Awan.
“SATPAM”, teriak Helena.
Awan berusaha untuk mengambil Holli kembali namun Hana menahannya sementara Helena menyeret Holli masuk ke dalam sebuah kamar lalu menguncinya dari luar. Dia mengayun-ayunkan kunci itu di hadapan Awan. Holli mengetuk-ngetuk pintu dari dalam kamar, mencoba untuk mendobraknya.
“Holli”, jerit Awan. Akhirnya Awan mendorong Hana sampai dia jatuh di lantai. Awan mendekat ke kamar di mana Holli berada di dalamnya. “Holli”, panggil Awan.
“Awan, keluarkan aku dari sini”, suara Holli terdengar pecah. Dia mulai terisak, “aku tidak mau bercerai denganmu”
Awan membentur-benturkan tubuhnya di pintu, “aku akan mendobraknya”, Awan menyiapkan kuda-kudanya untuk mendobrak pintu kamar namun dua orang satpam sudah menahan lengannya. Awan mencoba untuk memberontak, “lepaskan, aku tidak akan keluar tanpa istriku”
“kak Awan, aku minta maaf karena membiarkan satpam menahanmu”, ujar Hana.
Helena kembali menghampiri Awan, memamerkan kunci yang ada di tangannya. “dia tidak akan keluar sebelum kalian menandatangani surat itu”
“kau sudah menyerahnya padaku lalu kenapa kau ingin merebutnya kembali?”, geram Awan padanya.
Helena menyunggingkan senyumnya, “aku tidak suka melihatnya bahagia sementara kehadirannya di keluargaku sangat membuat keluargaku tidak nyaman”
“kau tidak berhak atas Holli, lagipula ayahnya sudah tidak pernah mengunjunginya lagi”, potong Awan.
Helena menggeleng, “KARENA AKU MELARANGNYA!”, teriaknya, “kalau aku tidak melarangnya mungkin setiap hari dia akan mengunjunginya dan mengabaikanku juga anak-anakku”. Dia kembali tersenyum pada Awan, “lagipula anakku sangat menyukaimu, kau harus bersama dengan anakku”
“itu tidak mungkin, aku sudah menikah dengan Holli”, ujar Awan.
Helena melirik Hana kemudian Awan, “aku tahu bagaimana perasaan anakku saat mencintai suami orang lain”, ujarnya, “karena aku pernah merasakannya”
“kau tidak tahu bahwa ayah Rudi memiliki istri”, sahut Awan dengan bingung.
Helena kembali menyunggingkan senyumnya, “atau hanya berpura-pura tidak tahu?”, jawabnya pada Awan. “AKU MEREBUTNYA”, pekiknya.
Awan kembali memberontak, “kau wanita yang jahat”
“kau harus menikah dengan anakku dan menceraikan Holli”, jelasnya pada Awan. Awan masih memberontak, “sampai mati pun aku tidak akan pernah menceraikan Holli dan tidak akan pernah menikah dengan orang lain”
Hana menghentakkan kakinya ke lantai wajahnya sudah mengkerut, “kak Awan”, rengeknya. Hana berlari meninggalkan Awan dan ibunya.
“bawa dia keluar!”, perintah Helena pada kedua satpamnya. Awan kembali memberontak, mencoba untuk melepaskan dirinya.
“Awaaan”, teriak Holli dari dalam kamar.
“Holli”, lirih Awan. Awan menatap tajam pada Helena, “apa yang akan terjadi jika ayah Rudi sampai mengetahui hal ini”
“dia tidak bisa melakukan apa-apa karena aku yang memegang kuncinya”, ujarnya.
Kedua satpam itu terus menyeret Awan, “Holli, aku akan meminta bantuan ayah”, teriak Awan. Kedua satpam itu melempar Awan di depan rumah. Pintu rumah sudah tertutup dan terkunci. Terdengar Helena dari dalam rumah, “datanglah jika kau sudah mau menandatangani surat itu dan Holli akan ku keluarkan”
Awan menendang ban mobilnya sebelum masuk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju kantor ayahnya. Sesampainya di kantor ayahnya, Awan langsung mendobrak pintu ruang kerja ayahnya.
Ayah Bagas melihat Awan dengan bingung, “bagaimana pesta semalam?”, tanyanya pada Awan.
Awan duduk di sofa yang ada di ruangan, kedua tangannya mencengkeram rambutnya sendiri. Ayah Bagas mendekati Awan, “ada apa?”
“Holli di kurung”, ujar Awan lirih.
Ayah Bagas mengerutkan keningnya, “dikurung?”
“wanita itu memaksa kami untuk bercerai dan sekarang dia mengurung Holli di rumahnya”, jelas Awan terdengar frustasi.
Ayah Bagas menggeleng-gelengkan kepalanya, “keterlaluan sekali”
“apa yang harus kita lakukan?”, ujar Awan. “apa ayahnya mengetahui hal ini?”, tanya ayah Bagas.
Awan mengangkat kedua bahunya, “entahlah”
“aku akan menghubunginya”, ujar ayah Bagas. Dia mengambil ponsel dalam saku celananya lalu menekan beberapa tombol. Beberapa detik kemudian dia berbicara dengan seseorang di telepon.
Ayah Bagas mengangkat kedua bahunya pada Awan, “dia tidak mengetahui hal ini. Sepertinya dia tidak bisa menentang kemauan istrinya itu”
“apa yang harus kita lakukan?”, Awan hampir berteriak pada ayahnya. Ayah Bagas merangkul Awan. “aku mengerti keadaanmu, aku juga tidak ingin membiarkan Holli berpisah denganmu”, ujar ayah Bagas menenangkan. “bersabarlah, nanti malam kita jemput Holli”, ujar ayah Bagas.
Awan menatap wajah ayahnya yang terlihat tenang, “apa yang akan kau lakukan?”
Ayah Bagas tersenyum menatap Awan, “kau tenang saja, kalian tidak akan bercerai yang dilakukannya ini hanya seperti sebuah lelucon”
“ayah, ini bukan lelucon. Dia mengurung Holli dan memaksa kami untuk menandatangani surat perceraian itu”, ujar Awan.
Ayah Bagas menepuk-nepuk bahu Awan, “tenanglah, jika dia mengurung Holli dengan cara paksa, kita juga bisa mengambil Holli kembali dengan cara paksa”
Malam harinya Awan dan ayah Bagas datang ke rumah ayah Rudi. Dengan menahan amarahnya Awan duduk di ruang tamu bersama ayahnya juga ayah Rudi dan istrinya.
Helena kembali menyodorkan kertas beserta pulpen kepada Awan, “jadi kau sudah siap untuk menandatanganinya?”, ujarnya.
“kami datang untuk membicarakan hal ini”, ayah Bagas memberi penjelasan pada Helena, “aku tidak setuju jika mereka harus bercerai, lagipula tidak ada masalah yang terjadi pada mereka”
“aku minta maaf mengenai ini”, jawab ayah Rudi namun istrinya kembali menyela, “kami berhak atas Holli dan apapun yang terjadi dalam hidupnya”, ujarnya.
Awan tidak terlalu mendengarkan apa yang sedang mereka bicarakan. Awan sudah menyerahkan semua urusan itu pada ayahnya. Yang Awan pikirkan sekarang adalah bagaimana dengan Holli, matanya tidak lepas memandangi kamar tempat di mana Holli dikurung. Awan merasa keadaan Holli tidaklah baik di dalam sana.
“aku ingin bertemu dengan Holli”, ujar Awan.
Helena menggeleng, “aku tidak mengizinkannya”
Awan mengepalkan kedua telapak tangannya mencoba menahan amarahnya, “apakah dia sudah makan?”
“dia akan mendapatkan makan jika kau sudah menandatangani surat ini”, ujarnya.
Awan merasa amarahnya tidak bisa di tahan lagi, “bahkan seorang tahanan negara pun masih diberi makan, KENAPA KAU TIDAK MEMBERINYA MAKAN?”, bentak Awan.
“jika kau merasa kasihan padanya kenapa kau tidak segera menandatangani surat itu?”, ujarnya sembari melirik kertas yang ada di hadapan Awan.
Awan melebarkan kedua matanya pada Helena, “aku akan menandatanganinya tapi biarkan aku menemuinya”, geram Awan.
“kau boleh berbicara padanya di luar kamar”, ujarnya. Awan tidak mempedulikan lagi apa yang dikatakan wanita itu. Awan bangkit dari duduknya, segera mendekat ke kamar di mana Holli berada.
Awan mengetuk pintu kamar itu, “Holli”, panggilnya.
“Awan”, suara Holli terdengar dari dalam.
Awan mendekatkan telinganya ke pintu, “apa kau baik-baik saja?”, ujar Awan, “aku akan segera mengeluarkanmu”
“apa kau sudah makan?”, tanya Awan lagi. Dari dalam kamar, Holli menggeleng namun Awan tidak akan bisa melihatnya.
“Holli, apa kau baik-baik saja?”, tanya Awan lagi karena tidak ada jawaban dari Holli.
Beberapa detik kemudian baru terdengar lagi suara Holli, “aku baik-baik saja, hanya saja…”, Holli menggantungkan perkataannya beberapa detik sebelum melanjutkan, “hari ini jadwalnya aku datang bulan”, ujar Holli dengan malu-malu namun dia hanya bisa berharap pada Awan yang bisa mengeluarkannya, “perutku sedikit sakit dan aku butuh pembalut”
Awan semakin mendekatkan dirinya ke pintu kamar, meraba-raba pintu kamar berharap bisa menyentuh Holli, “apakah sakit sekali?”, ujar Awan.
“jangan mengkhawatirkanku, ini sering terjadi. Aku hanya perlu membaringkan tubuhku”, jawab Holli dengan lirih.
Awan menggeleng-geleng kepala di luar kamar, “bersabarlah”
“Awan”, ujar Holli.
“ya”
“kau masih mempunyai hutang janji padaku”, ujar Holli dari dalam kamar.
Awan mengingat janji yang diberikannya pada Holli untuk menuruti sebuah permintaannya. “kau ingin aku melakukan apa?”, tanya Awan.
Holli meneteskan air matanya tanpa diketahui Awan, “berjanjilah kau tidak akan menceraikanku”, sahut Holli.
Awan mengepalkan tangannya, menutup kedua matanya menjawab permintaan Holli hanya dengan sebuah gumaman, “hm”
“apakah ayahku ada di sana?”, tanya Holli lagi. Awan menatap wajah ayah Rudi lalu menjawab perkataan Holli, “ya, apa kau ingin aku memangilkannya untukmu?”
“tolong panggilkan dia”, jawab Holli. Awan memberi kode pada ayah Rudi untuk menghampirinya. Ayah Rudi mendekat ke pintu kamar. Dia hanya diam di hadapan Awan.
“ayahmu sudah ada”, ujar Awan.
Suara Holli kembali terdengar, “ayah, aku tidak pernah meminta apapun darimu tapi kali ini aku memohon padamu”, terdengar isakan tangis Holli dari dalam, “aku mohon bantulah kami, aku tidak ingin bercerai dengan Awan”
“apa yang kau katakan?”, ujar ayah Rudi.
“ayah aku mohon, aku tidak ingin bercerai dengan Awan”, suara Holli terdengar memohon dalam tangisannya.
Ayah Rudi memejamkan matanya, tidak sanggup mendengar permintaan Holli, “Holli, maafkan aku atas semua sikap istriku padamu”, ayah Rudi menatap Awan, begitu juga Awan. Kemudian mereka bangkit, kembali lagi ke sofa.
Awan mengambil pulpen yang ada di atas kertas, dia menatap ayahnya, ayah Rudi dan terakhir Helena lalu berkata, “aku minta padamu untuk tidak kembali menganggu Holli, dia tidak bersalah atas penderitaan hidup yang kau alami karena kesalahanmu sendiri”. Awan bersiap untuk menandatangani kertas tersebut, tutup pulen sudah terbuka. Tangannya bergetar saat pulpen itu menyentuh kertas. Tapi tiba-tiba saja dengan cepat Awan melemparkan pulpen yang digenggamnya lalu merobek-robek kertas yang ada di tangannya menjadi potongan-potongan kecil. Helena terkejut melihat apa yang dilakukan Awan. Kemudian Awan melemparkan kertas itu di hadapan Helena lalu keadaan menjadi gelap. Seluruh lampu yang ada di dalam  rumah tiba-tiba menjadi padam. Kamar-kamar yang masih terbuka, terkunci dengan serentak. Mengurung anak-anak ayah Rudi di dalam kamarnya masing-masing. Seseorang meringkuk Helena setelah terdengar beberapa langkah kaki. Di tengah kegelapan kamar, seseorang menyuruh Holli menjauh dari pintu. Ada Seseorang yang telah mendobrak pintu kamar yang mengurung Holli.
“apa yang terjadi?siapa kalian?”, teriakan Helena menggemparkan seisi rumah.
Holli masih kebingungan dengan apa yang terjadi sampai seseorang menghampirinya, “Holli”, ujarnya.
Holli berusaha mengedip-ngedipkan mata, berusaha membiasakannya dengan kegelapan. Holli bisa melihat samar-samar wajah ayahnya, “ayah”
“Holli, hanya ini yang bisa kulakukan untukmu. Aku ingin kau bahagia bersama Awan”, ayah Rudi menggenggam tangan Holli. Holli memeluk ayahnya.
“aku menyayangimu”, ujar ayah Rudi. “maafkan aku juga”, sahut Holli.
“Holli”, terdengar suara Awan mendekat. “kita harus segera pergi, apa perutmu masih sakit?”, Awan berusaha untuk memastikan keadaan Holli. Kemudian Awan mengangkat Holli dengan kedua tangannya, “kita akan segera pulang”, Awan membawa Holli keluar dari kamar dalam kegelapan. Terdengar suara beberapa langkah kaki yang mengikuti langkah Awan dari belakang. Cahaya kembali terlihat, mereka sudah sampai di depan rumah. Awan membawa Holli masuk ke dalam mobil, langkah kaki yang terdengar Holli ternyata adalah langkah beberapa orang pria. Mereka menunduk pada Awan sebelum pergi meninggalkan rumah dengan langkah cepat. Awan masuk ke dalam mobil.  Tidak lama kemudian lampu kembali menyala. Di dalam, ayah Bagas tersenyum pada Helena. “maaf sudah mengambil Holli dengan cara seperti ini”, ujarnya pada Helena.
Helena memberontak, “AAAARRRRGGGHHHH”, jeritnya. Ayah Rudi berusaha untuk memegangnya.
“seharunya kau menyalahkan dirimu sendiri, bukan Holli”, ucap ayah Bagas sebelum meninggalkan mereka.
Ayah Bagas masuk ke dalam mobil, menoleh pada pak Halim, “jalan”
“bagaimana keadaanmu Holli?”, ujar ayah Bagas sementara di belakang, Awan tengah tercengang melihat darah yang merembes pada dress berwarna kuning yang dikenakan Holli.
Awan mengerutkan keningnya, “Holli kenapa darahnya banyak sekali?”, ujar Awan.
“jangan melihatnya, aku malu sekali”, Holli berusaha menutupi dressnya yang terkena darah, “ini hari pertama datang bulan makanya darah yang keluar juga banyak”, jelas Holli.
Ayah Bagas tertawa melihat Awan dan Holli, “kalian ini”, dia menoleh pada Awan, “kau tidak perlu kaget seperti itu jika Holli datang bulan”
“pantas saja jika perutmu sakit, darah yang keluar banyak seperti itu”, gumam Awan.
“ibumu juga sering sakit perut di hari pertama datang bulan, katanya itu sangat sakit”, kata ayah Bagas pada Awan.
Awan menyentuh kening Holli dengan telapak tangan kanannya, “tubuhmu sedikit demam”, kata Awan dengan khawatir, “berbaringlah”, Awan menawarkan Holli untuk berbaring di pangkuannya. Holli membaringkan tubuhnya di atas pangkuan Awan.
“lebih baik kau mengurut perut Holli, itu akan membuatnya lebih baik”, ayah Bagas memberikan saran, “aku selalu melakukannya pada istriku”
Awan terkejut dengan saran ayahnya, begitu juga Holli. “apakah boleh?”, ujar Awan pada Holli. Holli mengangguk pelan lalu memejamkan matanya. Awan merasa sangat gugup ketika tangannya menyentuh dress yang berada di atas perut Holli. Dengan perlahan Awan mengurut perut Holli. “aku tidak pandai mengurut, apakah sudah lebih baik?”, ujar Awan pada Holli. Holli mengangguk pelan memberikan senyumnya pada Awan. Tangan Awan yang bebas kini membelai lembut rambut Holli.
“terima kasih sudah menepati janjimu”, ucap Holli pada Awan. Awan menggeleng pada Holli, “kau pikir aku akan melepaskanmu begitu saja”, jawab Awan.
“berkat rencana ayah, aku berhasil membebaskanmu”, ujar Awan. Ayah Bagas tertawa keras di tempatnya, “itu soal mudah, hanya saja kalian terlalu panik dan menganggap kejadian itu serius”
“semua ini juga tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bantuan ayahmu”, ujar Awan pada Holli.
“maaf tuan, apakah kita akan berhenti di mini market?”, sela pak Halim. Awan melihat sebuah mini market di pinggir jalan, “berhenti”, ujar Awan.
“kau akan membelikan pembalut untukku?”, tanya Holli pada Awan ketika mobil berhenti di depan sebuah mini market. Awan terdiam, “apakah harus aku?”, gumamnya.
Pak Halim menyela, “apakah perlu saya yang membelikannya?”
Awan menggeleng dengan cepat, “tidak, biar aku saja”. Holli bangkit dari pangkuan Awan, membiarkan Awan keluar dari mobil.
Beberapa menit kemudian Awan kembali ke dalam mobil, dia mengerutkan seluruh wajahnya. Meletakkan kedua telapak tangannya di wajahnya sendiri, “kau membuatku harus melakukan hal yang memalukan, kalian harus lihat bagaimana wajah pelayan itu saat melihatku dengan curiga karena tengah membeli sebuah pembalut wanita”, cerita Awan pada mereka. Ayah Bagas, Holli dan pak Halim hanya tertawa mendengar cerita memalukan Awan.
“maaf”, ujar Holli di tengah tawanya lalu Holli menghentikan tawanya untuk mengecup pipi Awan, “hadiah dariku”
Awan kembali tersenyum, “kalau dapat hadiah seperti ini, aku rela melakukannya lagi”
Sesampainya di rumah, Awan membangunkan Holli yang hampir tertidur di pangkuan Awan. Awan mencoba menggelitik Holli, namun Holli tidak juga bangun. Akhirnya Awan mengangkatnya dari dalam mobil. Ketika Awan membawa Holli, sebelah mata Holli mengintip Awan. Kemudian Holli tersenyum.
“aku tidak benar-benar tidur, turunkan aku”, kata Holli ketika membuka kedua matanya.
Awan mengangkat kedua bahunya, “kau sudah membuatku mengangkatmu dari dalam mobil, jadi aku akan menyelesaikan tugasku”
Tiba di dalam kamar Holli, Awan menurunkan Holli dengan perlahan. “lihatlah, banyak sekali darah di bajumu lebih baik kau cepat membersihkan diri lalu pakai pembalutmu”, ujar Awan sambil mengernyitkan dahinya melihat darah di dress Holli.
Awan berjalan keluar dari kamar Holli, ketika dia sudah memegang kenop pintu Awan kembali berbalik, “aku senang bisa membawamu kembali”
Beberapa menit kemudian setelah Holli selesai membersihkan diri dan mengganti baju, Awan masuk ke dalam kamar dengan membawakan makanan. Holli menggeleng pada Awan, “kau selalu saja membawakan makanan ke dalam kamar”
Awan meletakkan makanan itu di atas meja dan berkata, “bukankah aku suami yang baik mau membawakan makanan untuk istrinya?”
Holli membaringkan tubuhnya di atas ranjang, merasakan sakit pada perutnya. Holli biasa mendapatkan sakit perut ini selama satu hari penuh pasca menstruasi hari pertama. Awan melirik Holli, melihat wajah Holli yang sedang menahan sakit. “masih sakit?”, tanya Awan. Holli mengangguk.
Awan mengambil makanan lalu menyendok makanan di dalam piring, menyodorkan sesendok makanan itu pada Holli. Holli ingin mengambil sendok yang ada di tangan Awan tapi Awan melarangnya, “kau hanya perlu membuka mulutmu”, ujar Awan. Sudah pada suapan kelima ketika Holli menggeleng saat Awan memberikan lagi sesendok makanan pada Holli. Akhirnya Awan memberikan segelas air putih pada Holli.
“berbaringlah”, ujar Awan. Holli tidak mengerti dengan apa yang diperintahkan Awan sampai Awan mendorong Holli hingga terbaring kembali di ranjang, “aku akan mengurut perutmu”, jelas Awan.
“buka bajumu”, ujar Awan. Holli membelalak mendengar perkataan Awan. Beberapa detik kemudian, Awan baru menyadari apa yang dikatakannya pada Holli. Dengan kikuk Awan membuka sedikit baju tidur Holli hanya pada bagian perut Holli, “maksudku bukan membuka semuanya”, Awan berkilah. Holli menahan nafas saat Awan membiarkan perutnya bertelanjang di hadapan Awan sementara selama ini Holli tidak pernah membuka sedikit pun bagian tubuhnya pada Awan. Sementara Awan menelan ludah. Dengan perlahan Awan mengurut perut Holli. Ketika tangan Awan mendarat di perut Holli, Holli bisa merasakan sentuhan lembut tangan Awan. Kini berbagai sensasi muncul di perut Holli, antara rasa sakit perutnya dan juga sensasi yang ditimbulkan karena gerakan tangan Awan.
Awan merasakan dirinya gugup setengah mati ketika tangannya dan jari-jarinya bermain di perut Holli. Awan merasakan sensasi yang aneh, bagaimana bisa dia meletakkan tangannya di atas perut Holli tanpa penghalang apapun. Tiba-tiba saja, tangan Holli menggapai bajunya yang terlipat lalu menutupi kembali perutnya dengan tangan Awan yang berada di dalamnya, “akan lebih baik jika seperti ini”, ujar Holli.
“ya, kau benar”, Awan menjawab dengan gugup. 


to be continue...         back

Tidak ada komentar: