Sabtu, 28 Januari 2012

my girl is my wife (bagian tujuh)

“kau tidak ke kantor hari ini?”, tanya Holli ketika dia dan Awan pulang dari sekolah.
Awan menggeleng, “ayah ingin bertemu kita hari ini”
Mereka sampai di rumah ayah Bagas, ayah Bagas sudah menunggu mereka di ruang keluarga ketika Holli dan Awan datang. “duduklah”
Ayah Bagas mengacak-ngacak rambut Holli saat Holli duduk di sampingnya, “kenapa tidak ada yang memberitahu kalau anak gadisku yang cantik ini kemarin berulang tahun?”
“kalau temannya tidak merayakan ulang tahunnya di sekolah mungkin aku juga tidak akan pernah tahu kalau dia berulang tahun”, celetuk Awan.
Holli cemberut mendengar perkataan Awan, “aku juga lupa hari ulang tahunku”
Ayah Bagas tertawa mendengar Holli, “bagaimana bisa kau melupakan hari ulangtahunmu sendiri?”
“aku tidak berbohong, sepertinya otakku memang tidak diciptakan untuk mengingat hari-hari penting seperti itu”, ujar Holli pada ayah Bagas.
“kau selalu bisa membuatku tertawa seperti ini”, jawab ayah Bagas, “kau ingin hadiah apa dariku?”, Holli menggeleng pada ayah Bagas. “kau adalah hadiah terindah yang pernah kudapatkan”
“benarkah?”, tanya ayah Bagas. Holli mengangguk dengan pasti. “aku akan mengadakan pesta ulang tahun untukmu”, ujar ayah Bagas.
Holli melambai-lambaikan tangannya, “tidak, kau tidak perlu membuatkan pesta untukku”
“aku sudah mempersiapkan semuanya, kau tidak boleh menolaknya”, ujar ayah Bagas.
Awan mengambil sebuah koran dari meja lalu membacanya, “aku setuju untuk mengadakan pesta, bukankah kau selalu menginginkan pesta di hari ulang tahunmu?”
“kau tidak perlu melakukan apa-apa, aku yang akan mengurus semuanya”, kata ayah Bagas.
Ayah Bagas melirik Awan yang sedang sibuk membaca korannya, “berita apa yang sedang kau baca?”
Awan menurunkan koran yang dibacanya dari wajahnya, “bukankah dia temanmu?”, Awan menunjukkan sebuah foto yang ada di dalam koran.
“ahh ya, anaknya terbunuh setelah sebelumnya diculik oleh beberapa orang yang meminta tebusan tapi setelah dia memberikan tebusan itu ternyata anaknya juga di bunuh”, jelas ayah Bagas. “akhir-akhir ini sering terjadi pemerasan seperti itu, kalian berhati-hatilah aku selalu mengkhawatirkan tentang kalian”
Ayah Bagas mengambil koran dari tangan Awan, “hampir semua rekan bisnisku mengalami kejadian yang sama, bukan hal tidak mungkin para perampok itu tidak mengincarku”
Awan bangkit dari duduknya, “mereka itu orang-orang yang tidak tahu bagaimana mencari uang dengan cara yang benar”
“sudahlah jangan dibicarakan lagi”, ujar ayah Bagas.
Ayah Bagas melanjutkan pembicaraannya pada Holli, “apa kau ingin mengundang teman-temanmu dalam pesta ulang tahunmu?”, Holli dan Awan saling bertatapan saat mendengar pertanyaan ayah Bagas, “tidak, mereka tidak mengetahui hubungan kami kalau sampai mereka mengetahui hubunganku dengan Awan mungkin mereka akan berfikir hal yang tidak baik tentang kami”, jelas Holli.
Ayah Bagas mengangguk, “baiklah”
Pesta ulang tahun Holli dirayakan pada hari sabtu malam minggu. Pestanya akan diadakan pada malam hari. Sejak sore Holli sudah disibukkan dengan berbagai keperluan pesta. Entah itu gaunnya ataupun mengenai penampilan Holli. Ayah Bagas benar-benar mempersiapkan semua hal itu. Awalnya ayah Bagas ingin mengadakan pesta di sebuah hotel bintang lima namun Holli menolaknya, meminta ayah Bagas untuk mengadakan pesta hanya di rumah saja. Akhirnya pesta akan dilaksanakan di rumah ayah Bagas. Holli sudah bersiap di rumah ayah bagas pada pukul tujuh malam menunggu acara yang akan di mulai pada pukul delapan malam. Menjelang pukul setengah delapan malam, suasana sudah terlihat ramai. Para tamu undangan datang satu per satu. Holli bisa melihat para tamu yang datang dari dalam kamar. Holli hanya akan keluar dari kamar pada saat acara di mulai.
Awan mengetuk pintu kamar dan masuk. Awan mengenakan jas hitamnya lengkap dengan sebuah dasi berwarna silver karena Holli mengenakan gaun yang juga berwarna silver. “ada apa?”, ujar Holli pada Awan.
“aku akan pergi sebentar”, kata Awan.
Holli melihat para tamu undangan yang semakin banyak lalu kembali pada Awan, “ke mana?acara akan segera di mulai”
Awan menggenggam tangan Holli, “aku ingin menjemput Laura, kau tunggu sebentar aku pasti akan kembali dan membuka acara bersamamu”
Holli tidak pernah mendengar Awan meminta sesuatu padanya. Ini adalah pertama kalinya Awan meminta pada Holli. Holli mengangguk pelan pada Awan, “jangan sampai terlambat”
Awan tersenyum senang ketika mendengar jawaban Holli, “aku janji”, kemudian Awan kembali keluar dari kamar. Setiap menit yang berlalu Holli selalu melirik jam di dinding, dia merasa gugup dengan pesta yang akan segera berlangsung. Sekaligus cemas akan keterlambatan Awan. Seseorang mengetuk pintu, Holli bangkit dari duduknya. Berharap Awan yang akan datang tapi ternyata ayah Bagas.
Ayah Bagas tersenyum pada Holli, “kau cantik sekali”, pujinya pada Holli.
“terima kasih”
Ayah Bagas mengelus punggung Holli, “acara akan segera di mulai, bersiap-siaplah”, Holli menjadi semakin gugup mendengar perkataan ayah Bagas.
Ayah Bagas melihat ke sekeliling ruangan, “di mana Awan?”, tanyanya.
Holli menjawab pertanyaan ayah Bagas dengan gugup, “dia bilang akan segera kembali”
“apakah dia pergi?”, selidik ayah Bagas. Holli mengangguk pelan.
Ayah Bagas kembali bertanya, “ke mana?”
“menjemput Laura”, jawab Holli dengan nada rendah.
Ayah Bagas menaikkan kedua lengannya ke saku celananya, “aisshh anak ini, apa yang dia pikirkan?”
“dia berjanji tidak akan terlambat”, jelas Holli pada ayah Bagas.
Ayah Bagas menggeleng-gelengkan kepalanya, “kau bersiap-siaplah, kalau dia sampai telat aku yang akan mendampingimu”, Holli mengangguk.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Holli semakin gugup ketika mendengar suara pembawa acara sedang membuka acara pesta ulang tahun Holli. Holli membuka jendela kamar, menatap keluar. Berharap melihat Awan di sana. Seorang pelayan mengetuk pintu lalu membuka pintu kamar, “sudah waktunya non Holli keluar”
Holli menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan kemudian dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ayah Bagas masih terlihat cemas menunggu Awan namun dia sudah bersiap mendampingi Holli di sisi tangga. Dari lantai dua ini, Holli masih bisa melihat banyaknya para tamu undangan yang menghadiri pesta ini. “apa kau akan menuruni tangga tanpaku?”, terdengar suara Awan dari belakang. Holli menoleh, mendapati Awan berdiri di belakangnya. Awan melingkarkan lengannya di pinggangnya. Kedua alisnya mengangkat naik melihat Holli. Holli memasukkan tangannya ke dalam lingkaran lengan Awan.
“apa kau gugup?”, tanya Awan.
Holli mengangguk, “ini pertama kalinya bagiku, aku merasa seperti seorang puteri kerajaan”, bisik Holli pelan.
Awan tertawa pelan, “apakah aku sebagai pangerannya?”
“bukankah kau baru saja menjemput puterimu yang sesungguhnya?”, bisik Holli lagi.
Mereka sampai di ujung tangga, dengan perlahan Holli menuruni anak tangga. Holli sangat berhati-hati memperhatikan langkahnya agar tidak tersandung dengan gaun yang dikenakannya. Semua mata tengah memandang Awan dan Holli, seperti akan menyambut pangeran dan puteri. Holli tidak pernah percaya bahwa apa yang dialaminya hari ini adalah kenyataan. Holli masih menganggap semua ini adalah mimpi baginya. Mereka tiba di ujung anak tangga paling bawah. Seluruh tamu undangan bertepuk tangan menyambut kedatangan Awan dan Holli. Di dekat ujung anak tangga, sudah di persiapkan sebuah meja dengan kue tart bertingkat tiga di atasnya. Kue tart terbesar yang pernah dilihat Holli yang sebelumnya hanya pernah dilihat Holli dalam televisi.
“mari beri tepuk tangan sekali lagi pada Awan dan isterinya yang cantik”, suara pembawa acara terdengar jelas di seluruh ruangan lalu disambut dengan tepukan tangan para tamu.
“selanjutkan mari kita dengar sambutan dari tuan rumah yaitu bapak Bagas”, suara sang pembawa acara kembali terdengar.
Ayah Bagas yang sudah ada di samping Holli mengambil sebuah mikrofon dan berbicara, “selamat malam semua. Seperti yang sudah kalian ketahui, saya mengadakan pesta ini untuk merayakan pesta ulang tahun menantu saya yang cantik ini. Walaupun hari ulang tahunnya bukan hari ini, tepatnya beberapa hari lalu tapi saya tetap ingin merayakannya dan juga sebagai ucapan selamat datang untuknya di keluarga kami. Kata terakhir yang ingin saya ucapkan adalah selamat ulang tahun anakku, aku berharap kau bisa bahagia menjadi keluarga baru kami”, ayah Bagas menutup pembicaraaannya.
Setelah ayah Bagas menyampaikan sambutan, Holli dipersilahkan untuk menyampaikan kata-kata. “sebelumnya saya berterima kasih kepada seluruh tamu yang sudah menyediakan waktu untuk dapat hadir pada perayaan ulang tahun saya ini. Juga saya sangat berterima kasih kepada ayah Bagas dan juga Awan yang sudah menerima saya sebagai keluarga mereka. Walaupun ayah Bagas bukan ayah kandung saya tapi saya sangat menyayanginya. Tanpa ayah Bagas dan Awan mungkin saya tidak pernah bisa merasa sebahagia ini. Bagi saya ini adalah hadiah terindah. Terima kasih”, Holli sudah menyiapkan kata-kata sejak kemarin dan akhirnya Holli bisa mengucapkannya dengan baik.
Sang pembawa acara kembali mengambil alih jalannya acara, “selanjutnya mari kita dengar apa yang ingin di sampaikan oleh Awan kepada istrinya”
Holli melihat Laura di tengah para tamu lainnya, memberikan senyumnya pada Holli. Awan memulai perkataannya, “saya tidak bisa berkata banyak selain mengucapkan selamat ulang tahun”, Awan berkata dengan singkat. Namun pembawa acara mencoba meledek Awan, “sepertinya semua yang hadir ingin melihat hadiah apa yang akan diberikan Awan pada Holli”, kemudian suasana menjadi ramai. Para tamu sepertinya setuju dengan pembawa acara. Awan mendekati Holli tanpa diperintah, menatap dalam ke mata Holli. “bolehkan aku mencium keningmu?”, bisiknya pelan di telinga Holli. Holli tidak bisa mengatakan apapun kecuali mengangguk pelan. Kemudian Awan menghampiri wajah Holli, menatapnya beberapa saat lalu mengecup kening Holli untuk beberapa detik, “selamat ulang tahun”, ucap Awan. Para tamu dengan serentak bertepuk tangan kecuali Laura. Holli bisa melihat raut kekecewaan di wajah Laura.
Acara yang paling ditunggu adalah pemotongan kue tart. Potongan kue pertama Holli berikan untuk Awan lalu potongan kedua untuk ayah Bagas. Setelah pemotongan kue tart, para tamu dipersilahkan menikmati berbagai hidangan yang sudah disediakan. Beberapa tamu yang lain hanya minum dan saling mengobrol satu sama lain. Holli disibukkan dengan beberapa tamu yang memberinya selamat ulang tahun, Awan ikut menemani Holli.
Laura menghampiri Holli dan Awan di tengah keramaian para tamu. Dia memberikan selamat pada Holli. “terima kasih sudah datang”, ujar Holli pada Laura. “apa kau marah pada Awan soal tadi?”, bisik Holli pada Laura. Laura hanya tersenyum kecut pada Holli. Kemudian Laura menarik lengan Awan menjauhi Holli.
Setelah Awan pergi bersama Laura, Holli sendiri di tengah keramaian. Beberapa tamu masih menghampiri Holli sampai Holli mendapati ayahnya beserta istrinya berdiri di hadapan Holli.”selamat ulang tahun Holli”, Helena menyalami tangan Holli.
“terima kasih”, jawab Holli dengan ketus.
“kau terlihat tidak senang melihat kedatangan kami”, kata Helena, “apakah karena kau merasa sudah mempunyai keluarga yang lain?kau melupakan kami?apakah kau tidak ingat siapa yang sudah membuatmu menjadi seperti ini?”, sederet kalimat meluncur dengan mulus dari mulutnya.
Ayah Rudi berusaha membuat istrinya diam namun Helena tetap berbicara, “bagaimana rasanya menjadi seorang puteri?menyenangkan?sepertinya aku agak menyesal sudah menikahkanmu dengannya”
“diamlah”, celetuk ayah Rudi.
Kemudian ayah Bagas datang menghampiri. Holli kembali bernafas lega saat ayah Bagas ada di sampingnya. Holli sangat benci berada terlalu lama dengan ayahnya dan istrinya yang menyebalkan.
“kalian datang melihat Holli?”, ujar ayah Bagas dengan ramah.
tentu saja”, jawab Helena.
Ayah Bagas merangkul Holli, “Holli pasti akan senang melihat kalian bisa hadir hari ini”
Holli menyela perkataan ayah Bagas, “ayah, aku akan ke toilet sebentar”
Ayah Bagas mengangguk pelan, “baiklah”
Holli senang sekali bisa meninggalkan ayahnya dan istrinya itu. Holli keluar dari rumah untuk melihat suasana di luar. Di pekarangan belakang rumah, Holli melihat Awan dan Laura sedang terhanyut dalam pembicaraan mereka. Hanya ada Awan dan Laura di pekarangan. Holli merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Holli menoleh dan mendapati tiga orang pria bertubuh besar berdiri di belakang Holli. Tubuh Holli yang kecil hampir tertutup oleh mereka. Mereka tersenyum menyeramkan pada Holli, “bukankah kau Holli?istri Awan?yang sedang berulang tahun?”, tanya seorang dari mereka.
Holli mengangguk lalu tiba-tiba saja seseorang seseorang menyekap mulut dan hidung Holli dengan saputangan. Tubuh Holli melemas, mereka membawa Holli berjalan sambil menutupi tubuh Holli. Holli masih tersadar dan mencoba untuk berteriak namun tidak bisa. Sebelum akhirnya Holli tidak sadarkan diri, Holli masih bisa melihat Awan berharap Awan melihatnya namun yang dilihat Holli….
Laura menarik lengan Awan, membawanya ke pekarangan belakang rumah. Tempat itu memang sangat sepi karena tidak ada tamu yang akan datang ke pekarangan belakang. Laura melepas lengan Awan setibanya mereka di sana.
“apa kau marah padaku?”, tanya Awan.
Laura memalingkan wajahnya dari Awan, “kenapa kau menciumnya?”
“aku minta maaf”, Awan mencoba meraih tangan Laura tapi Laura menepisnya.
“kau bisa melakukan hal lain, tapi kenapa kau memilih untuk menciumnya?”, Laura berkata dengan meninggikan suaranya beberapa oktaf.
Awan menggelengkan kepalanya dengan lemah, “aku tidak tahu kenapa aku ingin melakukannya”
“apa kau menyukai Holli?”, Laura berbalik dan menatap Awan. Awan memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Laura. Untuk beberapa menit Awan hanya diam.
Laura masih terus menatap Awan, “kenapa kau hanya diam?”, tanya Laura, “apa itu berarti kau menyukai Holli?”
Awan berbalik menghadap Laura, “kenapa kau bertanya seperti itu?”
“karena aku merasa begitu”, ucap Laura dengan lirih.
Awan membuang muka lalu berkata, “mungkin hanya perasaanmu saja”
Laura menunjuk mata Awan dengan telunjuknya, “aku bisa melihatnya di matamu, caramu menatap Holli berbeda bahkan saat kau menatapku tidak seperti saat kau menatap Holli”, Awan kembali terdiam.
“aku tidak merasa ada yang salah dengan tatapanku”, jawab Awan.
Laura kembali menyangkal, “hanya orang lain yang bisa melihatnya”, Laura terdiam beberapa detik sebelum melanjutkan perkataannya, “dan aku tidak pernah melihatmu terlalu mempedulikan orang lain selain padaku tapi sekarang aku bisa melihat kau sangat mempedulikan Holli, kau selalu mencemaskannya”
“karena aku adalah orang yang bertanggung jawab atasnya, kau tidak bisa melihat ini?”, Awan menunjukkan sebuah cincin yang terpasang di jari manisnya.
“lalu bagaimana dengan perasaanmu sendiri?”
Awan menatap Laura lalu memeluk Laura erat, “aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang kurasakan saat ini tapi yang aku tahu adalah aku sangat menyayangimu”, bisik Awan pelan di telinga Laura. Laura meneteskan air matanya mendengar perkataan Awan meskipun Awan tidak mengatakan bahwa dia mencintai Holli tapi Laura merasa yakin akan hal itu.
Awan melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Laura lalu Awan mendekatkan wajahnya pada Laura. “aku akan mengganti kesalahanku beberapa jam yang lalu”, kini bibir Awan mengecup lembut kening Laura. Kemudian bergerak turun, berhenti di bibir Laura. Awan menatap Laura, semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Laura. Ketika bibir Awan mendekat dengan bibir Laura, bukan Laura yang dilihat Awan sekarang. Entah kenapa wajah Laura mengabur dan muncul bayangan wajah Holli. Hanya ada Holli yang dilihat Awan.
Bagaikan hembusan angin yang melewatinya, sebuah memori terbayang dalam ingatan Awan.
Dalam ingatan Awan, Holli sedang terbaring di sampingnya. Mereka berada dengan jarak yang sangat dekat. Awalnya Awan hanya melihat bayangan Holli yang kabur di matanya namun semakin lama wajah Holli semakin jelas terlihat. Holli seperti sedang tidak sadarkan diri. Botol minuman beralkohol tergeletak di lantai.
“aku sangat menderita”, Holli meneteskan air mata terakhirnya, matanya terpejam dan tubuhnya rubuh di atas kasur.
“kalau begitu kita sama-sama menderita”, Awan melirik Holli yang sudah tertidur pulas. Awan mendekat kepada Holli dan memandangi wajahnya, “tapi kenapa kau terlihat jelek sekali?”, ujar Awan, “oh tidak, kau terlihat lebih cantik saat kau memasuki rumahku tapi tetap saja aku membencimu”, Awan cemberut dan memalingkan wajahnya dari Holli tapi dia kembali mendekat dan memandang setiap sudut wajah Holli.
“tentu saja aku tidak menyukaimu, aku  tidak mungkin akan menyukaimu!”, dalam ketidaksadarannya Awan melupakan perjanjian yang dibuatnya. Jari-jarinya kini tengah bermain di wajah Holli, “lihatlah wajahmu ini, alismu”, jari-jari Awan mulai menelusuri alis Holli, “matamu”, lalu jemarinya berpindah ke mata Holli yang sedang terpejam, “hidungmu”, kemudian turun melewati lekukan hidung Holli, “bibirmu”, ketika jemarinya hendak beranjak dari hidung, jari-jari itu terhenti beberapa detik dan dengan lembut membelai bibir Holli. Awan semakin dekat dengan wajah Holli. Jemarinya menyingkir dari bibir Holli ketika bibir Awan bersentuhan lembut dengan bibir Holli. Mata Awan terpejam beberapa saat sebelum akhirnya dia tertidur.
Awan tersadar dari lamunannya dan kini ia mengingat jelas kejadian yang dilupakannya. Kejadian saat Awan dan Holli mabuk di dalam sebuah hotel. Holli bahkan tidak mengingat kejadian tersebut. Itukah yang terjadi?pikir Awan dalam hati. Selama ini ternyata Awan yang sudah melanggar perjanjian yang dibuatnya sendiri. Mengingat kejadian itu, entah kenapa membuat Awan berdebar-debar. Apakah ini yang dirasakan Awan selama ini pada Holli?
Awan menjauhkan kembali wajahnya dari wajah Laura. Awan tidak bisa lagi melanjutkannya. Dengan perlahan Awan menghapuskan bibir Laura yang sedikit sudah tersentuh bibir Awan.
“maaf”, bisik Awan, “aku tidak bisa melakukannya”
Laura menatap Awan yang ada di hadapannya. Awan menambahkan perkataannya, “kau benar. Bahwa aku menyukainya. Aku sudah jatuh cinta padanya. Aku mencintainya. Awalnya aku tidak yakin dengan perasaanku tapi sekarang aku benar-benar yakin bahwa aku mencintainya. Alasan kenapa aku memilih untuk mencium keningnya adalah karena aku mencintainya. Alasan kenapa aku selalu mencemaskannya adalah karena aku mencintainya. Aku tidak tahu sejak kapan ini terjadi, setiap kali aku melihatnya jantungku selalu berdebar cepat. Setiap kali aku memikirkannya, bibirku seakan ingin terus tersenyum. Juga setiap kali dia terluka, aku seperti ikut merasakan lukanya. Bukankah ini cinta?maafkan aku Laura tapi kurasa hubunganku denganmu bukanlah perasaan cinta. Aku tidak pernah merasakan hal semacam ini saat bersamamu. Mungkin aku memang menyayangimu tapi hanya sebagai sahabat, sebagai keluarga. Perasaan kita hanyalah sebuah pelampiasan akan kesepian yang selama ini kita hadapi bersama. Perasaan itu hadir saat kita saling mengisi dalam kesepian. Aku sudah menemukan seseorang yang ku cintai, aku harap kau juga bisa menemukan seseorang yang akan mencintaimu”, Awan berkata panjang lebar pada Laura lalu memeluk Laura dengan erat.
Butiran air mata keluar dari mata Laura, “aku tahu ini pasti akan terjadi”, ucap Laura.
“menangislah sampai kau merasa tenang”, sekarang perkataan Awan sudah berubah ketika Awan mengingat perkataan Holli. Laura terus menangis dalam pelukan Awan, “maaf sudah membuatmu terluka”
Sudah hampir dua puluh menit Laura menangis dalam pelukan Awan. Awan hanya bisa diam menunggu Laura menghentikan tangisnya, Awan mengerti bagaimana perasaan Laura.
Setelah Laura menghentikan tangisnya, Awan melepaskan pelukannya, “aku akan mengantarmu pulang”, ujar Awan.
Namun tiba-tiba saja pak Halim menghampiri Awan dan Laura, “maaf tuan, apa tuan melihat non Holli di sekitar sini?”, Awan menggeleng. Wajah pak Halim terlihat sangat cemas, “apa mungkin non Holli pulang ke rumah?”, gumam pak Halim.
“ada apa?”, tanya Awan pada pak Halim.
Pak Halim melihat Awan dengan wajah takut, “non Holli tidak ada tuan, sudah hampir dua jam kami mencarinya di sekitar rumah”
“kau sudah mencarinya di dalam rumah?”, tanya Awan. Pak Halim mengangguk, “kami sudah mencari di seluruh ruangan bahkan di toilet”
“aku akan mencarinya”, ujar Awan namun Laura masih terdiam di tempatnya, “pak Halim akan mengantarmu pulang, maaf”,  Awan menyuruh pak Halim untuk mengantar Laura.
Awan masuk ke dalam rumah, suasana di dalam sudah mulai hiruk pikuk. Semua sibuk mencari Holli. Ayah Bagas menghampiri Awan, “apakah Holli tidak bersamamu?”, tanya ayah Bagas dengan wajahnya yang pucat. Awan menggeleng. Meskipun pak Halim sudah mengatakan bahwa Holli tidak ada di dalam rumah, Awan masih tetap mencarinya. Awan menelusuri seluruh ruangan di lantai dasar, di dalam dapur, kamar, toilet bahkan gudang.
“Holli”, teriak Awan sambil terus berjalan menaiki anak tangga. Awan memasuki kamarnya, kamar ayahnya, hampir seluruh ruangan sudah Awan telusuri namun tidak juga menemukan Holli.
“Holli, di mana kau?”, Awan terus berteriak. Sekarang Awan mencarinya di sekitar halaman rumah tapi semua nihil. Holli tidak ada di sana. Awan semakin panik. Sudah berkali-kali juga Awan mencoba menghubungi ponsel Holli, tapi tidak ada jawaban. Ponselnya tidak dinyalakan. Awan kembali masuk ke dalam rumah lalu berteriak dengan keras, “Holli, di mana kau?”
Awan menghampiri ayahnya lagi, “bagaimana ini bisa terjadi?”, teriak Awan. Ayah Bagas hanya memeluk Awan. Awan mengambil sebuah kunci mobil, dia membawa mobil menuju rumahnya. Kembali mencari-cari Holli di seluruh ruangan yang ada di rumah mereka bahkan di halaman rumah ataupun garasi mobil. Awan kembali masuk ke dalam mobil, mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju pemakaman. Tidak juga Awan menemukan Holli di sana. Awan juga pergi ke rumah ayahnya Holli, ke rumah Radit bahkan ke rumah Shaila. Holli juga tidak ada di sana. Awan kembali masuk ke dalam mobil, memukul setir mobil dengan keras.
“kemana lagi aku harus mencarimu?”, suara Awan mulai melemah. Tiba-tiba saja ponsel Awan berdering. Terlihat nomor ponsel Holli di layar, dengan cepat Awan mengangkatnya , “Holli, di mana kau?kami mencarimu kemana-mana. Katakan sekarang kau ada dimana, aku akan menjemputmu”, Awan terus berkata di telepon.
Setelah Awan berhenti berbicara, terdengar suara berat seorang pria tertawa di ujung telepon, “apa kau sedang mencari istrimu?”, pria itu kembali tertawa.
“tenanglah, dia ada bersama kami”, ujar pria tersebut. Awan menggenggam erat ponsel miliknya, “siapa kau?apa yang kau lakukan padanya?”, geram Awan.
“ah dia sedang tertidur”, jawab pria tersebut.
Awan mengepalkan telapak tangannya yang kosong, “apa yang kalian inginkan?”
“perusahaan ayahmu sangat maju bukan?kami tahu bahwa ayahmu memiliki saham yang melimpah”, pria itu tertawa, “seharusnya kami menculikmu, tapi karena sepertinya ayahmu juga menyayangi gadis ini jadi lebih baik kami menculiknya tentunya akan lebih mudah”
“katakan saja apa yang kau inginkan”, potong Awan dengan nada suara yang tinggi.
“pastinya ayahmu tidak akan keberatan membagi satu milyarnya pada kami”, pria itu menekan intonasi perkataannya pada kata satu milyar.
“satu milyar?”, ulang Awan lagi.
“itu bukan bilangan yang banyak bukan bagi ayahmu?jika kau ingin gadis cantik ini kembali”, ancam pria itu pada Awan.
“jangan sentuh dia bahkan sesenti pun”, geram Awan.
Pria itu menjawab, “kami sedang memikirkan apa yang akan kami lakukan padanya kalau sampai kalian tidak membawa uang itu. Lihatlah wajahnya cantik sekali”, pria itu terdiam beberapa detik lalu melanjutkan, “dan bukankah tubuhnya terlalu indah jika hanya di lihat?”, pria itu berbisik pada Awan di ujung teleponnya.
“BAJINGAN KAU!!!BERANI KAU MENYENTUHNYA, MAKA AKU SENDIRI YANG AKAN MEMBUNUHMU”, Awan berteriak seperti orang yang kerasukan setan. Lalu panggilan terputus. Awan membanting ponsel yang ada di tangannya. Air matanya meleleh begitu saja. Awan kembali menyalakan mesin mobilnya, meluncur dengan kecepatan tinggi di jalan besar. Berhenti di depan sebuah kantor polisi. Awan mengambil ponsel yang sudah di bantingnya lalu berjalan memasuki kantor polisi.
“ada yang bisa kami bantu?”, seorang polisi bertanya pada Awan.
“aku ingin melaporkan penculikan”, ujar Awan sambil menahan amarahnya.
Polisi itu membawa Awan ke dalam sebuah ruangan, di sana seorang polisi duduk di kursinya. Awan di persilahkan untuk duduk di kursi kosong yang ada di hadapan meja polisi yang sedang duduk tesebut. “siapa yang sudah diculik?”, polisi tersebut memulai pertanyaan.
“istri saya”, untuk pertama kalinya Awan mengatakan bahwa Holli adalah istrinya. Polisi itu seakan tidak percaya dengan pengakuan Awan, “istrimu?”
“istri saya bernama Holli Cintya. Dia diculik beberapa jam yang lalu”, ujar Awan, “dia istriku, namanya Holli Cintya”, Awan mengulang perkataannya. Setetes air mata jatuh di pipi Awan.
“baiklah kami akan segera memprosesnya”, ujar polisi tersebut.
Setelah menjawab beberapa pertanyaan, Awan duduk di ruang tunggu dengan menundukkan wajahnya. Ayah Bagas datang menghampiri Awan. Awan menghubunginya beberapa menit yang lalu. Ayah Bagas duduk di samping Awan, “pesta sudah dibubarkan”, ucapnya.
“aku sudah mengirim beberapa orang untuk mencari keberadaan Holli lewat panggilan ponselnya melalui nomormu”, ujar ayah Bagas. Ayah Bagas merangkul Awan untuk menenangkannya.
“ini semua adalah salahku, seharusnya mereka mencariku bukan Holli”, ucap ayah Bagas dengan lirih, “kau tenanglah, mereka akan secepatnya menemukan Holli, bahkan aku rela memberikan seluruh hartaku untuk menebus Holli”
Awan memeluk ayahnya, “aku tidak pernah bersikap baik padanya, tidak juga menganggapnya sebagai istriku tapi sekarang aku mencintainya. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya”, ujar Awan. Ayah Bagas mencoba menenangkan Awan lalu membawa Awan pulang ke rumah. Semalaman itu, tidak sedetik pun Awan memejamkan matanya. Dia terus terjaga sambil terus menghubungi ponsel Holli. Entah sudah berapa ribu kali Awan mencoba menelponnya. Awan keluar dari kamar, melihat pak Halim sedang duduk di ruang tamu. Dia sedang melihat beberapa foto. “apa yang sedang kau lakukan?”, tanya Awan.
“tuan tidak tidur?”, ujar pak Halim terkejut.
“bagaimana bisa aku tidur”, jawab Awan, “lalu apa yang sedang kau lakukan”
“ah saya hanya mengkhawatirkan non Holli”, jawab pak Halim. Awan mengambil foto yang ada di tangan pak Halim. Itu adalah foto Awan dan Holli ketika mereka berada di pantai. Holli masih menggunakan gaun pengantinnya, “maaf tuan, saya mengambil foto itu tanpa izin”
Awan terkejut melihat betapa alaminya foto tersebut. Foto ketika Holli duduk di atas pasir pantai dengan Awan mengibaskan tangannya pada air pantai, saat itu Awan sangat marah pada Holli namun dalam foto tersebut seperti menggambarkan bahwa mereka sedang bermain-main di pantai dengan latar belakang matahari sore yang akan tenggelam. Kemudian foto ketika Awan melepaskan jasnya dan mengenakannya pada Holli yang terduduk. Terakhir adalah foto ketika Awan membawa Holli dengan kedua tangannya dihiasi dengan pemandangan pantai yang berlatarkan langit berwarna jingga. Mereka seperti pasangan pengantin paling bahagia di dunia.
“jadi ini yang kau berikan pada ayah saat itu?”, ujar Awan. Pak Halim mengangguk.
“boleh aku mengambil foto ini?”, pinta Awan pada pak Halim.
“semuanya saya berikan untuk tuan”
“apakah dia akan baik-baik saja?”, gumam Awan.
Pak Halim mengangguk dengan tenang pada Awan, “non Holli akan baik-baik saja”
Awan duduk di luar rumah, masih terus mencoba menghubungi nomor telepon Holli. Hingga matahari muncul, Awan masih tetap terjaga dengan ponselnya yang masih menghubungi nomor ponsel Holli. Lalu tiba-tiba saja ponsel Awan berbunyi, Awan mengangkatnya dengan cepat.
“temui kami di gudang sebuah pabrik yang sudah tidak terpakai”, kemudian pria tersebut memberitahu alamat yang harus di datangi Awan.
“apakah dia baik-baik saja?”, tanya Awan.
“tentu saja dia baik-baik saja selama kau tidak melakukan hal yang bodoh dengan kami”, ujar pria tersebut. Awan bergegas mengganti bajunya lalu segera pergi membawa mobilnya. Pak Halim mengikuti Awan dengan mobil yang lain. Ayah Bagas sudah menyiapkan uang yang diminta oleh para penculik tersebut di dalam sebuah koper. Beberapa mobil polisi sudah bersiap untuk mengawal Awan.
“aku tidak ingin terjadi apapun pada Holli, jadi jangan sampai para penculik itu melihat kalian dan jangan keluar dari persembunyian sampai aku mendapatkan Holli”, perintah Awan pada semua orang.
Awan memberikan pesan kepada pak Halim untuk mengawasi para polisi dan penjaga yang akan mengikutinya. “jangan biarkan mereka bergerak sebelum aku mendapatkan Holli tidak peduli apapun yang terjadi padaku”
“berhati-hatilah”, pesan ayah Bagas. Hari itu ayah Rudi juga datang menemui Awan, “bawalah Holli kembali”
Awan berjalan sendiri masuk ke dalam sebuah gudang yang sudah ditunjukkan oleh para penculik tersebut. Awan membuka pintu gudang dengan perlahan dengan koper di tangannya. Ruangan itu terlihat gelap kalau Awan tidak membuka pintunya dengan lebar. Awan sengaja membuka pintunya dengan lebar agar para polisi dapat melihatnya.
Di pojok ruangan, Awan bisa melihat Holli dengan tangan dan kaki yang terikat. Tiga orang pria bertubuh besar berada di sekeliling Holli.
“Holli”, ujar Awan.
Holli menggeleng pada Awan, “tolong aku”, jerit Holli. Holli memberontak di tempatnya lalu salah seorang dari pria tersebut merenggut dagu Holli dengan tangan besarnya.
“SUDAH KUKATAKAN JANGAN MENYENTUHNYA”, pekik Awan dengan suara yang bergema di dalam gudang.
“Awan”, lirih Holli.
Para penculik itu tertawa pada Awan, “letakkan koper itu”
Awan menggeleng, “kembalikan dia padaku”
“kami tidak bisa melepaskannya sebelum kau menyerahkan uang itu pada kami”, kata salah seorang dari pria tersebut.
Awan melangkah maju mendekati mereka, “kalau begitu kita saling bertukar bersamaan”, tawar Awan.
“baiklah”, jawab mereka saling pandang satu sama lain.
Awan terus melangkah maju mendekati mereka. Tangannya menggenggam erat koper yang dibawanya. Salah seorang penculik itu melangkah maju mendekati Awan. Awan menyerahkan koper itu perlahan lalu dengan cepat memukul wajah penculik tersebut, “ini balasan karena kau sudah berani menyentuhnya”, ujar Awan. Kedua penculik yang lain membantu temannya, Awan memukul semua penculik tersebut. Holli menutup matanya saat Awan berkelahi dengan para penculik tersebut. Ketika Holli membuka matanya, para penculik tersebut berlari ketakutan meninggalkan gudang. Seorang dari penculik itu membuang sebuah pisau saat berlari meninggalkan gudang. Awan tersenyum pada Holli, menghampiri Holli. Awan membukakan tali yang mengikat kaki Holli lalu melepaskan tali yang mengikat tangan Holli. Holli menangis dalam pelukan Awan.
“kau membuatku ketakutan setengah mati karena menghilang begitu saja”, bisik Awan dengan suara lirih di telinga Holli.
“aku yakin kau pasti akan datang menolongku”, ujar Holli.
Awan melepaskan pelukan Holli lalu dia memejamkan matanya selama beberapa detik, “apa kau baik-baik saja?”, ujar Awan dengan cemas. Holli mengangguk pelan. Dari dalam gudang Holli bisa melihat para penculik itu di tangkap polisi saat keluar dari gudang.
“kita harus segera pulang”, Awan menggenggam erat tangan Holli tapi Holli merasa Awan meremas tangannya terlalu kuat. Holli sampai merasa tangannya sakit karena genggaman Awan yang sangat kuat. Awan mengangkat kedua lututnya tapi kemudian dia terjatuh kembali.
“AWAN”, pekik Holli. Awan terjatuh dalam pelukan Holli. Sekarang Holli bisa melihat darah yang membasahi baju Awan di sekitar pinggangnya. Holli memegang tubuh Awan yang terluka, darah segar kini membasahi tangan Holli membuat tangan Holli bergetar hebat. Pisau yang dilemparkan oleh penculik itu ternyata sudah melukai Awan. Air mata mengalir di pipi Holli.
Awan masih berusaha untuk bangun dari pelukan Holli. Kemudian Awan menatap Holli dan tersenyum, tangannya kini meraih wajah Holli. Menyeka air mata di pipi Holli, “kau benar, jika awan tidak menurunkan hujan maka bumi akan gersang. Kau adalah bumiku dan aku akan menghujanimu saat kau membutuhkannya. Kau juga benar saat aku menangis aku seperti membagi kesedihanku pada sekelilingku karena kehilanganmu”, Awan berkata dengan terputus-putus karena menahan luka tusukan pisau di pinggangnya.
“apa yang kau katakan?”, ujar Holli dengan panik, “kita harus segera membawamu ke rumah sakit”, ujar Holli sambil terisak.
“aku..”, Awan terdiam menutup mata, wajahnya mengkerut selama beberapa detik lalu melanjutkan, “aku mencintaimu”


to be continue...          back

Tidak ada komentar: