Sabtu, 28 Januari 2012

my girl is my wife (bagian lima)

Sudah tiga hari ayah Bagas terbaring di kamarnya walaupun keadaannya sudah sangat membaik bahkan selang infus sudah di lepaskan oleh dokter. Selama tiga hari itu Awan sibuk menggantikan ayahnya di perusahaan. Semua tanggung jawab perusahaaan dialihkan padanya. Walaupun tidak semua urusan perusahaan bisa di tangani oleh Awan tapi Awan berusaha untuk mengawasi semua pemasukan dan pengeluaran dana perusahaan. Pak Halim ikut membantu Awan jika ada sesuatu yang tidak dimengerti oleh Awan.
“apakah Awan belum pulang?”, tanya ayah Bagas pada Holli. Ayah Bagas sudah terlihat sangat sehat, dia sedang duduk di sofa dalam kamarnya ketika Holli datang.
“dia akan segera ke sini”, Holli ikut duduk di sofa bersama ayah Bagas.
Ayah Bagas mengambil gelas berisi air putih lalu berkata, “aku akan kembali bekerja besok”
“apa tidak sebaiknya beristirahat saja selama beberapa hari?”, jawab Holli.
“aku sudah beristirahat selama tiga hari”, ayah Bagas menunjukkan jari telunjuk, jari tengah dan jari manisnya pada Holli.
Holli menggeleng-gelengkan kepala, “kalau begitu kau harus menjaga kesehatanmu jangan sampai jatuh sakit lagi”, Holli memperingatkan.
“kau benar lagipula Awan masih sekolah dia tidak akan sanggup menggantikan pekerjaanku”, wajah ayah Bagas terlihat khawatir saat mengatakannya. Memang benar, akhir-akhir ini Holli sering melihat Awan dengan wajah yang letih. Sudah tiga hari ini lampu kamar Awan tidak pernah padam saat malam hari dan pagi harinya mata Awan kelihatan mengantuk. Dia juga pulang malam dari perusahaan. Holli ikut mengangguk pada ayah Bagas.
Terdengar suara seseorang mengetuk pintu kamar dari luar lalu pintu terbuka dan seorang pelayan masuk ke dalam kamar, “maaf tuan, di luar ada tamu yang ingin bertemu dengan tuan”
“siapa?”, tanya ayah Bagas.
Pelayan itu menjawab, “sepertinya non Laura, tuan”
Ayah Bagas tersenyum dan berkata, “Laura?persilahkan dia masuk”
Pelayan itu keluar dari kamar, beberapa menit kemudian seseorang membuka pintu. Seorang gadis cantik muncul. Rambut panjangnya tergerai anggun sesuai dengan dress yang dipakainya. Dia melambaikan tangannya dengan tersenyum manis pada ayah Bagas.
Ayah Bagas bangun dari duduknya, menghampiri gadis itu, “Laura”, ayah Bagas memanggil gadis itu dengan senang, “sejak kapan kau kembali?kenapa tidak memberi kabar?”
Gadis itu memeluk ayah Bagas, “aku baru sampai pagi ini lalu aku mendengar kabar kalau kau sakit makanya aku langsung datang ke sini”
“lihatlah aku sangat sehat”, jawab ayah Bagas, “duduklah”
Gadis itu duduk di sofa yang berhadapan dengan Holli, dia menatap Holli lama dan memutarkan wajahnya pada ayah Bagas. Ayah Bagas seakan mengerti apa yang dimaksud oleh gadis itu, “kenalkan, ini anak kesayanganku namanya Holli”, ujar ayah Bagas, “Holli, ini Laura”. Holli menyodorkan tangannya pada gadis itu yang disambut baik ketika gadis itu menjabat tangan Holli. Dia tersenyum ramah pada Holli.
Gadis itu kembali menatap ayah Bagas, “sejak kapan kau mempunyai anak gadis secantik ini?”
“aku minta maaf sebelumnya…”, belum selesai ayah Bagas melanjutkan perkataannya, terdengar suara pintu kamar terbuka. Semua menoleh ke arah yang sama, untuk melihat siapa yang masuk. Awan muncul lalu langkah kakinya berhenti ketika tatapannya bertemu dengan Laura.
“Laura”, wajah Awan terlihat bingung namun laura memberikan senyumnya pada Awan. Gadis itu bangun dari duduknya dan menghampiri Awan, “aku rindu padamu”, dia memeluk Awan beberapa detik, Awan hanya diam memandangi Holli. Mata Holli berusaha untuk melihat ke arah yang lain.
Awan melepaskan pelukan Laura, “kapan kau kembali?”, tanya Awan pada Laura.
“aku baru datang hari ini dan aku langsung ke sini”, Laura duduk kembali di sofa, Awan mengikutinya. Laura kembali melirik Awan, “bagaimana kabarmu?apa kau baik-baik saja?”, tanya Laura pada Awan. Awan mengangkat kedua bahunya, tidak menjawab pertanyaan Laura.
Ayah Bagas berdehem, “jadi bagaimana sekolahmu di London?”. London?Holli jadi teringat seseorang yang diceritakan ayah Bagas beberapa hari yang lalu. Holli memperhatikan Laura, melihat wajahnya seperti Holli pernah melihatnya. Holli mengingatnya sekarang, dialah sahabat Awan sejak kecil. Gadis dalam foto bersama Awan yang terpajang di kamar Awan. Dari  mata Laura yang menatap Awan, Holli tahu bahwa hubungan mereka bukan hanya sekedar sahabat. Juga sikap Awan yang menjadi berubah ketika melihat Laura.
“sekolahku baik-baik saja”, jawab Laura pada ayah Bagas walaupun matanya masih tetap menatap Awan.
Awan sama sekali tidak menatap Laura saat berkata, “kapan kau akan kembali ke sana lagi?”
“bulan depan”
Awan berdiri dari duduknya, “akan lebih baik jika kau cepat kembali”, Awan berbalik dan melangkah keluar, Laura terkejut saat mendengar perkataan Awan padanya.
Belum sampai pintu Awan berbalik kembali dan melirik Holli, “sebaiknya kau pulang sekarang”, mengetahui suasana hati Awan sedang tidak baik jadi Holli mengangguk dan menurut pada Awan. Holli pamit pada ayah Bagas lalu tersenyum pada Laura, “senang bertemu denganmu”
Ayah Bagas meletakkan tangannya di atas tangan Laura, “maaf karena tidak memberitahumu lebih dulu, Awan sudah menikah”
Laura seakan mendapatkan sebuah bom yang meledak di hadapannya ketika mendengar pernyataan yang dikatakan oleh ayah Bagas, “menikah?”, gumamnya. Laura membetulkan tas yang terjatuh dari lengannya, “sebaiknya aku pergi”, dia meninggalkan kamar ayah Bagas dengan wajah syok. Laura seakan tidak mampu berkata apapun.
Pak Halim membukakan pintu mobil lalu Awan melirik Holli, “masuklah”. Holli masuk ke dalam mobil, tiba-tiba saja muncul Laura dengan wajah sedihnya yang juga keluar dari rumah. Laura melihat punggung Awan dan menghampirinya. Laura menepuk bahu Awan, “benarkah?”, gumamnya.
Awan menoleh dan mendapati wajah sedih Laura, “benarkah kau..”, Laura melihat Awan dengan tatapan kosong, “..sudah menikah?”
Awan hanya diam mendengar pertanyaan Laura, tidak tahu harus menjawab apa pada Laura. Awan membalikkan tubuhnya dan berjalan untuk masuk ke dalam mobil. Baru beberapa langkah Awan berjalan, Awan menghentikan langkahnya dan berkata pada Laura, “pulanglah”
“apakah gadis itu?”, ujar Laura lagi. Awan menghentikan langkahnya ketika mendengar Laura kembali berbicara.
Laura menjatuhkan dirinya di atas lantai, bertekuk dengan lututnya, “katakan kalau semua ini tidak benar”. Awan tetap diam tidak bicara. Holli ingin sekali keluar dari mobil dan mengatakan permintaan maafnya pada Laura, bagaimana pun juga Holli berada di antara mereka. Namun Holli tetap diam di dalam mobil, tidak akan mencampuri hubungan mereka, Awan pasti tidak akan senang kalau Holli sampai mengganggu.
“katakan kalau semua ini tidak benar”, Laura meninggikan nada suaranya pada Awan.
“aku bahkan tidak marah saat kau tidak memberi kabar apapun padaku selama setahun ini”, ujar Laura. Beberapa tetes air mata jatuh dari pipi Laura. Tulutnya melemas, dia terduduk di lantai dengan tangisnya yang pecah.
Awan berdiri di hadapan Laura matanya menatap atap yang kosong sementara kedua tangannya bersembunyi di balik saku celananya, “jangan menangis”, ujarnya. Laura tidak mendengarkan, dia tidak mempedulikan perkataan Awan. Laura tetap menangis, hatinya sangat hancur sekarang.
“jangan menangis”, Awan berkata pelan pada Laura. Laura masih menangis tanpa suara. Awan menjatuhkan dirinya dan memeluk Laura dengan erat, “sudah ku katakan jangan menangis”, bisiknya pelan di telinga Laura.
Holli membisu di tempatnya saat melihat Awan memeluk Laura. Beberapa menit yang lalu, Holli ingin sekali mendekati Laura untuk menghiburnya tapi sekarang entah kenapa Holli tidak ingin melihat kejadian itu. Holli memalingkan wajahnya dari Awan dan Laura.
“apa yang harus kulakukan?”, ucap Laura di tengah isak tangisnya. “apa yang harus ku lakukan?”, ucap Laura lagi. Awan semakin erat memeluk Laura.
“aku tidak ingin melihatmu seperti ini”, bisik Awan. Awan melepaskan pelukannya dari Laura. Menatap dalam melalui mata Laura. Awan memegang kedua lengan laura, membantunya untuk berdiri. Laura mencoba menahan tangisannya.
Perlahan Awan mengusap air mata yang membasahi pipi Laura dengan jari-jari lembutnya, “bukankah kau tahu, aku tidak suka melihat air mata”
Awan menyodorkan tangannya pada Laura, “berikan kunci mobilmu”, Laura membuka tasnya dan mengeluarkan kunci mobil miliknya, memberikannya pada Awan.
Awan berjalan menuju mobil, untuk beberapa detik menatap Holli yang masih memalingkan wajahnya. Awan menutup pintu mobil dan berpesan pada pak Halim, “aku akan mengantar Laura, sebaiknya kalian pulang”, pak Halim segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan rumah ayah Bagas. Holli masih diam dengan berbagai perasaannya, apalagi ketika melihat Awan sedang merangkul Laura lewat kaca spion mobil.
Dalam perjalan pulang, Holli meminta pak Halim untuk memberhentikan mobilnya. Holli turun dari mobil dan meminta pak Halim untuk pulang tanpanya.
“non mau ke mana?saya akan mengantar”, ujar pak Halim.
Holli menggeleng pada pak Halim, “tidak perlu pak, saya akan naik taksi dari sini”, pak Halim terlihat tidak yakin pada Holli wajahnya terlihat khawatir.
“aku akan segera pulang”, janji Holli. Holli memberhentikan sebuah taksi yang lewat, pak Halim menunggu Holli menaiki taksi tersebut sebelum melanjutkan perjalanan pulang. Holli tidak pernah berfikir untuk menyukai Awan tapi kenapa Holli jadi kesal karena melihat Awan memeluk Laura?kenapa saat Awan dengan gadis-gadis waktu di pesta Holli tidak terlalu peduli sedangkan saat Awan memeluk Laura, perasaan Holli jadi berubah?
Holli mampir di sebuah toko bunga di pinggir jalan untuk membeli seikat bunga kesukaan ibunya. Taksi berhenti di kompleks pemakaman. Holli turun dari mobil, berjalan menuju makam ibunya. Holli tidak tahu harus kemana selain menemui ibunya. Jujur saja, Holli sedang tidak ingin pulang ke rumah dan bertemu dengan Awan.
Holli meletakkan bunga yang dibelinya di atas makam ibunya. Holli duduk di samping makam ibunya, “bagaimana kabarmu bu?”
Holli menyapu kotoran yang menempel di papan nama ibunya dengan tangannya, “lihatlah, namamu hampir tertutup oleh debu”
Holli menghela nafasnya, “ibu tidak perlu khawatir lagi padaku, ayah Bagas sangat baik padaku dia sudah seperti ayahku sendiri bahkan dia lebih baik dari ayah”, Holli tersenyum senang.
“hari ini perasaanku sedang tidak baik, aku tidak ingin melihat Awan sekarang jadi aku sengaja datang menemuimu”, Holli berkata dengan wajah kesal, “sebenarnya ada apa denganku bu?”, Holli terus bercerita sendiri di depan makam ibunya. Sementara Awan yang sudah sampai di rumah terlihat panik mendapati Holli tidak ada di rumah. Mendengar perkataan pak Halim bahwa Holli turun di jalan, Awan langsung mengambil kunci mobil memacunya menuju jalan besar. Awan mencari Holli di sekitar jalan pulang, tapi Awan tidak menemukan Holli.
Awan sampai mencari Holli ke rumah milik ayahnya Holli namun Holli tidak ada di sana. Akhirnya Awan terfikir untuk mencari Holli di sekitar pemakaman ibunya. Awan kembali memacu mobil menuju pemakaman,  ketika Awan sampai pemakaman dia mencari di makam ibunya Holli. Namun terlambat, Holli sudah tidak ada di sana. Hanya ada seikat bunga yang masih segar tergeletak di atas makam.
Holli sedang sibuk mencari taksi ketika beberapa pemuda bertampang menyeramkan menghampirinya. Jalan sedang sepi saat itu, hanya ada sebuah warung yang berjarak tiga ratus meter dari sana. Holli terus berjalan untuk menjauhi pemuda-pemuda itu, namun pemuda-pemuda itu terus mengikuti langkah Holli. Holli mempercepat langkahnya dengan tergesa-gesa, pemuda-pemuda itu tertawa dan terus mendekati Holli. Holli melihat sekeliling untuk mencari bantuan, ada seorang ibu bersama anaknya. Wajah ibu itu terlihat ketakutan melihat pemuda-pemuda yang mengikuti Holli, ibu itu memeluk anaknya dengan erat. Holli berpaling, mencari bantuan yang lain namun tidak ada seorang pun yang bisa menolongnya. Tidak juga ada tempat untuk bisa berlindung dari pemuda-pemuda menyeramkan itu. Holli mencoba berlari namun langkah yang diambil Holli salah, pemuda-pemuda itu ikut berlari dan mereka berhasil menangkap Holli. Holli menyingkirkan tangan pemuda-pemuda itu dari tubuhnya, melakukan apapun yang bisa dilakukan Holli untuk melindungi dirinya sendiri. Holli menendang dan memukul mereka, tendangan Holli sampai mengenai bagian vital salah seorang dari mereka. Holli terkejut saat pemuda itu meraung kesakitan lalu wajahnya terlihat sangat murka, dia menganggkat kepalan tangannya. Saat dia hendak mengayunkan tangannya, Holli menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Beberapa detik kemudian Holli terdorong oleh mereka sampai membuat Holli jatuh di atas tanah. Sepertinya pemuda itu tidak sampai memukul wajah Holli.
Holli membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya. Para pemuda itu dipukuli satu persatu oleh Awan. Bagaimana Awan ada di sini, entahlah Holli tidak tahu. Ternyata Awan pandai berkelahi juga, dia berhasil mengusir pemuda-pemuda itu. Holli melihat lututnya yang berdarah, sepertinya terkena kerikil saat dia terjatuh.
“apa kau baik-baik saja?”, Awan menghampiri Holli, dengan cepat Holli menutupi luka di lututnya dengan roknya. Holli menggelengkan kepalanya, “terimakasih, aku baik-baik saja”
“bagaimana kau bisa ada di sini?”, Holli melihat Awan dengan bingung. Awan membalikkan badannya, wajahnya terlihat marah pada Holli, “apa kau tidak tahu? sangat sulit mencarimu kemana-mana, kenapa kau tidak memiliki ponsel?”, Awan membentak Holli. Holli tidak menjawab.
Awan melirik Holli, “apa kau bisa bangun?”
Holli menahan perih di lututnya dan mencoba berdiri, sekarang lututnya benar-benar tertutup roknya. Holli yakin Awan tidak akan melihat lukanya. Awan berjalan di depan Holli, dibelakangnya Holli berusaha berjalan sebaik mungkin agar lututnya tidak terlihat.
Awan membukakan pintu mobil untuk Holli, yang dibukakan oleh Awan adalah pintu mobil dekat dengan pengemudi. “aku akan duduk dibelakang”, Holli membuka pintu mobil bagian belakang. Awan menutup pintu mobil yang dibuka Holli dengan keras, “aku bukan supirmu, duduk di depan”, sekali lagi Awan membentak Holli.
Holli menurut pada Awan yang memarahinya. Awan kelihatan sangat marah padanya. Awan masuk ke dalam mobil, dia yang mengendarainya. Holli hanya diam di samping Awan, sesekali melirik Awan dan mendapati wajah marahnya. Holli melihat jalan, arah perjalanan bukan menuju rumah. Awan membawa Holli ke tempat lain, “kita mau ke mana?”, tanya Holli dengan berhati-hati. Awan tidak menjawab pertanyaan Holli.
Mereka berhenti di pinggir sederet ruko-ruko. Awan masuk ke dalam sebuah toko yang di dalamnya terpajang banyak handphone. Sebelum masuk ke dalam toko untuk mengikuti Awan, Holli melirik sebuah apotek. Awan melihat-lihat handphone yang terpajang di etalase, kemudian menunjuk sebuah handphone. Penjaga toko mengambilkan ponsel yang ditunjuk Awan, “aku akan membeli yang itu”, ujar Awan.
Holli mendekati Awan dengan berhati-hati, “aku ingin mencari toilet di luar”, Awan melirik Holli lalu mengangguk, “jangan terlalu jauh”
Holli keluar dari toko, setelah melewati beberapa toko Holli membuka rok yang menutupi lututnya. Darah semakin banyak yang keluar. Holli cepat-cepat berjalan ke apotek. Dia membeli alkohol, betadine, plester dan sebungkus kapas. Holli mencari tempat yang aman untuk membersihkan lukanya, Awan masih ada di dalam toko handphone ketika Holli melihatnya. Holli melihat bangku di balik pohon besar, Holli duduk disana dengan kakinya ikut naik ke atas bangku.
Holli membersihkan lukanya dengan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol. Tiba-tiba saja sebuah bayangan menutupi cahaya, “kenapa tidak memberitahuku kalau kau terluka?”, suara Awan mengangetkan Holli. Awan duduk di hadapan Holli, mengambil bungkusan yang ada di tangan Holli. Awan mengambil betadine dari dalamnya dan meneteskan sedikit demi sedikit di atas luka Holli, “apakah sakit?”, ujar Awan. Holli menggeleng pelan.
Awan melihat Holli, “katakan saja kalau sakit”, Awan menutupi luka di lutut Holli dengan plester. Awan bangkit dari duduknya, “apa kau bisa berjalan?”
Holli mengangguk, menjatuhkan kakinya ke tanah. Ketika Holli hendak bangun, tiba-tiba saja Awan mengangkatnya, “bisakah kau lupakan perjanjian kita?”. Holli bahkan tidak terlalu mendengarkan apa yang dikatakan Awan padanya. Entah kenapa jantung Holli terus berdetak hebat, tidak seperti biasanya. Bahkan setiap kali Holli merasakan hembusan nafas Awan di wajahnya, detak jantungnya semakin tidak bisa dikendalikan. Selain nafas Awan yang dirasakan Holli, entah kenapa Holli seakan merasakan dua detak jantung yang seperti saling berlomba berdetak. Apakah itu detak jantung Awan?ataukah hanya perasaan Holli saja?
Awan meletakkan Holli di dalam mobil, kemudian menutup mobil. Awan masuk ke dalam mobil, duduk di balik kemudi. Melihat Holli yang diam, Awan menarik seatbelt yang ada di samping Holli. Holli seakan membatu di tempatnya, dia bisa mencium bau parfum Awan saat tubuh Awan mendekat. Holli sampai tidak sadar kalau tiba-tiba saja mobil sudah kembali berhenti di depan rumah. Awan mengambil kotak handpone yang diletakkannya di jok belakang mobil. Membuka kotaknya lalu mengambil ponsel yang ada di dalamnya, Awan menyalakan ponsel tersebut. Menekan tombol-tombol yang ada di sana. Beberapa detik kemudian ponsel milik Awan berdering. Awan menekan tombol untuk mematikannya. Kemudian Awan menyerahkan ponsel itu pada Holli, “simpan baik-baik”, setelah itu Awan keluar dari mobil.
Holli membuka seatbeltnya ketika ingin membuka pintu mobil, seseorang sudah membukanya. Awan kembali mengangkat Holli dari dalam mobil, Holli mencoba melepaskan tangan Awan, “aku bisa jalan sendiri”. Tapi Awan tidak mendengarkannya, sepertinya dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan Holli. Pak Halim menghampiri mereka ketika masuk ke dalam rumah.
“apa yang terjadi?”, tanya pak Halim terlihat bingung. Pak Halim mengikuti Awan dari belakang.
Awan membawa Holli ke kamar Holli, pak Halim membukakan pintu kamar ketika mereka sampai. Awan meletakkan Holli di atas ranjang, kemudian dia berbalik untuk pergi.
“kenapa kau marah padaku?”, tanya Holli dengan kesal karena melihat wajah Awan seperti itu. Awan berbalik melihat Holli, “kau pikir aku tidak memikirkanmu karena kejadian di rumah ayah?lalu kau menghilang begitu saja”, ucapnya singkat lalu pergi meninggalkan kamar Holli.
Holli menghela nafas pendek sambil mengerucutkan bibirnya, “kenapa dia marah padaku?”, gerutu Holli.
Pak Halim yang ada di dalam kamar menjawab Holli, “kurasa dia tidak marah, dia hanya khawatir padamu”
Holli masih menggerutu di dalam kamarnya, “kenapa dia harus memikirkanku?bukankah dia bilang tidak akan pernah peduli padaku?”
Keesokan harinya Awan sudah terlihat membaik, dia kembali seperti biasa. Biarpun Awan terkesan tidak peduli pada Holli tapi setidaknya wajah Awan tidak menyeramkan seperti semalam. Sampai gerbang sekolah, Holli di sambut oleh Shaila, “kau dari mana?”, tanya Shaila. Holli tidak mengerti dengan pertanyaan Shaila, dia hanya mengangkat bahunya. “aku tidak melihatmu di tempat biasa pemberhentian angkutan umum”, gumam Shaila.
“yang benar saja, aku baru saja turun di sana”, Holli segera menggandeng tangan Shaila agar dia tidak kembali bertanya pada Holli.
Wajah Shaila terlihat sangat bahagia pagi ini, “kau terlihat sangat senang hari ini”, ujar Holli.
“bukankah setiap hari aku selalu terlihat bahagia?”, Shaila nyengir kuda pada Holli.
“kemarin aku dan Radit ke rumahmu tapi kau tidak ada”, Shaila menatap Holli dengan curiga.
Holli seperti seseorang yang sedang di interogasi petugas keamanan, “hah?”, hanya kata itu yang keluar dari bibir Holli.
“mereka bilang kau sedang tidak ada di rumah, saat kami tanya kau pergi ke mana mereka bilang tidak tahu”, jelas Shaila pada Holli. Holli merasa lega mendengarnya, tidak sia-sia Holli berpesan pada pelayan di sana untuk memberikan alasan apapun kalau ada yang mencari Holli ke sana.
“ya, mungkin aku sedang pergi ke pemakaman”, jawab Holli, “memangnya ada apa kalian ke rumahku?”, Holli balik bertanya.
“kami berencana untuk belajar bersama di rumahmu tapi karena kau tidak ada, aku dan Radit hanya belajar berdua”, jawab Shaila.
Holli membuka tasnya dan berkata, “mungkin lain kali kalian harus menghubungiku dulu”, dengan senang Holli menunjukkan ponsel barunya pada Shaila.
Mata Shaila berbinar-binar melihat ponsel yang ada di tangan Holli. Shaila langsung merebut ponsel itu dari Holli, “wow, ini ponselmu?”, Holli mengangguk senang.
“apakah ayahmu membelikannya untukmu?”, tanya Shaila lagi, Holli hanya mengangguk. “bukankah kau bilang istrinya tidak suka kalau ayahmu membelikan sesuatu untukmu?bahkan ponsel milikmu dulu di ambilnya kembali”, protes Shaila.
Holli merebut kembali ponselnya dari tangan Shaila, “aku tidak tahu tapi dia membelikan ini untukku”
“tapi ponsel itu sangat mahal harganya”, Shaila menunjuk ponsel yang ada di tangan Holli.
Holli menaikkan kedua alisnya pada Shaila, “memang berapa harganya?”
Shaila mengerutkan keningnya, “kira-kira sepuluh kali lipat dari harga ponselmu yang sebelumnya”
Mata Holli terbuka lebar pada Shaila, “benarkah?”, tanya Holli terkejut.
“tentu saja”
Semahal itukah ponsel yang dibelikan Awan untuknya?kenapa Awan harus membelikan barang semahal itu untuk Holli. Atau karena Awan memang sudah kebanyakan harta, sehingga dia bisa menghamburkannya begitu saja?Holli menggeleng-geleng kepala memikirkannya.
Bel istirahat pertama berbunyi, semua siswa berhamburan keluar kelas menuju kantin. Radit masuk ke dalam kelas Holli lalu menyapa Holli dan Shaila. “kalian ingin ke kantin?”, tawar Radit pada Holli dan Shaila.
Shaila tersenyum senang saat Radit mengajak ke kantin. Shaila tidak pernah menolak kalau di ajak ke kantin, dengan cepat Shaila menarik tangan Holli keluar kelas.
“hari ini ingin makan apa?”, tanya Shaila pada Radit. Radit mengangkat kedua bahunya lalu bertanya pada Holli, “kau ingin makan apa?”
“aku ikut kalian saja”
Radit melihat Holli dan berkata, “akhir-akhir ini kau tidak pernah keluar dengan kami lagi”
Holli menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “ah, aku hanya sedang ingin di rumah saja”
Sampai di depan kantin, seorang gadis tanpa seragam sekolah berdiri di depan pintu masuk kantin. Holli mengenalinya, dia Laura. Laura melambaikan tangan pada Holli dan tersenyum ramah. Holli membalas senyumnya.
“wow, siapa dia?cantik sekali”, Shaila menyenggol bahu Holli.
Holli tidak menjawab pertanyaan Shaila, Holli menghampiri Laura dan meminta Shaila dan Radit untuk masuk ke kantin.
“hai”, sapa Holli pada Laura, “kenapa kau tidak masuk ke kantin dan hanya berdiri di sini?”, tanya Holli.
Laura membuka kacamata hitamnya, “aku menunggu Awan”, dia memberikan senyumnya pada Holli. Holli ikut tersenyum kikuk, “kalau begitu aku masuk duluan”
“aku meminta izinmu untuk bertemu dengan Awan”, ucap Laura sebelum Holli melangkah.
Holli melihat Laura, “kau tidak perlu meminta izinku, walaupun kami terikat kami tidak pernah mencampuri urusan satu sama lain”, Holli menepuk lengan Laura, “aku tidak akan mencampuri urusan kalian”
Holli melanjutkan langkahnya meninggalkan Laura. Beberapa langkah Holli meninggalkan Laura, beberapa pemuda menghampiri Laura. Terlihat jelas kalau pemuda itu sedang menggoda Laura. Holli mencari Radit dan Shaila untuk duduk bersama mereka.
“dasar cowok, kenapa mereka selalu menggoda gadis-gadis cantik”, gerutu Shaila yang ternyata sedang memperhatikan Laura.
“mereka memang seperti itu, biarkan saja”, ujar Holli.
Holli ikut memperhatikan Laura dari dalam kantin. “apa dia temanmu?”, tanya Radit.
“hanya seorang kenalan”, jawab Holli singkat.
Tiba-tiba saja Shaila menyenggol Holli dan Radit. Dari tempat mereka duduk bisa dilihat Awan menghampiri Laura, dia menarik lengan Laura untuk menjauhkannya dari pemuda-pemuda yang menggodanya. Wajah Awan tidak terlihat ramah pada para pria yang menggoda Laura. Awan membawa Laura masuk ke dalam kantin, dengan cepat Holli menundukkan kepalanya. Berpura-pura tidak melihat mereka. “Awan keren sekali”, gumam Shaila.
Holli mencoba berkonsentrasi pada makanannya namun Holli masih bisa mendengar percakapan Awan ketika mereka masuk ke dalam kantin, “kau selalu seperti itu, membiarkan orang lain menggodamu”, ujar Awan pada Laura.
“mereka yang mendatangiku”, jawab Laura ketus.
Awan mengambil tempat duduk yang tidak jauh dari tempat duduk Holli dan temannya. Awan tidak menyadari kalau Holli duduk di tempat duduk yang dekat dengannya.
“sebenarnya siapa gadis itu?kenapa dia dekat sekali dengan Awan?”, bisik Shaila pada Holli. Holli menggelengkan kepalanya pada Shaila berharap Shaila tidak bertanya lagi padanya agar Awan tidak menoleh dan melihatnya.
“mereka kelihatan akrab sekali, sepertinya gadis itu kekasihnya Awan mereka cocok sekali”, Shaila terus berbicara dengan berbisik. Holli bahkan tidak mengangkat wajahnya sama sekali, Holli menggeser duduknya agar membelakangi Awan.
“kenapa kau ada di sini?”, tanya Awan pada Laura.
“kita belum menyelesaikan pembicaraan kemarin”, jawab Laura, “kau masih peduli padaku”
“sudah tidak ada gunanya lagi kita membicarakan hal ini, kau sudah tahu keadaanku sudah berubah”
Laura menggenggam tangan Awan, “aku tahu kau tidak mencintainya, dia juga tidak mencintaimu”, perkataan Laura terdengar sangat meyakinkan.
Awan melepaskan genggaman tangan Laura, “itu tidak penting”
“kenapa kau menerima semua ini?kau bisa menolaknya bukan?”, suara Laura semakin meninggi.
Awan berbisik, “berhentilah bersikap seperti ini”
Laura mendengus kesal, “apakah aku terlihat menyedihkan?”, Laura menatap mata Awan, “katakan kau masih mencintaiku”
Awan mengalihkan pandangannya dari Laura, namun Laura menahan wajah Awan untuk menatapnya, “katakan kau masih mencintaiku”, ulang Laura, “aku ingin mendengarnya sekali saja”
“aku masih mencintaimu”, suara Awan hampir seperti hembusan angin namun masih bisa di dengar dengan jelas. Laura tersenyum, “bisakah kita hadapi ini bersama?”
“kau akan terluka”, ucap Awan pelan.
Laura menggelengkan kepalanya, “aku baik-baik saja”
Pembicaraan mereka semakin mencair saat Laura memulai pembicaraan lain dengan Awan, “kau belum menceritakan apa saja yang terjadi padamu selama aku pergi”
“aku seperti seseorang yang sedang sekarat saat kau tidak ada”, jawab Awan. Laura tertawa mendengar perkataan Awan, “aku selalu mengirimimu email, apa kau membacanya?”, Awan mengangguk.
Laura menepuk lengan Awan, “kau membacanya tapi tidak membalasnya”
“kalau aku membalasnya aku takut kau akan terus memintaku untuk membalas emailmu”, ujar Awan sambil tertawa.
Laura mengangkat kedua alisnya, “aishh, kau ini”
Holli terus mencoba mendengarkan pembicaraan Awan dan Laura walaupun terkadang terdengar samar. Sesekali Holli mencuri pandang pada mereka. Awan sudah terlihat ceria sekarang, dia bahkan seperti manusia normal saat berbicara dengan Laura. Holli tidak pernah melihat Awan berbicara seperti itu dengan orang lain. Holli tidak lagi melihat Awan yang angkuh di sana, yang ada hanyalah orang biasa.
Laura melirik jam tangannya, “aku harus pulang sekarang”
“aku akan mengantarmu sampai depan”, Awan bangkit dari duduknya.
“tidak perlu, kau masuklah ke kelas”
Awan berbalik dan berkata, “baiklah”, namun Laura masih tetap di tempatnya.
Awan kembali berbalik melihat Laura, “kau melupakan sesuatu”, ujar Laura.
Senyum Awan mengembang kemudian dia tertawa pelan, “kau ini”
Laura cemberut pada Awan, “ayolah, aku tidak pernah mendapatkannya lagi setahun ini”
Awan mendekat pada Laura, “kau masih saja manja padaku”, kemudian Awan mendekatkan kepalanya pada Laura, mengecup pipi Laura dengan lembut. Dunia seakan berhenti berputar di sana, semua yang ada di kantin menatap pada satu titik. Awan dan Laura. Gadis-gadis menjerit tidak jelas, semua membicarakan mereka.
Di tengah suasana seperti itu terdengar suara, “Holli”, Holli tersedak makanannya ketika mendengar namanya disebut. Holli geram setengah mati, sudah bersusah payah agar Awan tidak melihatnya tapi sekarang sia-sia. Radit membantu Holli mengambil air minum dan menyodorkannya pada Holli.
Sekarang Awan dan Laura yang menoleh kepada Holli. Holli berpura-pura tidak melihat mereka, “kenapa kau memanggilku?”, bentak Holli pada Gugun yang memanggilnya.
“maaf, maaf, tapi pak Joni memanggilmu di ruang olahraga”, jawab Gugun. Holli meneguk lagi air minumnya lalu pergi meninggalkan kantin dengan cepat. Awan masih memperhatikan Holli sampai Holli tidak terlihat lagi.
Laura menepuk bahu Awan, “aku akan berbicara padanya”


to be continue...          back

Tidak ada komentar: