Sabtu, 28 Januari 2012

my girl is my wife (bagian delapan)

Rasanya berat sekali bagi Holli untuk menginjakkan kaki di sekolah sementara Awan masih terbaring di rumah sakit. Dengan enggan Holli melangkah memasuki kelas. Holli terus berfikir bukankah seharusnya ia yang ada di rumah sakit bukannya Awan. Shaila melambaikan tangannya pada Holli namun Holli tidak mempedulikannya. Radit juga ada di sana. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting sebelum melihat Holli. Radit bangkit menghampiri Holli, “apa yang terjadi?”
Holli mengangkat bahunya setinggi mungkin, membiarkan Radit terus bertanya-tanya sementara Holli meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di bangkunya.
“kemarin lusa Awan datang ke rumah kami, dia mencarimu dan besok harinya kalian berdua tidak datang ke sekolah”, ungkap Shaila pada Holli.
Holli menjawab dengan suaranya yang datar, “dia mencariku”, bukanlah sebuah pertanyaan melainkan sebuah pernyataan.
Radit duduk di hadapan Holli, “dia kelihatan sangat frustasi, saat aku bertanya padanya apa yang sedang terjadi dia pergi begitu saja”, Radit meletakkan tangannya di atas meja, menekuknya, “apa kau baik-baik saja?aku terus memikirkanmu karena hal itu, sampai aku mendatangi rumahmu tapi seperti biasa mereka bilang kau tidak ada”
“kalian bisa lihat aku baik-baik saja, tidak ada yang terjadi”, dengan enggan akhirnya Holli menjawab segala pertanyaan mereka.
Mata Shaila menyelidiki seseorang bertubuh besar yang sedang mengawasi mereka di luar kelas, dia bertanya, “siapa yang ada di luar kelas itu?”. Radit menoleh ketika mendengar pertanyaan Shaila.
Holli menghela nafas pendek, “jangan pedulikan itu, dia hanya seorang penjaga yang dikirim ayahku”
“seorang bodyguard untuk menjagamu?apa kau sedang dalam bahaya?”, Shaila bertanya dengan mata yang menyala.
Holli menggeleng, “hanya untuk hari ini”, Holli sebenarnya tidak ingin membawa seorang bodyguard bersamanya namun ayah Bagas memaksanya, Awan juga turut memaksanya. Awan berjanji tidak akan menyuruh Holli untuk membawa seorang bodyguard jika Awan sudah keluar dari rumah sakit. Sepertinya mereka masih trauma pasca penculikan itu.
Radit menatap Holli dengan curiga, “lalu kenapa Awan mencarimu di tengah malam?kenapa kalian tidak masuk sekolah kemarin?apa yang sebenarnya terjadi?dan sekarang tiba-tiba kau datang ke sekolah dengan membawa seorang bodyguard. Apakah Awan melukaimu?”, Radit terus mencecar Holli dengan berbagai pertanyaan. Membuat Holli muak dengan semua percakapan ini.
“malam itu aku sakit, pelayan di rumahku mengambil ponselku lalu menghubungi Awan tanpa izin dariku. Setelah aku mengetahui kalau dia menghubungi Awan, aku menyuruhnya untuk tidak mengizinkan siapapun datang dan mengatakan kalau aku tidak ada di rumah. Mungkin itu sebabnya Awan mencariku ke rumah kalian. Mengenai ketidakhadiran Awan di sekolah, aku tidak tahu. Dan penjaga di luar sana, itu hanya kekhawatiran ayahku mengenai beberapa kasus penculikan akhir-akhir ini”, Holli mengatakan semua itu hanya dengan satu tarikan nafas. Holli sudah sangat muak dengan semua kebohongan yang dibuatnya. Perutnya seolah melilit setiap kali lidahnya mengeluarkan setiap kata kebohongannya.
Radit menyentuh lengan Holli dan berkata, “kenapa tidak kau katakan pada kami kalau kau sakit?”
“aku sangat marah pada pelayanku karena itu aku tidak ingin memberitahu siapapun”, ujar Holli untuk kemudian memaki-maki dirinya sendiri dalam hati.
Shaila merangkul tubuh Holli dengan lengannya, “apa sekarang kau baik-baik saja?”. Tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun untuk terus berbohong, Holli hanya menganggukkan kepalanya.
“aku masih bisa melihat lingkaran hitam di bawah matamu”, jawab Radit yang sepertinya mulai percaya pada kebohongan yang dikatakan Holli. Lingkaran hitam itu didapatkan Holli karena semalaman dia tidak tidur saat menunggu Awan di rumah sakit. Holli juga melihat lingkaran hitam di mata Awan saat membawa Awan keluar dari gudang untuk membawanya ke rumah sakit. Pak Halim mengatakan pada Holli bahwa semalaman Awan menunggu Holli di teras rumah dengan terus mencoba menghubungi ponsel Holli. Satu hal yang membuat Holli tidak percaya adalah mendengar bahwa Awan menangis saat dia mencari-cari Holli. “sekali aku menangis adalah saat ibuku meninggal dunia”, Holli masih bisa mengingat apa yang pernah dikatakan Awan padanya.
Sampai bel pulang sekolah berbunyi, tidak sedetik pun Holli melangkahkan kakinya keluar kelas. Radit sudah di luar kelas, ketika Shaila menarik Holli keluar dari kelas untuk pulang. Bodyguard yang dikirim ayah Bagas untuk Holli mengikuti di belakang mereka saat mereka berjalan bersama menuju lapangan parkir.
“hari ini Awan juga tidak masuk sekolah”, kata Radit sembari melirik Holli. Holli tetap berjalan tanpa menoleh pada Radit.
“apakah dia sakit?”, Shaila menimpali.
“menurut kabar yang kudengar begitu”, jawab Radit, “apakah kalian ingin menjenguknya?”, tanya Radit.
Holli berhenti melangkah, “kalian akan ke rumahnya?”, Holli mencoba menenangkan dirinya, sebisa mungkin untuk tidak terlihat akan kekhawatirannya.
Radit menggeleng, “dari surat yang dikirimnya, aku tahu di mana dia di rawat sekarang”
“iya, kenapa kita tidak menjenguknya saja?”, ujar Shaila bersemangat, “bukankah sekarang dia sudah menjadi teman kita?”, tambah Shaila. Tapi sejak kapan Awan menjadi teman mereka, pikir Holli. Mungkin kalau Radit karena dia sekelas dengan Awan tapi Shaila?bukankah dia bahkan tidak pernah berteman dengan Awan?atau hanya karena pergi ke kebun raya bersama Awan?ataukah yang dimaksud teman karena mereka satu sekolah?Holli menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Tidak penting untuk memikirkan hal itu.
“kalau begitu kita langsung pergi ke rumah sakit”, ujar Radit. Setidaknya mereka tidak datang ke rumah, pikir Holli. “kau ikut bersama kami bukan?”, tanya Radit pada Holli. Holli mengangguk.
“kau naik mobilku saja”, ujar Shaila sembari melirik bodyguard yang ada di belakang mereka. Holli mengeluarkan ponselnya, memberi pesan singkat pada pak Halim bahwa Holli akan naik mobil bersama Shaila ke rumah sakit. Selanjutnya Holli memberi pesan singkat pada Awan, memberinya kabar bahwa Shaila dan Radit akan menjenguknya. Setidaknya agar Awan bersiap-siap dan tidak terlihat mencurigakan.
Satu jam berikutnya, mereka sudah sampai di depan rumah sakit. Holli berjalan mengikuti Radit dan Shaila. Ketika mereka bertanya-tanya pada resepsionis, Holli hanya berpura-pura tidak tahu.
“Awan Pratama di kamar 301”, kata seseorang di balik meja resepsionis.
Mereka berjalan menuju kamar 301. Ketika Radit mengetuk pintu kamar, Holli merasa sangat khawatir. Berharap mereka tidak mengetahui apa yang terjadi pada Awan sehingga dia masuk rumah sakit. Radit membuka pintu kamar, Shaila menggandeng tangan Holli ketika masuk ke dalam kamar. Bodyguard hanya mengikuti Holli sampai pintu kamar.
Awan tersenyum senang saat mereka memasuki ruangan. Selain mereka dan Awan di sana juga sudah ada Laura yang duduk di samping ranjang Awan. Sebelum sampai di sini, Holli sempat panik tanpa memikirkan luka Awan tidak akan terlihat karena dia mengenakan baju rumah sakit.
“apa kami mengganggu?”, ujar Radit. Awan dan Laura menggeleng bersamaan. Holli tidak memperhatikan saat Awan dan Laura menggeleng, yang menarik perhatian Holli adalah genggaman tangan Laura dan Awan. Ketika menyadari tatapan Holli pada tangan mereka, Awan segera melepaskan genggaman tangan Laura.
“duduklah”, ujar Awan. Laura bangkit dari duduknya, “sebaiknya aku pergi”, katanya dengan ramah.
“apakah kau pergi karena kedatangan kami?”, ujar Shaila terlihat perasaan bersalah di wajahnya. Laura memberikan senyumnya, “tidak, tapi aku masih ada keperluan yang lain lagipula aku sudah di sini selama beberapa jam”
Sebelum pergi Laura kembali menatap Awan, “untuk yang terakhir”, ucapnya lalu mengecup pipi Awan, “cepat sembuh”, bisiknya. Laura berjalan melewati mereka. Entah hanya perasaan Holli atau bukan, tapi Holli sempat melihat Laura tersenyum padanya.
Ketika Radit dan Shaila duduk, Awan mencuri pandang pada Holli dan meminta Holli untuk duduk di tempat yang sebelumnya diduduki Laura. Dengan enggan Holli menuruti permintaan Awan.
Awan bergerak dari tidurnya, mencoba untuk dapat bersandar di kepala ranjang. Namun gerakan Awan hanya membuat lukanya terasa sakit dan membuatnya mengerang. Dengan cepat Holli bangkit dari duduknya, “kau baik-baik saja?apakah sakit?”, ujar Holli cemas. Holli membantu Awan untuk bersandar, meletakkan bantalnya di kepala ranjang lalu menyanggah tubuh Awan untuk berbaring di atasnya. Sehingga posisi Awan menjadi setengah berbaring dan setengah duduk. Radit berdehem memperhatikan Holli yang bersikap berlebihan pada Awan.
Holli menyadari keberadaan Radit dan Shaila, dengan cepat Holli kembali ke tempat duduknya. Awan hanya tertawa pelan, “maaf, aku agak sulit untuk bangun sendiri”
“terimakasih kalian sudah mau menjengukku”, ujar Awan.
“sebenarnya aku hanya ingin tahu kau sedang sakit apa karena sudah dua hari semenjak kau ke rumahku untuk mencari Holli, kau tidak datang ke sekolah”, jawab Radit yang sepertinya masih belum percaya setelah menanyakan Holli mengenai kedatangan Awan.
Awan mengangkat kedua alisnya sebelum menjawab, “aku di rawat  karena aku kelelahan, aku kurang beristirahat. Itu saja”, jawab Awan dengan tenang. “ah ya, aku belum meminta maaf karena sudah mengganggu tidur kalian malam itu. Aku mendapat telepon dari nomor ponsel yang tidak ku kenal dan memberi kabar kalau Holli sakit setelah aku datang ke rumahnya, penjaga di sana bilang kalau dia tidak ada di rumah makanya aku datang ke rumah kalian”, kebohongan Awan sepertinya lebih meyakinkan daripada apa yang dikatakan Holli. Beruntung Awan sudah mempersiapkan semua kebohongan ini.
“malam itu aku khawatir sekali pada Holli, beberapa kali aku mencoba meneleponnya tapi ponselnya tidak pernah aktif”, Shaila menimpali. Holli nyengir kuda, “aku sengaja menonaktifkan ponselku”
“aku fikir kekhawatiranmu pada Holli malam itu terlalu berlebihan sampai kau tidak sempat menjawab pertanyaanku”, sela Radit dengan tatapan curiga pada Awan.
Awan tertawa renyah, “aku selalu seperti itu saat aku mulai panik”
Holli bangkit dari duduknya, dia sudah muak dengan semua pembicaraan itu. “mau ke mana?”, tanya Radit.
“aku ingin mencari udara segar di luar”, ujar Holli.
Shaila juga bangkit dari duduknya, “aku ikut, aku ingin mencari makanan ringan di kantin”, kemudian Shaila menyusul Holli.
Shaila merangkul Holli saat keluar dari kamar, dia mulai berbisik, “yang aku dengar dari Rachel, ayahnya Awan memiliki sebuah perusahaan terkadang Awan membantu ayahnya bekerja di sana setiap pulang sekolah. Menurutku wajar kalau Awan kelelahan dan kurang beristirahat”, Holli hanya mendengar perkataan Shaila tanpa menjawabnya.
“bukankah Laura gadis yang sangat beruntung mendapatkan Awan?”, ujar Shaila lagi, “Awan bukan hanya tampan tapi dia juga sebagai pewaris tunggal perusahaan ayahnya”
Holli menggeleng-gelengkan kepala mendengar perkataan Shaila, “lalu kalau Awan miskin dan tidak tampan, Laura tidak beruntung mendapatkan Awan?”
Shaila tertawa, “tidak seperti itu juga, dari pengamatanku mengenai Awan dia juga penuh perhatian pada Shaila sepertinya Awan adalah seorang pria yang tidak akan membiarkan gadisnya terluka”, tambah Shaila. Holli terdiam mendengar pernyataan Shaila.
Setelah mengantar Shaila membeli makanan, Holli dan Shaila kembali ke kamar 301. Tanpa mengetuk pintu lagi, mereka masuk ke dalam kamar. Awan dan Radit menoleh ketika mereka datang.
“kau tidak membeli makanan juga?”, tanya Awan pada Holli.
“tidak”, jawab Holli dengan singkat. Shaila mendekat pada Holli untuk berbisik, “apakah kau tidak memperhatikan kalau Awan menjadi sedikit lebih perhatian padamu?”, Holli tidak menjawab bisikan Shaila.
Radit bangun dari duduknya, “kami akan pulang sekarang”
Shaila bertanya dengan bingung, “pulang?apa kita tidak terlalu cepat?”
“Awan butuh beristirahat jadi kita jangan berlama-lama di sini”, jawab Radit sambil sesekali melirik Holli dan Awan. Shaila mengambil tasnya yang ada di bangku. Holli mengikuti Shaila untuk mengambil tas juga.
“cepat sembuh”, ujar Shaila.
Awan mengangguk dan menjawab, “aku baik-baik saja, sampai jumpa besok di sekolah”
Radit dan Shaila berjalan duluan untuk keluar dari kamar, Awan mencuri kesempatan untuk menahan lengan Holli ketika yakin Radit dan Shaila tidak melihatnya. “apa kau juga akan pulang?”
Holli melepaskan tangan Awan dengan cepat ketika Radit kembali menoleh, “aku akan segera kembali”, bisik Holli.
Setelah mengantar Shaila dan Radit keluar dari rumah sakit, Holli kembali meluncurkan kebohongannya, “sepertinya ayahku akan menjemputku di sini, dia tidak suka aku pergi ke tempat lain sepulang dari sekolah”
“kau ingin aku menemanimu menunggu ayahmu menjemput?”, ujar Radit.
Shaila berkata dengan enggan, “kalau begitu aku pulang”, dia berbalik dan pergi menuju tempatnya memarkir mobil.
Holli menggeleng pada Radit, “kau pulang saja, ayahku tidak terlalu suka melihatku dengan seorang pria”, dengan enggan akhirnya Radit pergi meninggalkan Holli. Holli menunggu selama beberapa menit untuk memastikan bahwa Radit dan Shaila benar-benar sudah pergi dari rumah sakit.
Holli kembali masuk ke dalam kamar 301. Awan sedang menunggu Holli di sana. Dia tersenyum ketika mendapati Holli kembali. Holli kembali merasa kikuk saat berada di dalam satu ruangan bersama Awan. Hanya dia dan Awan. Holli duduk menjauh dari Awan.
“Holli”, panggil Awan. Holli menoleh dan menghampiri Awan. Dia duduk di samping ranjang Awan.
“ini kedua kalinya kau memanggil namaku setelah pertama kali kau memanggil namaku di dalam gudang”, terang Holli pada Awan.
Awan tertawa pelan, “benarkah?”
Holli mengangkat kedua alisnya, “aku suka saat kau memanggil namaku, daripada kau memanggilku dengan kata ‘kau’ atau ‘dia’”
“Holli”, ujar Awan lagi, “aku akan terus menyebut namamu”
“apa kau cemburu pada Laura?”, tanya Awan pada Holli. Holli menggeleng.
“dia juga cemburu padaku”, ujar Awan. Holli menatap Awan dengan bingung. “dia tidak sadar telah mengancamku”, Awan tertawa pada dirinya sendiri. Holli semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Awan. “Radit”, jelas Awan. Holli semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Awan. Kenapa dia menyebutkan nama Radit?
“dia sangat menyukaimu”, Awan tertawa pada Holli. Holli mengerutkan keningnya, “dia sahabatku”, jawab Holli.
Awan memberikan senyum manisnya pada Holli, “sahabat jatuh cinta pada sahabatnya, begitulah yang akan terjadi. Rantai hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara persahabat dan cinta”
Holli berusaha keras untuk mencerna apa yang dikatakan Awan. Radit menyukainya?bukan sebagai sahabat?bagaimana mungkin ini akan terjadi, Holli tidak pernah memberikan sedikitpun perasaannya pada Radit. Holli tertawa pahit, “tidak bisa ku percayai”
“kau tahu apa yang dia katakan padaku?”, ujar Awan. Holli menggeleng. “kalau kau berani mendekati Holli, aku tidak akan bisa memaafkanmu. Kau tidak perlu repot-repot untuk memperhatikan Holli, aku tidak ingin kau menyakiti Holli”, Awan berkata dengan suara yang berbeda, berusaha untuk mengikuti gaya bicara Radit. Holli dan Awan tertawa bersama tapi Awan menghentikan tawanya kembali menatap Holli, “apakah aku menyakitimu?”, nada suara Awan terdengar serius. Holli terdiam.
Awan meraih tangan Holli, “bukankah sudah ku katakan padamu bahwa aku mencintaimu?”
Holli memalingkan wajahnya dari Awan, “bagaimana dengan Laura?aku tidak ingin menyakiti perasaannya. Kalian sudah bertahun-tahun bersama bagaimana mungkin aku tega menghancurkan hubungan kalian berdua”, Holli mengeluarkan apa yang terpendam dalam hatinya.
“aku tidak akan mengatakan cinta padamu kalau aku belum menyelesaikan urusanku dengan Laura”, Awan tersenyum penuh arti pada Holli, “Holli”, Awan memanggil kembali nama Holli, “kau adalah cinta pertamaku”, Awan menggenggam erat tangan Holli, “perasaanku pada Laura tidak sama dengan perasaanku padamu. Sekarang aku bisa membedakan antara cinta dan persahabatan atau rasa sayang. Seperti kau dan Radit, itu persahabatan. Aku menyayangi Laura tapi aku hanya mencintaimu”, jelas Awan.
Tanpa sadar Holli meneteskan air matanya, “awalnya aku mengira pernikahan ini adalah salah satu dari kesialan hidupku tapi bersamamu dan ayahmu, aku seperti mendapatkan keluarga yang utuh dan saat aku sadar bahwa aku mulai mencintaimu, aku tidak bisa melihatmu bersama gadis lain”
Awan menghapus air mata yang mengalir di pipi Holli dengan jari-jari lembutnya, “aku juga tidak bisa melihatmu bersama pria lain”, Holli mulai tersenyum saat air matanya sudah lenyap.
“walaupun aku menganggap Radit hanya sebuah lelucon tapi terkadang aku cemburu padanya”, Holli memukul lengan Awan dengan lembut karena sudah menjadikan Radit sebagai leluconnya. Awan kembali mengulang perkataan Radit padanya. “saat dia mengatakan itu, yang ada di pikiranku adalah ternyata ada orang lain yang juga menyukai gadisku, aku seperti ingin mengatakan padanya bahwa Holli Cintya adalah gadisku”, Awan terdiam untuk menatap Holli lalu kembali melanjutkan, “my wife”, ucap Awan dengan pelan hampir seperti berbisik. Holli tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang merona saat Awan mengatakan hal itu.
Holli menundukkan wajahnya dari Awan, “entah sejak kapan itu terjadi, tapi aku benar-benar mencintai seseorang yang telah menikahiku”
“Holli”, ujar Awan lagi, “jangan pernah menghilang lagi dari pandanganku”
Mengingat kejadian penculikan itu, mengingatkan Holli akan apa yang dilihatnya di pekarangan belakang. Antara Awan dan Laura. “saat mereka menangkapku, aku sempat melihatmu dan Laura…”, Holli menggantungkan perkataannya.
Awan menggeleng pada Holli, “aku tidak melakukannya”, jawab Awan. Holli menatap Awan dengan pandangan tidak percaya dengan apa yang di katakannya namun bisa terlihat secercah kebagiaan muncul di wajah Holli, “bagaimana bisa aku melakukannya pada orang lain sementara yang aku lihat adalah bayangan istriku sendiri”. Entah mulai sejak kapan tapi sepertinya Holli mulai menyukai ketika Awan berkata ‘istriku’, dan Awan selalu mengatakannya dengan tekanan intonasi yang berbeda. Seperti kata sayang yang diberikannya pada Holli.
“jangan pernah lagi menyesali pernikahan kita, walaupun kita terlalu muda untuk menikah tapi pernikahan tidaklah seburuk yang kita bayangkan”, ucap Awan.
Beberapa menit kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu. Seorang perawat masuk ke dalam kamar, “anda sudah diperbolehkan pulang, saya akan membukakan infusnya”, kata si perawat.
“dua hari berada di sini, membuatku bosan”, ujar Awan dengan senang ketika perawat itu membukakan selang infus dari lengan Awan.
Selesai membukakan selang infus dari tangan Awan, perawat itu kembali berkata, “lebih baik anda mengganti pakaian dan mengemas barang-barang anda sementara saya akan mengambilkan kursi roda untuk anda”, ujar si perawat.
“tidak, aku tidak perlu kursi roda”, jawab Awan, “aku bisa berjalan sendiri”
Holli mulai mengemasi barang-barang milik Awan ke dalam sebuah tas, sementara Awan kesulitan untuk melepaskan pakaiannya. Saat Holli berbalik melihat Awan, hampir saja dia berteriak, “kenapa kau membuka pakaianmu sementara aku masih ada di dalam sini?”, gerutu Holli.
Wajah Awan seperti mengiba untuk meminta maaf pada Holli, “tapi bisakah kau menolongku untuk berpakaian?”, ujar Awan. “atau kau lebih suka kalau para perawat itu yang menggantikan baju untukku?”, Awan memberikan lelucon pada Holli namun Holli tidak tertawa sama sekali. Holli bisa melihat perban yang mengelilingi sebagian badan Awan. “mereka bilang aku tidak perlu lagi melilit tubuhku dengan perban seperti ini, hanya saja bekas jahitan itu masih harus di perban”, Awan berkata pada Holli tanpa di tanya.
Holli mengambilkan sebuah kemeja putih berlengan panjang milik Awan, “lebih baik kau pakai kemeja agar kau lebih mudah mengganti pakaian”, ujar Holli. Dengan berhati-hati Holli memakaikan kemeja itu ke tubuh Awan. Aroma parfum tercium dari tubuh Awan. Holli bisa melihat tubuh Awan yang bersih dan putih. Awan menahan nafasnya saat Holli memakaikan kemeja di tubuhnya. Hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya.
“maaf sudah membuatmu seperti ini”, sesal Holli.
Awan menggeleng, “kalau orang lain menanyakan luka ini padaku, maka dengan senang hati aku akan menjawab luka ini tidak seberapa di saat aku bisa melihat orang ku cintai tidak terluka. Bukankah itu terdengar dramatis?”, Awan tersenyum penuh kemenangan pada Holli.
“dan Shaila akan mengatakan padaku, Holli kau sungguh beruntung memiliki Awan”, Holli tidak bisa menahan tawanya ketika dia membayangkan wajah Shaila saat mengatakan hal itu.
Selesai mengancingkan kemejanya, Awan bangkit untuk mengganti celananya. Berkali-kali Awan mencoba untuk menunduk namun lukanya masih terasa sakit. Awan terdiam di tempatnya. Holli memperhatikan Awan, “apa kau ingin aku keluar?”, ujar Holli yang merasa tidak nyaman melihat Awan hendak membuka celananya. Holli berjalan menuju pintu kamar.
“aku tidak bisa membungkuk untuk memakai celana”, ujar Awan ketika Holli ingin membuka pintu. Holli diam di tempatnya tanpa menoleh pada Awan. Di luar bayangan Holli untuk memakaikan celana Awan.
Awan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “aku tidak ingin memintamu untuk memakaikannya untukku tapi bisakah kau panggilkan seorang perawat?”
Holli berbalik dan kembali pada Awan, “aku akan memakaikannya untukmu”, ujar Holli dengan semua keberanian yang dimilikinya.
Awan menggeleng, “tidak bisa”
“sebenarnya aku juga tidak ingin tapi aku akan menutup mataku saat memakaikannya”, ujar Holli.
“sebenarnya aku memakai celana pendek jadi kau tidak perlu khawatir, dan aku bisa membuka celanaku sendiri kau hanya perlu memakaikannya sampai lutut”, ujar Awan. Awan membuka celana rumah sakit, dan dia tidak berbohong bahwa ia mengenakan celana pendek di dalamnya. “kau yakin ingin melakukannya?”, ujar Awan meyakinkan Holli.
Holli menelan ludah lalu mengangguk, ‘Awan adalah suamiku, ini hal yang memang seharusnya ku lakukan’, pikir Holli mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. Holli mengambil celana jeans panjang milik Awan lalu dia berlutut di bawah kaki Awan.
Holli bisa melihat dengan jelas bulu-bulu kaki Awan yang berjejer dengan rapih. Bahkan bulu kakinya pun sepertinya mendapatkan perawatan yang sama dengan tubuhnya, pikir Holli. Dengan ragu Awan mengangkat kakinya saat Holli menyodorkan celananya. Mereka seperti seorang ibu yang memakaikan celana anak laki-lakinya. Pikiran mereka sudah tidak bisa terkendali saat Holli hendak mencapai lutut kaki Awan.
“berhenti”, ucap Awan. Holli terdiam. “kau bangunlah”, ujar Awan. Holli berdiri di hadapan Awan. “berbaliklah”, ucap Awan dengan pelan.
Ketika Holli berbalik, Awan berusaha untuk memakai sendiri celananya. Walaupun lukanya masih terasa perih, tapi lebih baik menahannya sebentar daripada Holli yang melakukannya. Selesai melakukannya Awan berdesis menahan perih bekas jahitan lukanya yang masih basah. Holli segera berbalik mendengar Awan, “apakah sakit?”, ujar Holli khawatir.
Awan menggeleng, “aku baik-baik saja”
“bukankah jahitan pada lukamu belum sempurna?kau harus berhati-hati agar jahitannya tidak lepas”, jelas Holli pada Awan.
Awan tersenyum pada Holli, tersenyum akan perhatian yang diberikan Holli padanya, “aku akan lebih berhati-hati”
Pintu kamar terbuka saat pak Halim masuk ke dalam kamar, “mobil sudah siap tuan”
Awan mengangguk pada pak Halim. Holli menyerahkan tas yang berisi barang-barang milik Awan pada pak Halim. Mereka keluar dari kamar rumah sakit. “apa kau butuh bantuan?”, ujar Holli pada Awan.
“aku bisa berjalan dengan baik, tapi kalau kau ingin memberikanku sedikit bantuan merapatlah denganku”, jawab Awan. Holli menuruti perkataan Awan dengan merapatkan tubuhnya pada Awan. Awan merangkul Holli.
“saya senang melihat tuan dan non Holli akrab seperti ini”, ujar pak Halim sebelum menyalakan mesin mobil.
Holli menemani Awan sampai kamarnya. Mereka duduk di tepi ranjang. “ayah mengadakan makan malam bersama nanti malam”, kata Awan. Holli mengangguk.
“ayah mengundang ayahmu dan istrinya beserta anak mereka”, Holli terdiam beberapa saat ketika mendengarnya. Holli bahkan tidak ingat kalau ayahnya memiliki anak lain selain dirinya. Holli tidak pernah melihat mereka sekali pun, yang Holli ketahui adalah mereka memiliki 3 orang anak. Jangan pernah tanyakan pada Holli siapa nama mereka.
Awan merangkul Holli, “tidak perlu khawatir, aku dan ayah akan ada bersamamu”, Awan mencoba menenangkan.
“aku bahkan tidak pernah ingat kalau ayahku memiliki anak selain diriku”, ujar Holli dengan suara yang pelan.
“ayahmu juga mengkhawatirkanmu saat kau diculik”, jelas Awan, “aku tidak ingin ada kebencian lagi dalam hidupmu”
Holli menggeleng lemah, “itu sangat sulit”
“aku akan membantumu”
Hari telah berganti menjadi malam, matahari sudah terganti oleh bulan. Acara makan malam diadakan di rumah Holli dan Awan mengetahui keadaan Awan yang baru saja keluar dari rumah sakit. Holli menarik nafas panjang saat keluar dari kamarnya, dia bergegas menuju meja makan untuk membantu para pelayan menyiapkan makanan. Setelah makanan sudah berada di atas meja dengan rapih, ayah Bagas dan juga keluarga ayahnya datang bersama. Holli menghampiri Awan ke kamarnya untuk segera menyambut mereka.
“kau harus terlihat bahagia di hadapan mereka”, bisik Awan lembut di telinga Holli. Holli mengangguk.  Dia tidak perlu berpura-pura untuk hal ini, karena pada kenyataannya Holli memang sudah bahagia bersama Awan.
Holli dan Awan menyambut mereka di pintu rumah, mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah. Holli bersalaman dengan anak-anak ayahnya. Mereka tiga bersaudara, seorang lelaki yang mirip dengan ayahnya berumur sekitar dua belas tahun, dua orang perempuan yang lebih mirip dengan ibunya satu di antara mereka berumur lima belas tahun dan yang lain Holli perkirakan umurnya baru lima tahun. Holli tidak begitu suka melihat anak ayahnya yang berumur lima belas tahun, dia terlihat mirip sekali dengan ibunya.
“kenalkan ini Galang, Hana, dan Pipit”, ayah Rudi memperkenalkan mereka pada Awan dan Holli. Hana memperlihatkan ketidaksukaannya pada Holli secara terang-terangan. Tapi sepertinya dia menyukai Awan ketika pertama kali melihat Awan. Holli menggandeng tangan Awan dengan erat, mencoba membuat Hana tidak menyukainya.
“makanan sudah di sediakan di meja makan”, ujar Awan.
Kami semua duduk di meja makan. Ayah Bagas duduk di bangku paling ujung meja makan, Awan duduk di sebelah kanannya sedangkan ayah Rudi duduk di sebelah kiri ayah Bagas beserta seluruh keluarganya. Holli duduk di samping Awan.
“aku senang bisa mengundang kalian untuk makan malam bersama kami, sebenarnya aku ingin kita makan malam di restaurant tapi karena puteraku baru keluar dari rumah sakit jadi aku hanya bisa mengundang kalian di rumah ini”, ayah Bagas membuka pembicaraan.
Ayah Rudi menggeleng, “aku senang bisa datang ke rumah ini”
Ayah Bagas mempersilahkan semuanya untuk memulai makan, “mari kita mulai makan”
Holli mengambil sendok nasi lalu menyendokkan nasi untuk ayah Bagas, “kau harus makan yang banyak”, ujar Holli sembari menyodorkan piring yang sudah berisi nasi pada ayah Bagas.
“ini terlalu banyak”, keluh ayah Bagas.
Holli meletakkan piring itu di hadapan ayah Bagas, “aku tidak ingin melihatmu sakit lagi dan membuat Awan sedih”, akhirnya ayah Bagas menyerah dengan Holli.  
“kau juga harus makan yang banyak”, ujar Holli pelan ketika menyodorkan sepiring nasi pada Awan.
Awan tersenyum dan menggeleng, “tapi makanku tidak sebanyak itu”
Holli kembali mengambil piring Awan, “baiklah aku akan menguranginya sedikit”
Ayah Bagas melirik Holli dan Awan, “kau pilih kasih sekali denganku”, gumamnya mencoba meledek Holli.
Ayah Rudi hanya memperhatikan kedekatan Holli, ayah Bagas dan juga Awan. Yang membuat Holli senang adalah ketika melihat wajah Helena seperti kepiting rebus. Dia kelihatan sangat kesal pada Holli. Dan Hana, dia masih saja menatap wajah Awan dan terlihat muak saat melihat kedekatan Holli dengan Awan.
Ayah Rudi berbicara di tengah makannya, “aku senang sekali melihat keakraban kalian bertiga”
Holli menelan makanan yang ada di mulutnya dan berkata, “aku juga senang melihat kedekatan kalian sekeluarga”, Holli mencoba menyindir ayahnya namun Awan menyenggol siku Holli untuk mengingatkan. Holli mencibir lalu kembali melanjutkan makannya.
“kalian tenang saja, aku dan ayahku akan menjaga Holli dengan baik dan tidak akan pernah menyia-nyiakannya”, ujar Awan sambil mengaggukkan kepalanya. Holli hampir tersedak oleh makanannya ketika mendengar perkataan itu keluar dari mulut Awan. Bukankah apa yang dikatakannya sama saja dengan menyindir?
“berbicara soal menjaga Holli, sebenarnya aku ingin meminta maaf pada kalian karena kejadian penculikan beberapa waktu lalu”, ayah Bagas berhenti berbicara untuk minum. “ini semua adalah salahku jadi aku mohon pada kalian untuk memaafkanku, aku berjanji kejadian seperti itu tidak akan terulang kembali”
“kau tidak perlu meminta maaf, kami tidak keberatan karena hal itu”,  Helena menjawab tanpa menghentikan makannya. Ayah Rudi menyenggolnya dengan keras hingga dia menghentikan makannya. Ayah Bagas terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, “tidak keberatan?”, tanya ayah Bagas. Holli yang mengerti apa yang dikatakan oleh Helena melanjutkan makannya dengan kesal.
“ah tidak, maksud kami adalah kami juga sangat berterima kasih karena kau sudah menganggap Holli sebagai anakmu sendiri masalah kejadian waktu itu aku tidak marah padamu yang terpenting adalah Holli sudah kembali dengan selamat”, ayah Rudi mencoba menjelaskan.
Awan ikut berbicara, “masalah Holli sudah menjadi tanggung jawabku jadi kalian tidak perlu khawatir”
“aku tahu kalau kak Awan memang pria yang baik”, tiba-tiba sebuah suara yang tidak diinginkan turut dalam pembicaraan ikut berbicara, Hana.
Holli menghentikan makannya dan berbicara, “tentu saja Awan pria yang baik, kau tidak pernah berniat untuk mencari istri lagi bukan?karena aku tidak suka pada pria yang meninggalkan istrinya demi wanita lain”, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, Holli menyindir Hana sekaligus ayahnya.
Awan menggenggam tangan Holli untuk meredamkan amarahnya, “aku bersumpah tidak akan menyakitimu”
Karena merasa tidak enak hati pada ayah Bagas, Holli menarik kembali kata-katanya, “maafkan kata-kataku yang tidak seharusnya aku katakan di depan kalian”
Hana menatap garang pada Holli, “tentu saja kau harus meminta maaf”
Tiba-tiba saja Pipit bertanya kepada ibunya, “ibu, memangnya kak Holli itu siapa?”
“dia bukan siapa-siapa, hanya orang lain”, bisiknya menjawab pertanyaan Pipit namun perkataannya masih bisa didengar dengan jelas oleh yang lain. Hana tersenyum mengejek pada Holli, ayah Rudi hanya menunduk dalam di bangkunya, sementara ayah Bagas menatap sedih pada Holli. Ini adalah makan malam paling tidak menyenangkan yang pernah dialami Holli.
“kau baik-baik saja?”, bisik Awan di telinga Holli. Holli mengangguk dengan tenang.
Selesai makan malam, ayah Bagas mengajak ayah Rudi dan istrinya berbincang di ruang tamu. Holli dan Awan duduk di bangku halaman belakang meninggalkan tiga anak ayah Rudi yang sedang bermain di dalam rumah.
“aku membuatkan susu hangat untukmu”, Holli menyodorkan segelas susu pada Awan.
Awan menggeser bangkunya mendekati Holli, “apa kau sedih?”
Holli menggeleng, “kau bertanya apakah aku sedih karena perbincangan di meja makan tadi?”, Awan mengangguk. “terkadang memang membuatku sedih tapi sekarang aku tidak terlalu mempedulikannya, aku bukan Holli yang dulu lagi yang hanya diam saat mereka menyakitiku seperti itu”
Awan melebarkan dadanya pada Holli, “bersandarlah padaku”
Holli menggeleng dan tersenyum nakal pada Awan, “tidak”
“ayolah, aku tahu kau membutuhkannya”, Awan menarik lembut kepala Holli dan menyandarkannya di dadanya.
Holli tertawa dengan pelan, “apa kau mendengarnya?”, tanya Awan. Holli mengangguk dan tersenyum, “selalu seperti itu saat dekat denganmu”. Holli kembali mendengarkan detak jantung Awan.
“mendengarnya membuatku lebih baik”, ujar Holli. Holli tidak bisa menahan untuk tertawa, “kau pasti tersipu, aku bisa mendengar jantungmu berdetak lebih cepat lagi dari sebelumnya”
Holli mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi wajah Awan, “aku tidak bisa menjelaskannya secara ilmiah kenapa kau bisa membuat jantungku bekerja dengan cepat”, ujar Awan. “tapi mungkin aku tahu bagaimana caranya membuat jantungku bekerja semakin lebih cepat”, tangan Awan membelai lembut wajah Holli. Mendekatkan wajahnya pada wajah Holli. Holli menahan nafasnya sementara nafas Awan menggelitik wajah Holli. Hidung Awan bersentuhan dengan wajah Holli. Sekarang Holli bisa merasakan lembutnya bibir Awan saat bibir mereka bertemu sementara tangan Awan membelai lembut leher dan tubuh Holli. Holli melingkarkan tangannya pada tubuh Awan. Semakin dekat dan semakin dekat. Holli bisa merasakan bibir Awan yang hangat. Merasakan manis di bibir Awan yang berasal dari susu yang diminumnya.
Awan menarik kembali wajahnya dari Holli dengan perlahan. Nafas mereka saling menderu. Holli tidak bisa menutupi wajahnya yang kini berubah warna menjadi merah muda. “aku mencintaimu, Holli”, bisik Awan dengan lembut di telinga Holli.
“aku ingin kau menjadi kekasihku”, bisik Awan lagi. Kata-katanya bukanlah sebuah permintaan melainkan sebuah kepastian darinya. Holli mengangguk dengan malu-malu. Seketika itu juga Awan memeluk Holli dengan erat.
“apa yang kalian lakukan?”, suara cempreng Hana membuat Awan melepaskan pelukannya. Holli menggerutu karena kehadiran Hana.
Awan berbalik melihat Hana, “apakah ada yang salah jika aku memeluk istriku sendiri?”, ujar Awan padanya.
Hana menggeleng, “tentu saja kau tidak salah, tapi dia pasti sudah merayumu untuk memeluknya?”, tuduh Hana pada Holli. Holli hanya mencibir mendengar perkataan Hana, yang tidak jauh berbeda dengan apa yang juga pasti akan dikatakan ibunya pada Holli.
Hanna mendekat pada mereka lalu mengambil bangku untuk duduk di samping Awan. Kemudian dia menarik tangan Awan dan bersandar di bahu Awan. Awan hanya mengangkat bahunya ketika Holli melirik mereka. “kau tidak marah sayang?”, bisik Awan menggoda Holli.
“aku tahu kau tidak akan mudah terpikat olehnya”, jawab Holli.
Awan mencoba menarik lengannya dari Hana, “apa yang kau lakukan?”, tapi Hana menahan lengan Awan dengan kuat.
“seharusnya kau bertemu denganku lebih dulu”, ujar Hana. Hana melirik Holli dengan tatapan kebenciannya, “pantas saja kau setuju untuk menikah muda, kau mencoba membuat kak Awan menikah denganmu agar tidak ada gadis lain yang mendekatinya”, sindirnya pada Holli, “gadis sepertimu pasti menginginkan harta Om Bagas bukan?walaupun kau tahu kak Awan tidak menyukaimu tapi kau tetap ingin menikahinya, bukankah itu alasanmu?”
Holli mengangkat bahunya tinggi-tinggi, “terserah kau mau bilang apa”
Awan menatap kesal pada Hana, “aku tidak suka kau menjelek-jelekkan Holli seperti itu”, ucapnya dingin. Sikap Awan pada Hana mengingatkan Holli pada saat pertama kali Holli mengenal Awan.
Hana menunjukkan sikap manjanya pada Awan, “aku tidak menjelek-jelekkannya kak tapi dia memang seperti itu”
“dengar, aku tidak suka bersikap seperti ini padamu karena kau adalah anak dari ayahnya Holli jadi bisakah kau tidak mengganggu Holli?”, sepertinya Awan berusaha untuk memilah-milah kata yang akan dikeluarkannya karena biasanya dia akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan.
Hana semakin mendekat pada Awan, “aku tahu kau tidak akan bisa marah padaku”, sahutnya, “tapi kau sama sekali tidak cocok dengan Holli”
Dari dalam rumah terdengar suara ayah Bagas memangil Awan. Awan bangkit dari duduknya setelah melepas tangannya dari Hana, “ayah memanggilku”, ujar Awan. Awan berjalan meninggalkan Hana dan Holli. Hana mendengus kesal pada Holli dan berlari untuk menghampiri Awan tapi ketika dia berlari kaki kanannya terbelit oleh kakinya yang lain sehingga membuatnya menabrak Awan. Awan terjatuh di atas rumput dengan Hana yang memegangi kaki Awan. Awan meringis memegang pinggangnya.
Dengan cepat Holli berlari menghampiri Awan, “apakah lukamu sakit?”, Holli membantu Awan untuk bangun. Holli mengangkat baju Awan untuk memeriksa bekas jahitan yang ada di pinggangnya. Holli bernafas lega karena tidak melihat darah di sekitarnya, berarti jahitannya tidak sampai lepas.
“aku khawatir jahitannya akan lepas, tapi lukamu baik-baik saja”, ujar Holli. Awan masih meringis karena menahan perih, “sebaiknya kau cepat minum obatmu”
Hana bangkit dan mendekati Awan, “kak Awan baik-baik saja?”
“kau membuatnya terjatuh seperti ini”, dengus Holli pada Hana.
“aku baik-baik saja, sebentar lagi juga sakitnya akan hilang”, ujar Awan menenangkan Holli. Awan berjalan masuk ke dalam rumah, Holli mengikuti di belakang bersama Hana. “seharusnya kak Awan menikah denganku, bukan denganmu”, bisik Hana pada Holli.
“aku akan mengatakannya pada ibu”, ancamnya sebelum pergi meninggalkan Holli. 


to be continue...          back

Tidak ada komentar: