Minggu, 15 Januari 2012

my girl is my wife (bagian empat)

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, sedangkan sekolah masuk pada jam tujuh pagi. Awan berjalan berputar-putar di samping ranjang tempat tidurnya. Holli masih tertidur pulas di atasnya. Awan sibuk memikirkan apakah ia membangunkan Holli atau membiarkannya menikmati tidurnya dan meninggalkan sekolah.
“tuan, mobil sudah siap”, pak Halim masuk ke dalam kamar. Pak Halim melirik Holli yang masih tertidur di atas ranjang, “kenapa tidak dibangunkan saja?”, ujar pak Halim.
Awan menatap pak Halim dengan senang, “bangunkan dia”, perintahnya pada pak Halim. Kenapa tidak dari tadi saja dia menyuruh pak Halim untuk membangunkan Holli, gerutu Awan dalam hati. Sementara pak Halim bergegas untuk membangunkan Holli, Awan keluar dari kamar dengan langkah cepat.
Awan berjalan melewati meja makan, melihat makanan yang masih tersimpan di atasnya. Awan sudah sarapan tadi pagi, tapi Holli mungkin tidak akan sempat. Awan memanggil seorang pelayannya, “buatkan roti untuk bekal sarapannya”, perintahnya pada pelayan.
Holli masih menggeliat di atas kasur ketika seseorang membangunkannya. Seseorang kembali menepuk-nepuknya. Holli membuka matanya dengan setengah hati, mendapati pak Halim di sisi ranjang, “sudah pukul setengah tujuh, apakah nona tidak ingin pergi sekolah?”, sapa pak Halim.
“SETENGAH TUJUH?”, jerit Holli. Holli langsung melompat dari ranjang. Ketika Holli ingin masuk ke dalam kamar mandi, dia merasa ada yang berbeda dengan ruangan itu. Holli memandang ke sekeliling ruangan, ternyata dia masih ada di dalam kamar Awan, “bagaimana bisa aku ketiduran di sini?”, gumam Holli pada dirinya sendiri. Holli berlari ke kamarnya untuk bersiap-siap berangkat ke sekolah.
Holli sudah siap untuk masuk ke dalam mobil, ketika seorang pelayan menghampirinya dan memberikan sekotak bekal untuknya, “sarapan nona”, ujar pelayan tersebut.
Holli tersenyum pada pelayan tersebut, “baik sekali kau membuatkan bekal untukku, kebetulan aku sangat lapar”, Holli memeluk pelayan tersebut lalu berlari masuk ke dalam mobil. Seperti biasa Awan sudah berada di dalam mobil.
Holli menundukkan kepalanya berkali-kali pada Awan, “maaf aku telat. Maaf, maaf”, kali ini Holli benar-benar merasa bersalah pada Awan karena bangun kesiangan.
“jam enam empat puluh lima menit, cepat sekali kau bersiap-siap”, ujar Awan sambil melihat penampilan Holli. “apa kau mandi dengan benar?”
“tentu saja”, jawab Holli, “aku sudah memakai sabun dan menyikat gigi”, Holli bergumam dengan pelan.
“awalnya aku berniat untuk membiarkanmu tidur seharian”, ujar Awan.
“kau bilang apa?membiarkanku tidak masuk sekolah?”, geram Holli pada Awan, “hari ini ada beberapa pertandingan olahraga di sekolah, aku akan bermain footshal wanita”, Holli mengepalkan kedua telapak tangannya, memberikan semangat untuk dirinya sendiri.
Awan mengernyit pada Holli, “kau ini gadis, kenapa harus bermain footshal bukannya renang atau menari”, gerutu Awan.
Holli melirik Awan sekilas, wajahnya tampak segar pagi ini, “apa kau sudah baikan?”, tanya Holli dengan suara pelan, “aku minta maaf karena sudah melanggar janji”, suara Holli semakin pelan saat mengatakan kata maafnya.
“apa aku terlihat seperti orang yang sedang marah?kali ini kumaafkan kau tapi tidak untuk selanjutnya”, Awan berkata dengan nada memperingatkan.
Seluruh murid di sekolah hanya mengikuti satu mata pelajaran. Pada jam selanjutnya, berhubungan dengan acara ulang tahun sekolah maka diadakan perlombaan-perlombaan. Holli sudah bersiap di pinggir lapangan dengan mengenakan pakaian olahraganya.  Beberapa menit lagi, perlombaan akan dimulai. Holli dan semua siswa yang akan mengikuti pertandingan bersiap-siap dan melakukan pemanasan di pinggir lapangan.
Matahari sudah naik, cuaca mulai terasa panas. Awan berada di antara siswa lainnya yang juga berada di pinggir lapangan, menunggu untuk menonton pertandingan olahraga. Pak Halim berada di samping Awan untuk memayungi Awan agar tidak kepanasan karena sengatan sinar matahari, “apa tuan yakin ingin menonton pertandingan?”, ujar pak Halim terdengar tidak yakin. Dia tidak percaya Awan akan menonton pertandingan di pinggir lapangan seperti ini. Biasanya Awan paling benci berada di bawah panas matahari terlebih lagi dia hanya berdiri di pinggir lapangan.
Pak Halim memandang berkeliling dan melihat Holli yang sedang bersiap-siap di pinggir, “hampir lupa saya kalau no..”, belum sempat pak Halim melanjutkan perkataannya Awan menyenggolnya dan mata Awan melihat pak Halim seakan sedang mengawasi sesuatu.
Pak Halim segera menutup mulutnya sendiri, “maaf tuan”, pak Halim menunduk pada Awan, “kalau begitu saya jadi semangat untuk menonton pertandingan”
“perlombaan footshall wanita akan segera di mulai”, suara seorang komentator pertandingan terdengar di seluruh lapangan. Sebelum Holli masuk ke dalam lapangan, Radit menghampiri, “semangat, kau pasti menang”, ujarnya memberi semangat pada Holli. Holli tersenyum senang mendapatkan semangat dari Radit. Awan yang memperhatikan hanya membuang muka dengan kesal.
“tuan, perlukah saya memberi ucapan semangat pada nona?”, ujar pak Halim.
“tidak perlu”, geram Awan. Awan berbalik dan meninggalkan lapangan. Pak Halim mengikuti sambil menggenggam payung untuk Awan. “tuan mau ke mana?pertandingannya baru akan dimulai”, ujar pak Halim tapi Awan tidak mendengarkan dia terus berjalan menuju mobil.
“apakah tuan tidak ingin menonton pertandingan?”, tanya pak Halim ketika Awan masuk ke dalam mobil. Pertanyaan pak Halim dijawab Awan dengan membanting pintu mobil ketika menutupnya. Pak Halim hanya menggeleng-geleng melihat sikap Awan.
Pak Halim mengetuk kaca jendela mobil beberapa kali  sampai Awan geram dan membukanya, “apakah tuan ingin pulang sekarang?atau masih ingin tetap di sini?”, pak Halim memandang langit yang tidak ada apapun di sana selain awan-awan yang membisu, “hemm, sebenarnya saya ingin melihat pertandingan non Holli”, ujar pak Halim namun dengan cepat dia kembali menambahkan, “tapi kalau tuan ingin segera pulang saya akan mengantar”
Awan membuang muka dari pak Halim, memandang lurus ke depan, “silahkan kau menonton, aku akan tetap di sini”, pak Halim tersenyum lebar mendengar perkataan Awan, “terimakasih tuan, panggil saya kalau tuan membutuhkan sesuatu”, ucap pak Halim kemudian Awan menutup kembali kaca mobilnya.  Awan hanya bisa melihat pak Halim yang berlari menuju lapangan. Awan tidak bersemangat untuk melihat pertandingan olahraga apapun. Dari dalam mobil Awan hanya bisa mendengar perkataan komentator tanpa bisa melihat pertandingan. Pertandingan sudah dimulai, lapangan hampir tertutup seluruhnya oleh para penonton tanpa ada celah sedikitpun untuk mengintip. Awan menghela nafas panjang, menyandarkan tubuhnya di dalam mobil. Kalau difikirkan lagi, untuk apa Awan bersusah-susah untuk menonton pertandingan itu?kenapa dia ingin sekali menontonnya?apa karena Holli bermain dalam pertandingan?ada apa dengan Awan sekarang?kenapa dia kesal karena Radit memberi semangat pada Holli?
“yaa satu tendangan dari Holli mampu menembus gawang lawan. Kedudukan menjadi satu-kosong”, suara komentator terdengar lagi. Awan bangun dari sandarannya, kenapa jantungnya ikut berdegup ketika nama Holli disebutkan?sekarang Awan benar-benar gugup, padahal dia hanya mendengarkan suara komentator tanpa melihat pertandingan. Apalagi saat nama Holli disebutkan oleh komentator. Sejauh ini, kedudukan menjadi satu-satu. Pertandingan hanya tinggal dua puluh menit lagi. Awan tidak sabar menunggu hasil pertandingan, akhirnya dia keluar dari mobil. Awan berjalan menuju lapangan namun sulit sekali untuk menembus barisan penonton. Awan berusaha untuk tetap melihat pertandingan dengan melompat-lompat dari barisan belakangan, hanya sesaat Awan bisa melihat pertandingan. Awan terus melompat dan mencari Holli. Sampai akhirnya Awan melihat Holli sedang menggiring bola yang ada di kakinya. Peluh sudah membasahi wajah Holli, Awan merutuk sendiri melihat Holli, “gadis itu, apa dia tidak lelah berlarian di lapangan luas seperti itu?”, Awan berhenti melompat-lompat dan berbalik dari lapangan.
“wajahnya sampai berkeringat seperti itu”, gerutu Awan sambil berjalan menuju kantin. Awan mengambil sebotol air putih lalu membayarnya. Beberapa orang terlihat berlari menuju lapangan, Awan memperhatikan mereka semakin banyak orang yang berlari menuju lapangan.
“seseorang terluka di lapangan”, suara salah seorang yang berlari melewati Awan. Kemudian mereka berjalan mendahului Awan. Kemudian beberapa orang melewati Awan lagi, terdengar mereka sedang membicarakan sesuatu, “kelihatannya ada kejadian menarik di lapangan”, seseorang berkata. “aku dengar Holli..”, mendengar nama Holli disebut Awan segera berlari menuju lapangan meninggalkan pembicaraan orang-orang yang didengarnya.
“mereka bilang menarik?gadis itu terluka mereka bilang menarik?”, gerutu Awan sambil berlari. Apa yang terjadi di lapangan?Awan terus berpikir sambil berlari. Kalau sampai terjadi sesuatu pada Holli, pikir Awan. Tangan Awan menggenggam erat botol minuman yang di bawanya.
Lapangan masih penuh sesak dengan penonton, tapi sekarang keadaan menjadi lebih rusuh. Barisan penonton sudah tidak teratur, semua orang sibuk membicarakan kejadian dalam pertandingan. Semuanya bergerumul membentuk lingkaran, mengelilingi sesuatu. Awan berusaha untuk menembus lingkaran. Wajah Awan sudah terlihat panik karena khawatir pada Holli. Sampai di tengah lingkaran, seorang gadis tengah menangis dengan lututnya yang luka. Darah segar keluar dari luka yang ada di lutut gadis itu. Tapi Awan senang, karena bukan Holli yang ada di sana.
“semua ini karena dia”, gadis itu menunjuk kepada seseorang. Holli yang wajahnya penuh dengan peluh berdiri dekat dengan wanita itu, wajahnya terlihat takut.
Seseorang mencolek Awan, ketika Awan menoleh pak Halim sudah ada di samping Awan wajahnya terlihat bingung, “bagaimana ini tuan?”, tanya pak Halim. Awan berbisik pada pak Halim, “bantu dia, jangan biarkan seorangpun menyalahakannya”, pak Halim mengangguk. Keadaan menjadi semakin kacau ketika gadis yang terluka itu bangun dan menjambak rambut Holli. Pak Halim maju ke tengah Holli dan gadis itu. Pak Halim melepaskan tangan gadis itu dari rambut Holli dan maju di depan Holli untuk melindunginya, “maaf nona tapi non Holli tidak bersalah”, ujar pak Halim dengan mengawasi gerak gadis itu agar tidak dapat menyentuh Holli lagi.
“aku minta maaf, aku tidak bermaksud mencelakakanmu”, ucap Holli. Di tengah keramaian, Radit datang menghampiri Holli, “apa kau baik-baik saja?”,Radit memperhatikan Holli dan mencari-cari luka di tubuh Holli. Holli menggeleng.
“lebih baik non istirahat di tempat yang teduh”, ujar pak Halim dengan tangannya yang terus melindungi Holli dari keramaian. Radit terlihat bingung dengan apa yang dilakukan dengan pak Halim. Awan hanya melihat dengan wajah kesal. Pak Halim membawa Holli keluar dari kerumunan orang-orang. Awan menghampiri gadis yang terluka tersebut, “apa lukanya sakit?”, ujar Awan sambil melihat luka di lutut gadis itu. Gadis itu terlihat senang ketika melihat Awan di hadapannya.
“sangat sakit”, ujar gadis itu.
“apa lukanya terlalu sakit sampai kau harus menyalahkan orang lain? bukankah dalam pertandingan selalu ada kecelakaan yang tidak disengaja?kalau kau tidak ingin mendapatkan luka, lebih baik kau pergi ke dalam salon dan diam di dalamnya seperti gadis-gadis lain”, gadis itu cemberut mendengar perkataan Awan. Awan bangkit lalu pergi meninggalkan gadis itu, diikuti dengan orang-orang yang juga ikut menonton.
Awan mendekat dengan tempat Holli duduk dengan Radit. Shaila datang menghampiri Holli, “Holli, apa kau baik-baik saja?Laila itu memang menyebalkan, sudah jelas kau tidak sengaja mencelakakannya”, ujar Shaila dengan kesal. Kemudian Shaila melihat pak Halim dan melirik Holli, seakan bertanya ‘siapa dia?’
“ohh, bapak ini tadi memisahkanku dengan Laila. Terimakasih pak”, ujar Holli berpura-pura tidak mengenal pak Halim.
“iya non, tadi saya melihat pertandingan non makanya saya membela non karena saya tahu kalau non tidak bersalah”, ujar pak Halim. Ketika pak Halim melihat Awan, Awan menelengkan kepalanya memberi kode pada pak Halim untuk menghampirinya. “saya permisi dulu non, tuan”
Awan menyerahkan botol minuman yang dipegangnya, “berikan padanya, aku akan kembali ke mobil”. Awan meninggalkan pak Halim dan berjalan menuju parkiran mobil. Pak Halim kembali menghampiri Holli, “ini non, saya bawakan minum”, pak Halim menyodorkan botol minum itu pada Holli. Holli mengambilnya dan meneguknya sampai habis, “terimakasih pak, aku memang sangat haus”
“Radit, pertandingan sepak bola akan segera di mulai. Kau harus bersiap-siap”, ujar Shaila pada Radit. Radit melihat ke lapangan, “aku ke lapangan sekarang”, ujarnya pada Holli dan Shaila.
“semangat”, ujar Shaila tapi Radit menunggu ucapan itu keluar dari bibir Holli. Holli tersenyum pada Radit dan berkata, “semangat, kau pasti menang”
Usai semua pertandingan selesai, Holli mengganti kaos olahraganya dengan seragam sekolah kembali. Holli mencari-cari cara agar bisa masuk ke dalam mobil tanpa ada yang melihatnya karena sekolah benar-benar ramai sekarang, semua siswa pulang beramai-ramai. Sampai di dalam mobil, Awan tengah duduk bersandar.
“permainan non bagus sekali”, pak Halim membuka pembicaraan ketika dia menyalakan mesin mobil. Holli tersenyum senang mendengar dirinya dipuji seseorang, “terimakasih pak”
“aku minta maaf karena sudah berpura-pura tidak mengenalmu, bukan maksudku seperti itu”, Holli menundukkan kepalanya untuk meminta maaf pada pak Halim. “tidak apa-apa non, saya mengerti”
“lebih baik daripada kau membeberkan pada mereka kalau pak Halim adalah asisten pribadiku”, guman Awan dengan pelan. Holli menjawab perkataan Awan dengan mencibir padanya.
Awan melirik Holli yang terlihat sangat lelah, “jangan mengikuti permainan bodoh seperti itu lagi”, Awan berkata tanpa melirik kepada Holli, tangannya hanya sibuk memainkan tombol ponselnya.
Holli menatap Awan dengan kesal, kedua alisnya mengerut, “memangnya siapa kau berani sekali mengaturku seperti itu?”, gerutu Holli, “kau bahkan tidak melihat betapa bagusnya permainanku di lapangan, aku bahkan  berhasil mencetak gol”
“dan juga berhasil mencelakakan orang lain”, tambah Awan.
Holli kembali menggerutu, “yang itu aku tidak sengaja”
“beruntung dia tidak kembali mencelakakanmu”, gumam Awan.
Holli mendekatkan telinganya pada Awan, “apa katamu?apa aku tidak salah dengar?”
Awan menjauhkan badannya dari Holli ketika Holli mendekat, “aku hanya tidak ingin mencari alasan pada ayah kalau kau terluka, karena aku sedikitpun tidak peduli dengan apa yang terjadi padamu”, Holli menjauh dari Awan dan mendengus dengan kesal.
Awan melirik jam tangannya dan berkata, “kita pergi ke restaurant yang ada di depan jalan sana. Aku ingin makan siang diluar hari ini”, ujar Awan pada pak Halim. Pak Halim mengangguk tanda mengerti.
Mobil sudah berhenti di depan restaurant,  pak Halim membukakan pintu mobil untuk Awan. Holli yang masih berada di dalam mobil, bingung harus bagaimana. Apakah Holli ikut keluar dari mobil atau tetap di dalamnya?mana mungkin Awan mengajaknya makan di restaurant mewah seperti ini.
Awan yang sepertinya mengerti dengan apa yang dipikirkan Holli, menundukkan kembali kepalanya ke dalam mobil, “keluarlah kalau kau lapar”, kata Awan lalu dia berjalan masuk ke dalam restaurant. “tentu saja aku lapar setelah berlarian keliling lapangan”, gumam Holli. Pak Halim membukakan pintu mobil untuk Holli, “saya akan mengantar non ke dalam”
Holli berjalan masuk ke dalam restaurant, suasana di dalam restaurant sangat klasik namun terkesan mewah. Restaurant ini cocok sekali untuk seseorang yang ingin ketenangan dan juga cocok untuk mengadakan suatu pesta. Yang membuat Holli bingung adalah sejak Holli masuk ke dalam restaurant tidak ada satupun pengunjung yang dijumpai Holli. Restaurant itu sepi pengunjung padahal sepertinya tidak mungkin restaurant seperti ini sepi oleh pengunjung.
“kenapa tidak ada satupun pengunjung?”, tanya Holli pada pak Halim. Pak Halim tersenyum pada Holli sebelum menjawab, “tuan sudah memesan seluruh meja di restaurant ini”
“APA??”, Holli hampir tercekat saat mendengar perkataan pak Halim. Dia tidak habis fikir Awan akan menyewa seluruh restaurant hanya untuk makan siangnya.
“tuan hanya datang ke restaurant ini ketika ingin merayakan sesuatu”, jelas pak Halim.
Merayakan sesuatu?apa yang ingin dirayakan oleh Awan?apa ada sesuatu yang ingin dirayakan Awan tapi Holli tidak tahu apa itu?kenapa dia tidak mengatakan apapun pada Holli?
Awan sudah duduk di sebuah meja dengan seorang pelayan yang menyodorkan buku daftar menu. Holli duduk di bangku kosong yang ada di hadapan Awan. Pelayan itu melirik Holli dengan tatapan curiga. Holli ingin sekali mencibir pelayan wanita itu, memangnya siapa dia berani sekali menatap Holli seperti itu tapi Holli tidak akan melakukannya karena Holli tidak ingin mencari masalah lagi. Awan menyodorkan daftar menu pada Holli, “pilihlah apapun yang kau suka”
Holli membolak-balik daftar menu masakan yang tidak ada satupun masakan yang dikenalnya. Holli bingung sekali ingin memesan apa sedangkan dia tidak mungkin membuat Awan menunggunya memesan makanan. Belum sempat Holli menentukan akan memesan apa Awan sudah merebut kembali daftar menu yang ada di tangan Holli. Awan menyerahkan kembali daftar menu itu kepada pelayan, “buatkan semua menu andalan di restaurant ini”
Pelayan itu mengangguk dan pergi meninggalkan meja mereka. Holli melihat sekeliling restaurant, benar-benar hanya ada Holli dan Awan di dalam sana dengan diiringi suara musik jazz.
Holli menatap Awan dengan curiga lalu bertanya, “kenapa kau menyewa seluruh restaurant?”
Awan menjawab dengan santai, “kau fikir aku akan membiarkan orang lain melihatku sedang makan berdua denganmu?”. Hah. Tentu saja, pikir Holli. Tentu saja hanya itu yang ada di fikiran Awan, kenapa Holli harus memikirkannya. Kisahnya dengan Awan bukanlah kisah pangeran dan putri jadi Holli tidak perlu berfikir sejauh itu.
Holli tidak peduli dia sedang makan bersama Awan di sebuah restaurant mewah, yang dia fikirkan adalah mengisi perutnya yang sangat kelaparan. Sudah hampir satu piring makanan dihabiskan oleh Holli tapi Awan belum juga menghabiskan makanan di piringnya.
Holli meletakkan sendoknya ketika makanan yang ada di piringnya sudah habis, “aku ingin ke toilet”, Holli bangun dari duduknya dan berjalan ke toilet. Saat Holli ingin masuk ke dalam toilet terdengar suara dua orang wanita yang sedang berbicara. Mereka adalah pelayan restaurant yang sedang membersihkan toilet.
“dia memang selalu menyewa restaurant ini kan?”, ujar salah satu di antara mereka.
“ya, tapi aku patah hati ketika melihatnya bersama seorang gadis hari ini”, seseorang lagi menjawab.
“dia tidak akan datang ke restaurant ini kalau tidak merayakan sesuatu”
“kudengar dia merayakan kemenangan gadis itu”
“gadis itu tidak terlalu cantik untuk pria setampan Awan, kau bilang gadis itu merayakan kemenangan?”
“ya, dia memenangkan pertandingan footshall wanita di sekolahnya”, setelah perkataan terakhir itu, Holli mendengar kedua wanita itu tertawa bersama.  Holli menutup kembali pintu toilet yang baru beberapa senti dibukanya. Saat Holli kembali ke meja, Awan baru saja menutup teleponnya.
“kau sudah kembali?”, tanya Awan. Holli mengangguk lalu duduk kembali.
Awan memanggil seorang pelayan dan mengeluarkan kartu untuk membayar pesanannya, “aku mendapat kabar kalau ayah sakit, kita harus segera ke sana”
“sakit?”, tanya Holli khawatir. Awan bangun dari duduknya, Holli mengikuti Awan keluar dari restaurant.
Pak Halim membawa Awan dan Holli ke rumah ayah Bagas. Holli baru pertama kali datang ke rumah ayah Bagas. Rumahnya tidak jauh berbeda dengan rumah yang ditinggali Holli dan Awan, namun kelihatannya rumah ayah Bagas terlihat lebih kecil mungkin karena dia hanya tinggal sendiri di rumah jadi dia tidak butuh rumah yang besar.
Awan masuk dengan tergesa-gesa ke dalam rumah. Holli hanya mengikuti Awan dari belakang. Mereka sampai di sebuah kamar, dengan seorang penjaga berdiri di depan pintu kamar. Ketika Awan datang, dia membukakan pintu kamar untuk Awan. Di dalam kamar, ayah Bagas tertidur di atas kasurnya dengan selimut yang menutupi tubuhnya dan selang infus yang dipasang di tangannya. Seorang dokter berdiri di sisi ranjang tengah mencatat sesuatu. Awan mendekat ke ranjang dan memandang ayahnya.
Dokter itu melihat Awan dan berkata, “dia baik-baik saja, hanya saja maag nya kambuh”, Awan mengangguk menjawab dokter itu. Dokter itu berpamitan lalu keluar dari kamar. Holli mendekat untuk melihat keadaan ayah Bagas. Awan duduk di samping ranjang, tangannya menggenggam erat tangan ayahnya, “dia tidak pernah menjaga kesehatannya”, Awan berkata dengan wajahnya yang sedih. Baru kali ini Holli melihat wajah Awan sedih seperti itu.
“dia akan segera sembuh, aku akan merawatnya”, Holli mencoba menenangkan Awan.
Awan mengangguk, “dia sudah sering seperti ini”
Holli menarik selimut sehingga menutupi seluruh tubuh ayah Bagas, meletakkan tangannya di atas selimut. “kau pulanglah, aku akan menginap di sini”, Awan berkata pada Holli.
Holli menggeleng, “aku akan tetap di sini”
“terserah kau saja”
Awan bangkit dari duduknya dan menekan sebuah bel di sisi ruangan. Setelah beberapa menit, seorang pelayan masuk ke dalam kamar, “ada apa tuan?”
“aku akan menginap di sini, kau siapkan baju untukku dan juga untuknya”, Awan melirik Holli, pelayan itu mengangguk lalu pergi meninggalkan kamar.
“lebih baik kau membersihkan dirimu, pergilah ke kamar yang ada di ujung tangga”, Holli menggangguk pada Awan. Badan Holli memang sudah agak lengket karena keringat setelah tadi bermain footshall. Holli keluar dari kamar ayah Bagas dan mencari kamar yang diberitahukan Awan. Awan bilang kamar yang ada di ujung tangga, hanya ada satu kamar di sana. Holli masuk ke dalamnya. Kamar itu banyak sekali miniatur mobil-mobil sport dan juga beberapa bingkai foto. Di atas kepala ranjang, terpasang foto Awan yang berukuran besar. Awan yang sedang tersenyum. Dia mengenakan jaket dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jeansnya. Awan terlihat tampan sekali dengan senyum lebarnya itu. Di atas meja terdapat beberapa bingkai foto, diantaranya foto Awan, ayah Bagas dan juga seorang wanita yang mungkin adalah ibunya Awan.  Di samping foto keluarga Awan, ada foto Awan dengan seorang perempuan cantik. Perempuan itu berkulit putih dengan rambut panjangnya yang tergerai. Awan merangkul bahu perempuan itu dengan sangat erat, mereka terlihat serasi sekali bagaikan sepasang kekasih yang sangat bahagia. Apakah itu kekasih Awan?
Holli membukakan pintu kamar ketika seseorang mengetuk pintu, “saya membawakan pakaian untuk nona”, seorang pelayan masuk dengan membawakan pakaian ganti untuk Holli. setelah meletakkan pakaian di atas sofa, pelayan itu keluar dari kamar. Holli berbaring di atas ranjang beberapa saat, kembali lagi melirik foto Awan dengan kekasihnya. Holli menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan. Perempuan itu cantik sekali. Holli tidak akan bisa menyainginya. Pantas saja Awan tidak tertarik dengan Holli sama sekali kalau ternyata dia memiliki kekasih yang sangat cantik, sepertinya gadis itu juga baik. Di mana sekarang perempuan itu?apakah dia sudah tahu kalau Awan telah menikah?atau dia tidak mengetahuinya sama sekali?huh. Holli merasa bersalah sekali pada Awan, Awan pasti sangat menderita karena harus berpisah dengan kekasihnya.
Tidak ingin berlama-lama di dalam kamar Awan, Holli segera mengambil handuk dan masuk ke dalam kamar mandi. Holli membuka membuka pakaiannya dan menyalakan shower. Membasahi rambutnya dan seluruh tubuhnya. Dia ingin sekali berlama-lama berada di bawah air, karena itu akan membuatnya lebih rileks.
Awan masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamar. Sejak dia pindah ke rumah barunya, sekalipun Awan tidak pernah masuk lagi ke dalam kamar ini. Awan rindu sekali dengan kamarnya.  Awan sudah merasa gerah sekali dan ingin cepat membasahi dirinya dengan air. Awan membuka kancing-kancing kemejanya dan membukanya, melemparnya ke atas kasur. Ketika Awan melempar bajunya, dia melihat tumpukan baju perempuan di atas sofa di samping ranjangnya. Kemudian dia mendengar suara seseorang membuka pintu. Pintu kamar mandi.
“HUAAAAA”, Awan dan Holli berteriak bersamaan. Holli kaget ketika melihat Awan bertelanjang dada saat keluar dari kamar mandi. Awan tidak bisa berfikir saat melihat tubuh Holli yang hanya terbungkus oleh sehelai handuk.
“HUAAAAA”, Holli kembali berteriak dan berlari masuk kembali ke dalam kamar mandi, mengunci pintunya rapat-rapat. Awan masih terdiam di tempatnya, tidak bisa melupakan apa yang baru saja dilihatnya. Sesuatu dalam diri Awan seakan sedang bergejolak.
“apa yang ingin kau lakukan?”, teriak Holli dari dalam kamar mandi. Tidak ada jawaban dari luar. “hey, kenapa kau masuk ke dalam kamar ini?apa kau sengaja?”, teriak Holli lagi. Awan yang baru sadar dari diamnya menjawab, “ah, kenapa kau masuk ke dalam kamarku?”
“kau yang menyuruhku”
“maksudku adalah kamar yang ada di ujung tangga satunya lagi”, teriak Awan, “aku keluar”
Holli menarik nafas lega ketika terdengar pintu kamar dibuka lalu tertutup kembali. Holli membuka sedikit pintu kamar mandi untuk memastikan apakah Awan masih ada di dalam atau sudah keluar. Setelah memastikan Awan tidak ada di dalam kamar, Holli keluar dari kamar mandi. Dia berjalan mengendap-endap secara perlahan lalu setengah berlari untuk mengunci pintu kamar dari dalam. Jangan sampai Awan masuk kembali ke dalam kamar.
Holli melihat tubuhnya sendiri dari bawah sampai atas, “haa, bagaimana bisa dia melihatku seperti ini?”, dengan kesal Holli mengambil pakaian yang siapkan untuknya lalu memakainya secepat mungkin.
Awan keluar dari kamar dengan wajah yang masih terperangah, tangannya perlahan menghampiri dadanya dan berhenti di sana, “apa yang sudah terjadi?kenapa jadi begini?”
Awan berjalan dengan langkah terputus-putus ke sofa yang ada di samping ruangan, menjatuhkan tubuhnya di atas sofa. Sejak keluar dari kamarnya, tidak sedetik pun mata Awan berkedip. Pikirannya masih terbayang oleh Holli ketika seseorang berbicara, “aku sudah selesai, kau bisa masuk sekarang”, Awan terpaku ketika melihat Holli yang sedang berbicara dengannya.
“ah ya, jangan pernah lagi masuk ke dalam kamarku tanpa izinku”, Awan bangkit dari duduknya, mencoba kembali berdiri dengan tegak.
Holli tertunduk malu, “ya”, kemudian menambahkan, “lupakan kejadian tadi”, mata Holli kini terbuka lebar pada Awan.
“aish, aku bahkan tidak tertarik pada tubuhmu”, Awan bergegas masuk ke dalam kamar meninggalkan Holli.
“kau”, Holli mengepalkan tangannya dengan kesal dan berbalik. Holli kembali ke kamar ayah Bagas untuk melihat keadaannya, ayah Bagas masih tertidur dengan pulas.
Setelah menunggu beberapa jam, ayah Bagas bangun dari tidurnya. Senyumnya masih mengembang seperti biasa saat melihat Holli, “bagaimana keadaanmu?”, sapa Holli.
Ayah Bagas membiasakan matanya karena baru terbangun dari tidur sebelum menjawab, “sudah baik, sebenarnya aku masih cukup kuat tanpa harus di infus seperti ini”, ayah Bagas menunjukkan tangannya yang di infus pada Holli, “sejak kapan kau ada di sini?”
Holli melihat jam dinding sebelum menjawab, “kira-kira sudah sekitar empat jam yang lalu, mungkin lebih”, Holli menarik kursi mendekati ranjang lalu duduk di atasnya.
“apa kau bersama Awan?”, tanya ayah Bagas lagi. Holli menjawabnya dengan sekali anggukan kepala.
Holli melihat meja yang sudah ada sepiring bubur di atasnya, “bagaimana kalau aku menyuapimu makan?”, Holli mengambil piring yang berisi bubur dari atas meja. Ayah Bagas tertawa pelan, “aku tidak terlalu suka bubur”
“aku dengar kau tidak makan dengan teratur”, Holli menatap ayah Bagas dengan khawatir. Ayah Bagas menjawab, “aku tidak pernah tidak makan dalam sehari”, kemudian dia tersenyum tipis.
Holli menyodorkan sesendok bubur kepada ayah Bagas, “kalau begitu aku akan memaksamu untuk makan”, Holli mengangkat kedua alisnya ketika berkata membuat ayah Bagas membuka mulutnya lalu mereka tertawa bersama.
“aku sudah makan beberapa suap, kau juga harus mencoba buburnya”, ayah Bagas mencoba mengambil sendok bubur yang ada di tangan Holli tapi Holli berhasil menyingkir, “aku kan tidak sakit jadi tidak perlu makan bubur”, elak Holli.
Mendengar jawaban Holli, ayah Bagas membalikkan tubuhnya dari Holli, “kalau begitu aku tidak akan memakannya lagi”
Holli tahu kalau ayah Bagas hanya mencoba untuk menjebaknya tapi akhirnya Holli menyerah, “baiklah aku akan memakannya tapi hanya satu suap. Oke?”, ayah Bagas kembali membalikkan badannya dan tersenyum menang.
Awan yang awalnya ingin masuk ke dalam kamar, hanya melihat ayahnya dan Holli dari celah pintu. Melihat senyum dan tawa ayahnya yang begitu lepas yang hampir tidak pernah dilihatnya sejak ibunya meninggal dunia. Bahkan semua usaha Awan untuk menuruti berbagai keinginan ayahnya tidak bisa membuat ayahnya sebahagia ini.
“buburnya sudah habis, sekarang kau harus meminum obat yang diberikan dokter”, Holli meletakkan piring yang sudah kosong lalu mengambil segelas air dan juga obat. Ayah Bagas langsung meminum beberapa tablet obat sekaligus.
“rasanya aku sudah sangat sehat setelah minum obat”, ujar ayah Bagas. Holli tersenyum senang melihatnya, “kau harus cepat sembuh”
“apa kau ingin melihat sesuatu?”, tanya ayah Bagas pada Holli. Holli mengangkat kedua alisnya pada ayah Bagas, “apa?”
“tunggu sebentar”, ayah Bagas hendak berbalik ketika dia melihat Awan yang hanya berdiri di celah pintu kamar, “sejak kapan kau ada di sana?kenapa tidak masuk?”
Awan yang sedang ditanya bingung karena ketahuan sedang berdiri di celah pintu, “ah tidak, aku masih ada sesuatu yang harus dikerjakan”, Awan menutup pintu dengan perlahan lalu pergi.
Holli melihat Awan dengan bingung namun tidak terlalu mempedulikannya. Holli teringat sesuatu yang ingin diperlihatkan oleh ayah Bagas padanya, “apa yang ingin kau tunjukkan padaku?”
“oh ya, bisa kau buka laci yang di sana?”,ayah Bagas menunjuk meja yang ada di samping Holli. Karena ayah Bagas menyuruhnya, Holli membuka laci meja itu dan melihat tumpukan beberapa album foto di dalamnya.
“kau bisa mengambilnya”, ayah Bagas kembali berkata. Holli mengambil tumpukan album foto itu, ada lima album foto. “bukalah”, ujar ayah Bagas.
Holli meletakkan album-album foto itu di pangkuannya lalu membuka album yang berada paling atas. Album itu berisi foto pernikahan. “itu foto pernikahanku”, kata ayah Bagas. Holli terus melihat foto-foto pernikahan itu, ayah Bagas terlihat sangat muda. Ayah Bagas muda sangat mirip sekali dengan Awan, jika orang tidak tahu mungkin mereka akan mengira ini adalah Awan. Istrinya terlihat sangat cantik dengan gaun yang dikenakannya. Mereka adalah pengantin paling bahagia yang pernah Holli lihat. “kau tampan sekali dan istrimu sangat cantik”, puji Holli.
“bukankah aku masih tetap tampan?”, ujar ayah Bagas dengan senyum usilnya, “lihat ini”, dia menunjuk fotonya yang sendiri, “Awan sangat mirip denganku”. Holli mengangguk menjawabnya. Awan memang sangat mirip dengan ayah Bagas namun mata Awan jelas milik ibunya.
Holli terus menatap foto ibunya Awan, membuat Holli merasa iri padanya. Dia seakan memiliki segalanya yang tidak Holli miliki. Wajah cantiknya dan juga seorang pria yang sangat mencintainya. “aku iri padanya”
“kenapa?”, tanya ayah Bagas.
Holli menggelengkan kepalanya dan menjawab, “karena hidupnya penuh dengan orang-orang yang mencintainya dan juga karena dia sangat cantik”
“kau benar, tidak ada perempuan yang tidak iri karenanya”, jawab ayah Bagas, “aku sangat mencintainya tapi dia terlalu cepat meninggalkanku”, ayah Bagas bercerita dengan sedih. Holli menggenggam tangan ayah Bagas, “maaf sudah membuatmu sedih karena membicarakan tentangnya”
Ayah Bagas menggeleng, “aku baik-baik saja. Apa kau tahu mata Awan adalah miliknya, setiap kali aku melihat Awan aku selalu merindukannya”
Ayah Bagas mengambil satu album foto dari pangkuan Holli, “lebih baik kita melihat foto yang lain”, dia membuka album foto itu. Album itu penuh dengan foto Awan, itu adalah foto Awan kecil. Seorang anak laki-laki dengan wajah menggemaskan. Holli terus membalik halaman foto semakin banyak foto Awan kecil yang tidak memakai pakaian. Ayah Bagas tertawa melihat foto-foto itu, “waktu kecil dia senang sekali di foto tanpa mengenakan pakaian”, ayah Bagas tertawa semakin keras. Holli ikut tertawa melihat foto-foto Awan yang tidak mengenakan pakaian, wajahnya bahagia sekali saat tidak mengenakan pakaian. Menggemaskan.
“jangan beritahu Awan kalau aku memberitahumu tentang ini. Ini rahasia kita berdua”, ujar ayah Bagas.  Holli mengangguk sambil tertawa. Kemudian Holli membuka sebuah album lagi, di dalamnya berisi foto Awan dengan teman-temannya ketika dia sekolah. Beberapa di antaranya ada foto Awan dengan seorang gadis. Holli memperhatikan wajah gadis  itu, dia sangat cantik. “namanya Laura. Mereka bersahabat sejak berumur 9 tahun”, ayah Bagas menjelaskan. Holli baru teringat kalau gadis itu juga yang ada dalam foto yang ada di kamar Awan. Apa mungkin mereka menjalin kisah cinta karena berawal dari persahabatan?waktu yang tidak sebentar untuk menjalin sebuah hubungan. “lalu di mana dia sekarang?”, tanya Holli.
“dia pindah sekolah ke London tahun lalu”
Ayah Bagas meletakkan kembali album foto di pangkuan Holli, “sepertinya aku mulai mengantuk karena pengaruh obat”. Holli meletakkan album foto kembali ke dalam laci, “kalau begitu tidurlah, istirahat yang banyak”, Holli membantu membaringkan ayah Bagas lalu menyelimutinya.
“selamat malam”, ucap Holli.
Holli baru akan keluar dari kamar ketika Awan masuk ke dalam. “dia sudah tertidur”, ucap Holli pada Awan.
“apa kau ingin makan malam?”,  tanya Awan saat Holli membuka pintu. “tidak”, jawab Holli.
“kalau kau ingin tidur, kau bisa tidur di kamar yang tadi ku tunjukkan”, ujar Awan, “jangan sampai salah kamar lagi”, Awan menambahkan.
Holli menutup pintu tanpa menjawab perkataan Awan, “aku tidak akan salah kamar lagi”, gerutu Holli.
Holli sudah berkali-kali mencoba untuk memejamkan mata, tapi dia tetap tidak bisa tertidur dengan pulas. Akhirnya Holli keluar dari kamar, suasana di dalam rumah sudah terasa sepi. Para pelayan mungkin sudah kembali ke rumahnya. Holli berjalan ke kamar ayah Bagas, seorang penjaga masih tetap berdiri di depan pintu kamar.
Holli melihat penjaga itu, dia masih terlihat bersemangat untuk berjaga tidak terlihat letih di wajahnya, “kenapa kau tidak beristirahat?”, tanya Holli.
“tentu saja, saya beristirahat di siang hari”, jawabnya singkat. Holli mengangguk mengerti.
Holli masuk ke dalam kamar dan mendapati Awan yang tertidur di kursi dengan kepalanya tergeletak di atas ranjang. Holli merapihkan selimut yang membalut tubuh ayah Bagas dan melihat Awan yang terlelap. Di saat tertidur pun wajahnya masih terlihat tampan. Holli mengambil sebuah selimut yang ada di sisi ranjang, melebarkannya untuk menyelimuti Awan. Holli kembali keluar dari kamar, tidak ingin keberadaannya membangunkan ayah Bagas ataupun Awan. Namun tanpa Holli sadari Awan membuka matanya saat Holli menyelimuti tubuhnya tapi dia tetap diam tidak bersuara.

to be continue...          back

Tidak ada komentar: