Selasa, 10 Januari 2012

my girl is my wife (bagian satu)

Disinilah Holli sekarang, duduk di dalam sebuah mobil Nissan bersama seseorang yang sebelumnya tidak dikenalnya. Seorang lelaki yang seumuran dengannya. Jas hitam licinnya menandakan bahwa bukan sembarang orang yang mencuci dan menyetrikanya. Sepatu kulit yang terpasang di kakinya pun sangat mengkilat sampai debu pun tidak berani hinggap di atasnya. Walaupun umurnya sama dengan Holli namun tanggung jawabnya jauh berbeda dengan Holli. Gaya hidupnya pun jauh berbeda bila dibandingkan dengan kehidupan Holli. Lelaki itu tidak melirik Holli sama sekali, tatapannya hanya menatap keluar jendela dengan sesekali dia memencet-mencet tombol handphone yang ada di tangannya. Dia sama sekali tidak memperhatikan kalau Holi juga ada di dalam mobil itu dan duduk di sampingnya, bahkan dia tidak melirik Holli yang kini mengenakan gaun tercantiknya. Kalau ingat kenapa  Holli bisa sampai di dalam mobil ini, Holli akan sangat membenci kesialan yang sudah menimpanya.
Kesialan yang berawal dari rumahnya sendiri. Kesialan yang berawal karena dirinya sendiri. Ketika berumur lima tahun, Holli selalu menanyakan tentang ayahnya kepada ibunya dan ibu mengatakan kalau ayahnya adalah seorang pria yang baik. Hingga pada  saat Holli berumur 15 tahun ibunya meninggal, seorang pria menghampiri Holi dan mengatakan kalau dia adalah ayahnya. Ayah yang selalu Holli cari dan Holli  tanyakan pada ibunya. Ayahnya yang bernama Rudi.
Holli sangat mengagumi ayahnya, dia selalu berfikir bahwa ayah Rudi adalah pria yang baik. Ayahnya selalu mengatakan akan mengajaknya pergi untuk bertamasya kemudian membeli ice cream dan duduk di bawah pohon yang rindang. Namun, semua itu hanya kata-kata manis di bibirnya saja pada kenyataannya Holli tidak pernah mendapatkan semua itu. Setiap hari ayahnya sibuk bekerja, Holli hanya bisa melihat ayahnya pada saat pagi dan malam hari saja, itu pun kalau Holli belum tertidur. Bahkan setiap minggu ada saatnya beberapa hari ayahnya tidak pulang ke rumah.
“kemana saja ayah sampai tidak pulang ke rumah?”, Holli pernah menanyakan hal ini pada ayahnya.
“ayah sibuk bekerja”, jawab ayahnya dengan parau.
Pada suatu ketika, Holli mendapatkan jawaban atas sikap ayahnya selama ini. Holli masih berada di tempat tidurnya dan belum membuka matanya ketika suara cempreng seorang wanita berteriak-teriak dari dalam rumah. Dengan degup jantung yang tidak teratur dan mata yang mengantuk terbuka tanpa ingin menutup lagi, Holli membuka pintu kamarnya.
“KELUAR KAU WANITA JALANG”, seorang wanita kembali berteriak seperti orang yang kerasukan setan. Suara itu berasal dari lantai dasar, Holli mengintip dari anak tangga dan mendapati seoarang wanita cantik dengan make up nya yang tebal membuka pintu-pintu kamar yang ada di lantai dasar. Disusul dengan ayah Rudi di belakangnya. Ayah Rudi mengikutinya dengan wajah yang pucat, memohon-mohon pada wanita itu. Sesekali ayahnya menahan lengan wanita itu tapi wanita itu menampiknya.
Karena putus asa tidak menemukan apapun di sana, wanita itu menuju anak tangga dan mendapati Holli yang tengah mengintip dengan wajah yang penuh dengan pertanyaan.
“jadi bocah ini yang kau simpan?”, teriaknya di depan wajah ayah Rudi. Ayah Rudi terlihat mengecil di hadapan wanita itu. Wanita itu menghampiri Holli, Holli mencoba mundur untuk menjauhi wanita garang itu. Namun wanita itu berhasil mendapatkannya kemudian dia tersenyum licik, seperti sang harimau yang mendapatkan mangsanya untuk disantap.
Wanita itu mencengkeram erat rambut Holli dan menjambaknya, Holli menatap ayahnya untuk meminta pertolongan namun ayahnya hanya menatapnya dengan sedih, lalu wanita itu kembali berteriak, “DASAR BOCAH SIALAN. JALANG. BERANINYA KAU MERAYU SUAMIKU”, Holli terperanjat mendengar perkataan terakhir dari wanita itu. Dia mengatakan ‘suaminya’. Siapa yang dimaksud oleh wanita itu?jambakan wanita itu semakin erat dengan emosinya yang meluap-luap. Kemudian dia menampar Holli dengan tidak berperasaan. Holli terhempas di lantai saat tamparan itu mendarat di pipinya, air mata mulai turun di pipi Holli. Holli kembali menatap ayahnya dengan pandangan memohon pertolongan, kemudian ayahnya menarik lengan wanita itu dan berkata, “dia anakku”, ujarnya dengan wajah tertunduk dalam.
Wanita itu terpaku untuk beberapa detik dan sepertinya dia bertambah geram, “aku tidak pernah melahirkannya”
“anak dari istri pertamaku”, ucap ayah Rudi dengan putus asa.
Tangan wanita itu kembali melayang di udara dan menampar ayah Rudi, “ISTRI PERTAMA?”, ujar wanita itu dengan mata nanar.
“maaf”, ayah Rudi kembali tertunduk. Wajah wanita itu memerah dan matanya berkaca-kaca, “kau berbohong”, wanita itu memalingkan wajahnya dari ayah Rudi dan berlari menuruni anak tangga.
Holli yang masih terkejut dengan pembicaraan ayahnya dengan wanita itu dan wajahnya yang masih terasa panas karena tamparan yang didapatkannya memandangi ayahnya dengan perasaan yang tidak menentu, “ayah”, ucap Holli di sisa tangisannya. Ayahnya hanya menatapnya sebentar kemudian pergi menyusul ‘istrinya’. Sejak saat itu Holli sadar bahwa ayahnya tidak sebaik yang dia bayangkan. Ayahnya adalah seorang pengecut yang tidak pantas untuk dikagumi. Holli tidak habis fikir kenapa ibunya selalu mengatakan kalau ayahnya adalah pria yang baik. Tidak sadarkah ibunya kalau ayahnya telah mengkhianati mereka?ini adalah jawaban dari semua teka-teki hidup Holli. Bahwa ayahnya telah meninggalkan ibunya demi wanita itu. Istri keduanya.
Semenjak kejadian hari itu, ayah Holli tidak pernah mengunjungi Holli lagi. Holli sendirian di dalam rumah besar itu. Ayahnya hanya mengirimkan uang lewat pesuruhnya dan secara rutin seorang pelayan membawakan makanan untuk Holli tapi tidak pernah sekali pun Holli melihat wajah ayahnya lagi. Tiga bulan kemudian ayah Holli dan juga istri keduanya datang bersama untuk menemui Holli.
Holli, ayahnya, dan istri kedua ayahnya duduk bersama di ruang tamu. Istri kedua ayahnya melirik ayah Holli seperti sedang menyuruh untuk melakukan sesuatu. Holli menunggu ayahnya berbicara, “ada yang ingin kami bicarakan”, kalimat pertama itu diucapkan ayah Holli.
“kami..”, ayah Holli memutuskan perkataannya dan menarik nafas, “kami..”, belum selesai ayahnya berkata, istrinya memotong dan melanjutkan, “ayahmu berniat untuk menikahimu”. Duarr. Suara tembakan seakan menggelegar di dalam kepala Holli. Apa yang baru saja di katakannya?menikah?
“a..apa maak..sud kalian?”, tanya Holli terputus-putus.
“ya, ayahmu akan segera menikahkanmu dengan seorang pria”
Jantung Holli berdegup kencang, mencoba mencari jawaban dari ayahnya, “ayah, benarkah itu?”, ayah Holli tidak menatap Holli sama sekali. Mencoba mengalihkan pandangannya.
“dia pria yang baik, kau pasti akan sangat senang bersamanya”, kata Helena, istri ayahnya. Holli tidak akan pernah percaya dengan apa yang dikatakannya. Dia hanya ingin menjauhkan Holli dengan keluarganya, menyingkirkan Holli sejauh mungkin dari ‘suaminya’.
Dunia seakan berguncang bagi Holli. Holli kembali menatap ayahnya, “ayah, katakan ini tidak benar”, Holli menatap ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca. Ayahnya tetap diam.
Air mata mulai mengalir membasahi pipi Holli memikirkan apa yang akan terjadi jika dia sampai menikah, “ayah, aku tidak mau menikah. Aku masih 17 tahun”, Holli tersedu-sedu menatap ayahnya.
“ayah aku mohon jangan paksa aku untuk menikah”, Holli tidak ingin memohon pada siapapun namun Holli tidak bisa menahannya.
“jangan merengek seperti itu, aku sudah memikirkan bahwa ini yang terbaik untukmu”, hanya kata itu yang diucapkan ayahnya. Holli menyadari bahwa mereka tidak meminta persetujuan kepada Holli. Mereka hanya memberitahukan kabar mengenai pernikahannya. Kebencian pada ayahnya memuncak sejak saat itu, Holli tidak akan pernah lagi mengharapkan pertolongan ataupun berharap apapun lagi pada ayahnya. Bunyi ponsel membuyarkan lamunan Holli.
Suara dering ponselnya terus berbunyi namun dia hanya melirik layar ponselnya tanpa ada keinginan untuk menjawabnya. Setiap dering ponselnya berhenti, tidak lama berselang suara dering itu kembali berbunyi. Dengan mengerutkan dahi akhirnya dia menekan tombol untuk menjawab telepon. Sambil mendekatkan ponselnya ke telinganya, dia menatap ke luar jendela mobil. Seseorang di telepon sedang berbicara padanya karena dia terdiam cukup lama, dan untuk pertama kalinya dia melirik Holli sebelum akhirnya menjawab seseorang di telepon.
“tidak usah menunggu”, jawabnya singkat dan tanpa menunggu jawaban dari seseorang di seberang telepon, dia memutuskan panggilan.
“putar arah”, ucapnya pelan. Seorang pria paruh baya yang sejak tadi mengemudikan mobil dengan tenang, melirik tuan mudanya yang bernama Awan lewat kaca spion mobil, “tapi tuan sudah menunggu”, jawabnya dengan raut wajah yang menyesal karena sudah berbicara.
“arah pantai”, ucapnya lagi. Tidak ada suara lagi yang menjawab, mobil berputar arah sesuai dengan keinginan Awan, menuju pantai.
Holli memilin-milin gaun yang dikenakannya. Wajahnya tampak ketakutan, gelisah dan terus memikirkan apa yang akan dilakukan Awan di pantai. Lebih tepatnya adalah apa yang akan dilakukan Awan padanya?
Sepanjang perjalanan hanya kesunyian yang diliputi dengan ketegangan di dalam mobil mewah itu. Kalau masih ada pilihan untuk Holli bisa memilih antara duduk di dalam mobil mewah itu atau melompat keluar dari mobil, mungkin Holli sudah memilih melompat keluar dari mobil. Tapi itu hanyalah kemungkinan yang tidak akan terjadi, mobil sudah terkunci rapat. Kegelisahan membuat Holli terlelap, tubuhnya butuh beristirahat setelah seharian dia disibukkan dengan berjabatan tangan dengan wajah-wajah yang tidak dikenalnya. Bibirnya terasa kaku karena terus tersenyum palsu di hadapan orang banyak. Sementara Holli tertidur, Awan tetap terjaga dalam diam.
Holli terhentak dari tidurnya ketika seseorang menarik tangannya dengan paksa. Holli mengulet seperti ulat yang terkena sinar matahari, seolah memberontak karena seseorang telah menyita istirahatnya. Ketika matanya terbuka lebar, Holli mendapati Awan yang sedang menarik tangannya memaksanya untuk keluar dari mobil. Gaun yang dikenakan Holli hampir terbelit dengan kakinya saat awan menarik paksa Holli turun dari mobil. Di luar dapat dilihat hamparan air yang luas, pak supir menunjukkan wajah cemasnya pada Holli ketika dia menutup kembali pintu mobil. Awan memperlihatkan wajah beringasnya pada Holli, tidak peduli gaun yang dikenakan Holli tengah menyapu pasir-pasir putih yang ada di pantai. Tidak peduli Holli tengah bertelanjang kaki karena sepatunya terlepas saat turun dari mobil. Awan tetap menyeretnya menuju tepi pantai. Mungkin awan berniat untuk menenggelamkannya di tengah pantai lalu meninggalkan mayatnya terbuang terbawa ombak menuju lautan kemudian ikan-ikan akan memakan mayatnya sampai habis tidak tersisa. Semua bayangan-banyangan mengerikan itu menghilang seketika saat Awan menghempaskan tubuh Holli di pinggir pantai, serpihan karang-karang kecil menusuk melalui gaunnya sampai kemudian tersapu oleh ombak yang tiba ke tepi.
“apa yang kau mau?”, awan berteriak keras kepada hamparan air yang ada di hadapannya. Mengambil batu yang ada di sekitarnya lalu membuangnya jauh-jauh ke tengah pantai.
“tidak ada”, Holli menjawab pertanyaan awan dengan pelan, suaranya hampir tidak terdengar dibandingkan dengan suara deburan ombak.
Awan menoleh sebentar padanya lalu kembali melempar batu-batu kecil ke tengah pantai, “bohong”, ujarnya dengan licik, “orang-orang seperti kalian hanya menginginkan harta, uang, kekayaan”
“kalian?”, ujar Holli memastikan apa yang dikatakan Awan.
Selama ini Holli sudah merasa bahwa ia adalah perempuan yang paling menderita di dunia ini sekarang mendengar perkataan Awan tentangnya membuat Holli semakin menjadi perempuan paling menyedihkan. Awan tidak akan pernah tahu bagaimana Holli sangat menentang pernikahan ini, dan Awan tidak akan pernah merasakan bagaimana rasanya menjadi wanita yang menyerahkan diri dan harga dirinya pada lelaki yang tidak pernah di cintainya. Bagaimana Holli menjalani masa-masa penderitaan ini sendiri. Bagaimana Holli berusaha agar tidak meneteskan air mata kesedihannya di hadapan orang banyak.
“berhubungan dengan perjanjian awal kita”, ujar Awan sambil menatap hamparan pantai. Malam sebelum hari pernikahan kami, ayah mengajak Holli untuk pergi ke sebuah restaurant bergaya jepang. Awalnya Holli mengira ayahnya akan mengajaknya bersenang-senang sebelum pernikahannya dan sebagai rasa bersalahnya pada Holli. Tapi ternyata tidak, di sana Awan dan ayahnya sudah menunggu kedatangan kami. Itulah pertama kalinya Holli melihat calon mempelai prianya. Pria manis dengan dada bidangnya. Hidungnya terlihat mancung walau hanya sedikit, di kedua pipinya terdapat sedikit lesung. Wajahnya putih bersih dengan rambut tertata rapih. Sementara makanan belum datang, ayah Rudi memulai pembicaraan.
“senang sekali Awan bisa datang untuk makan malam bersama kami”, ujar ayah Rudi dengan riang. Awan tidak menunjukkan reaksi atas perkataan ayah Rudi, dia tetap bungkam dalam diamnya.
Ayahnya Awan tertawa memecah keheningan, “aku agak sedikit memaksanya”, sepertinya ucapan yang cukup jujur melihat sikap Awan yang bungkam.
“oh tidak apa-apa, setidaknya dia bisa melihat calon pengantinnya sebelum pernikahan”, jawab ayah Rudi tampak tidak mempermasalahkan sikap Awan padanya.
Ayah Awan melirik Holli dan tersenyum, “Holli cantik sekali”, pujiannya terdengar tulus di telinga Holli. Tanpa ragu Holli melemparkan senyum padanya untuk sekedar menghormati.
“berhubung kalian berdua masih berumur 17 tahun dan masih melanjutkan sekolah”, ayahnya Awan berhenti berbicara dan melirik mereka berdua kemudian kembali melanjutkan, “maka dari itu, kita harus membuat sebuah perjanjian”, dia menekankan intonasi perkataannya pada kata perjanjian. Holli melirik untuk mempertanyakan apa yang dimaksudnya dengan perjanjian.
Ayah Rudi menjelaskan, “perjanjian ini untuk kebaikan kalian berdua”
Ayahnya Awan mengeluarkan selembar kertas dan sebuah pena dari balik jasnya. Memberikan kertas itu kepada Holli. Mata Holli tertuju pada tulisan-tulisan yang ada di dalam kertas tersebut dan membacanya.

Berhubungan dengan umur kami yang tidak mencukupi untuk sebuah pernikahan, dengan ini kami Holli cintya dan Awan pratama membuat perjanjian sebagai berikut:
TIDAK AKAN MELAKUKAN ‘HUBUNGAN SUAMI-ISTRI’ SEBELUM BERUMUR 25 TAHUN
                                                            Tertanda
Holli cintya                                                                                         Awan pratama



Isi perjanjian tersebut ditulis dengan huruf bercetak tebal, dan isi nya hanya seperti sebuah lelucon bagi Holli. Holli tertawa membaca isi perjanjian yang dibuat oleh kedua orang tua kolot tersebut. Kolot karena mereka masih saja menjodohkan kedua anaknya di zaman modern seperti saat ini. Tanpa perjanjian itu pun, tentu saja Holli tidak akan menyerahkan harga dirinya kepada lelaki yang ada di hadapannya sekarang ini. Tersadar bahwa hanya dia yang tertawa sedang yang lain memperhatikannya, akhirnya Holli menghentikan tawanya. Awan yang menunjukkan wajah ingin tahunya segera merebut kertas perjanjian dari tangan Holli. Setelah membaca isi kertas tersebut, Awan hanya tertawa pelan seolah berkata bahwa Holli tidak akan pantas untuknya.
Ayah Rudi kembali berkata, “tentunya kalian sudah mengerti apa yang dimaksud dengan hubungan suami-istri kan”, ayah Rudi tidak bertanya kepada mereka, dia hanya mengatakan sebuah pernyataan.
“baiklah, kalau kalian berdua sudah setuju dengan perjanjian tersebut silahkan tanda tangan”, ayahnya Awan menyodorkan pena kepada Awan, dengan cepat Awan merebut pena itu lalu menandatangani kertas perjanjian. Kemudian menyodorkannya kepada Holli dan Holli pun melakukan hal yang sama.
“aku akan menambah isi perjanjian”, ujar Awan dengan kakinya yang bermain-main dengan air, “ini perjanjian tidak tertulis tetapi bagiku janji tetaplah janji dan harus ditepati”
“katakan saja”, sahut Holli dengan ketus.
Awan menghadap Holli sebelum melanjutkan perkataannya, “jangan pernah menganggapku sebagai suamimu, jangan pernah menyentuhku”
“tentu saja”, Holli menjawab setuju.
“dan jangan mengemis padaku”, Awan menekankan kata-kata terakhirnya itu pada Holli. Awan sudah menganggapnya sebagai pengemis yang akan menghabiskan harta kekayaannya. Menginjak-injak harga diri Holli. Karena sudah merasa direndahkan oleh Awan, Holli menambahkan perkataan Awan, “ya, kau benar. Aku memang ingin menghabiskan harta kekayaanmu itu lalu kau mau apa?”, tantang Holli tanpa takut.
Awan terlihat murka, wajahnya mengeras, matanya melebar. Ombak berlarian di bawah kakinya dan tiba-tiba saja Awan menampar ombak yang menghampirinya ke arah Holli. Sekarang gaun Holli basah karena cipratan air yang dibuat oleh awan.
“pergi kau!”, bentak Awan pada Holli.
Dengan perasaan terluka, Holli bangun dari duduknya dan hampir terjatuh ke dalam kubangan air ketika ombak menerpa kakinya. Namun Holli berhasil bangun dan menjauh dari Awan. Holli memang akan pergi, tanpa Awan minta. Itu juga keinginannya tapi di pantai dengan masih mengenakan gaun pengantinnya akan pergi ke mana Holli?tanpa uang sepeser pun yang dimilikinya. Awan sudah tidak terlihat lagi, entah sudah berapa jauh Holli melangkah. Holli berusaha untuk menahan air matanya agar tidak terjatuh namun usahanya itu sia-sia ketika sebuah bola voli mengenai kepalanya. Air matanya langsung meleleh. Dia terduduk di tempatnya berdiri. Mengeluarkan segala penat yang ada dalam hatinya dengan menangis. Segerombolan pemuda tanpa pakaian, hanya mengenakan boxer menghampiri Holli untuk mengambil bola voli yang tadi mengenainya. Mereka mendekat dan mendapati Holli tengah menangis dalam diamnya.
“hei, dia menangis”, ujar seseorang di antara mereka.
Satu diantara mereka berjongkok untuk mendekati Holli, “apa pukulan bola tadi terlalu sakit?”, tanyanya dengan wajah bersalah. Holli terus menangis tanpa menjawab pertanyaan darinya.
“kenapa dia mengenakan gaun pernikahan?”, tanya yang lain. Lalu yang lain mulai menyahut. Sekarang Holli dikelilingi oleh pemuda-pemuda bertelanjang dada itu. Mereka saling bertanya ini dan itu tapi tidak satupun pertanyaan yang dijawab oleh Holli. Mungkin mereka akan mengira Holli adalah perempuan gila yang sudah ditinggalkan oleh calon suaminya dan akan berniat untuk bunuh diri di pantai. Angin pantai yang kencang menembus gaun Holli dan menusuk kulitnya. Holli mulai bergidik karena dinginnya udara pantai juga karena sebagian gaunnya yang basah karena terkena air pantai. Sambil menangis Holli memeluk dirinya sendiri untuk mendapatkan kehangatan.
“siapa pria bodoh yang meninggalkan pengantin cantiknya di pantai ini?”, sahut seseorang diantara mereka lagi. Lalu tiba-tiba saja lingkaran yang dibuat oleh pemuda-pemuda bertelanjang dada itu di tembus oleh seseorang. Awan muncul dari balik lingkaran. Cukup lama menatap Holli sampai pemuda-pemuda yang ada di sekelilingnya sedikit demi sedikit pergi dan akhirnya hanya ada Holli dan Awan di sana.
Awan membuka jas yang dikenakannya, “aku paling benci melihat orang menangis”, ujarnya dengan mengenakan jasnya pada Holli. Kemudian mengangkat Holli dengan kedua tangannya. Awan hampir mati kebingungan ketika melihat Holli di tengah pemuda-pemuda bertelanjang dada dan yang membuat Awan lebih kebingungan adalah karena Holli tengah menangis. Awan tidak pernah tahan melihat seseorang menangis, dia sangat membenci tangisan. Karena setetes air mata adalah tanda kekalahan pada dunia. Saat menembus kawanan pemuda-pemuda tadi, awan berfikir keras tentang apa yang harus dia lakukan pada Holli sampai akhirnya dia terpaksa mengangkat Holli. Awalnya Holli memberontak tapi kemudian dia terdiam dengan sisa isakan tangisnya.
“ini tidak akan pernah terjadi lagi, aku berjanji tidak akan menyentuhmu”, Awan berkata pelan pada Holli sambil terus melangkahkan kakinya. Sampai di mobil, Holli mencoba tidur kembali untuk melupakan semua kejadian yang telah menimpanya.
Sampai di sebuah rumah besar, berlantai 2 dengan sebuah taman yang dihiasi beberapa bunga, mobil berhenti masuk ke dalam halaman rumah tersebut. Awan turun dari mobil. Pak supir membukakan pintu mobil untuk Holli. Holli turun dari mobil dan melihat ayahnya Awan tengah berdiri di depan pintu rumah. Tersenyum ramah pada Holli dan tampak tidak begitu peduli dengan gaun putih Holli yang kotor juga penuh dengan pasir pantai yang menempel.
Awan mendekat menuju pintu rumah dan hampir mau pingsan saat mendapati ayahnya tengah tersenyum padanya dan juga Holli. Padahal Awan sudah memperkirakan  ayahnya akan marah padanya dan sebenarnya awan tidak begitu peduli dengan amarah ayahnya.
“kenapa tidak bilang kalau kalian mau ke pantai?”, Awan melirik supirnya ketika ayahnya bertanya.
Holli tidak tahu harus menjawab apa, maka dia hanya diam dan tersenyum palsu. Ayah Bagas memperhatikan Holli dari atas hingga ke bawah dan keningnya mengkerut, “lihat, gaunmu sudah kotor, lebih baik kamu bersih-bersih dan mengganti bajumu”, ayah Bagas memanggil seorang pelayan untuk menemani Holli sementara Awan masuk ke dalam rumah tanpa mempedulikan Holli. Holli masuk ke dalam rumah ditemani oleh seorang pelayan, Holli mengikuti pelayan tersebut sampai di sebuah kamar besar. Masuk ke dalam kamar tersebut serasa bahwa Holli adalah seorang ratu karena kamar yang sangat mewah dengan sebuah ranjang besar di tengahnya. Ketika menoleh ke samping, terdapat sebuah kaca tembus pandang yang menuju sebuah kamar. Awan ada di dalamnya dia sedang duduk di tepi ranjang dan mencoba melepaskan dasi yang dikenakannya.
“itu kamar tuan Awan, kamar ini sengaja di desain bersebelahan dengan kamar tuan Awan dan kaca ini dibuat dengan tembus pandang agar nona dan tuan Awan bisa saling melihat”, si pelayan berkata dengan malu-malu.
Holli agak merasa risih dengan kaca tembus pandang tersebut, “apakah kaca itu bis…”, belum sempat Holli melanjutkan perkataannya, Awan menarik sebuah tali dan kaca tembus pandang itu pun tertutup rapat oleh tirai. Holli tidak melanjutkan perkataannya tapi nampaknya si pelayan mengerti apa yang ingin dikatakan Holli.
“nona bisa menarik tali yang ada di sini”, si pelayan menarik sebuah tali yang ada di pojok ruangan lalu tirai pun menutup kaca tersebut tanpa celah sedikit pun.
“silahkan nona membersihkan diri, kamar mandi ada di sebelah sana”, pelayan tadi menunjuk sebuah pintu yang ada di salah satu sisi kamar, “tuan besar menunggu di meja makan”, Holli mengangguk pelan. Pelayan pun keluar dari kamarnya.
Holli membuka gaun yang dikenakannya. Rasanya tubunya menjadi lebih ringan saat gaun itu di lepaskan. Kemudian perhiasan yang dikenakannya, kalung, anting dan terakhir adalah cincin pernikahannya. Holli memandang cincin yang di lepaskannya itu, cincin yang bernilai tinggi dengan sebuah permata di tengahnya. Cincin itu memang terpasang di jarinya namun seakan cincin itu tengah mencekik lehernya. Holli meletakkan cincin itu bersama perhiasan yang lain.
Awan sudah berganti pakaian dan membaringkan tubuhnya di atas kasur, bersiap untuk memejamkan matanya sampai seseorang mengetuk pintu kamarnya. Salah seorang pelayannya berdiri di depan pintu kamarnya ketika Awan membuka pintu.
“tuan Bagas dan nona Holli sudah menunggu di meja makan”, Awan hanya mengangguk menjawabnya. Tidak berniat untuk makan malam bersama ayahnya terutama dengan Holli yang menyebalkan itu.
Dengan malas, akhirnya Awan berjalan menuju meja makan. Ayahnya tengah tersenyum kepadanya dan Holli si gadis pengeruk harta kekayaan sedang duduk manis di samping ayah. Kenapa wajahnya menjadi innoucent seperti itu?
Rasanya Holli ingin sekali mengadukan perlakuan Awan kepada ayah Bagas, tapi melihat wajah Awan yang terlihat ketakutan pada ayahnya Holli jadi mengurungkan niatnya. Awan datang dan duduk di dihadapan Holli.
“kenapa tidak duduk di samping istrimu?”, ujar ayah Bagas melirik kursi kosong yang ada di samping Holli. Holli menelan ludah ketika ayah Bagas menggunakan kata ‘istri’ untuk dirinya. Holli bahkan tidak pernah berfikir bahwa dia telah menjadi istri dari seorang Awan. Istri dan suami hanyalah status dalam buku pernikahan mereka.
“jangan sebut dia sebagai istriku”, Awan berkata dengan ketus namun dia beranjak dari duduknya dan duduk di samping Holli. Awan memang tidak bisa menolak apapun permintaan ayahnya walau terkadang ada beberapa hal yang terkadang di tolaknya. Bisa dibilang pernikahan ini adalah salah satu permintaan ayahnya yang tidak bisa ditolak oleh Awan karena ayahnya sampai memohon agar Awan mau menikah dengan gadis pilihannya.
Ayah Bagas tertawa dengan keras mendengar perkataan Awan, “bahkan aku sendiri tidak menyangka kalau kalian sudah menjadi suami-istri, baiklah aku tidak sering-sering menggunakan kata itu pada kalian tapi nanti kalian pasti akan terbiasa dengan sebutan itu”, ayah Bagas berkata dengan bijak.
Di tengah makan malam kami, ayah Bagas kembali membuka pembicaraan, “bagaimana dengan bulan madu kalian?”, serentak Holli dan Awan tersedak bersamaan.
Ayah Bagas tersenyum melihat tingkah Holli dan Awan, “maksudku, sekedar berjalan-jalan selama beberapa hari. Sebenarnya aku sudah memesankan tiket pesawat ke paris untuk kalian berdua bisa dipakai kapanpun kalian mau”, ayah Bagas mengeluarkan dua lembar kertas dari kantung celananya dan menyodorkannya kepada Holli. Holli hanya melihatnya sekilas dan memberikannya kepada Awan.
“tidak perlu repoot-repot membelikan kami tiket ini, kami tidak akan pergi”, Awan menyodorkan kembali tiket itu kepada ayah Bagas.
“ambil saja tiket ini, kalian boleh berfikir lagi kapan tanggal yang cocok untuk bisa pergi ke sana”, ayah Bagas kembali memberikan tiket itu kepada Awan dan dengan setengah hati Awan menerimanya.
“apa kau ingin berkunjung ke rumah ayahmu?”, tanya ayah Bagas kepada Holli. Holli menggeleng dengan cepat, dia tidak ingin melihat wajah ayahnya lagi terutama dalam waktu dekat ini, “tidak untuk sekarang”, jawab Holli.
“kalau kau ingin berkunjung ke sana, Awan akan mengantarmu”, ujar ayah Bagas kemudian memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya. Awan langsung tersedak makanan yang sedang dikunyahnya ketika mendengar perkataan ayahnya yang tidak meminta lagi persetujuan darinya. Ketika meminum air putih miliknya, Awan melebarkan kedua bola matanya kepada Holli tapi Holli berpura-pura tidak melihatnya.
Ayah Bagas meneguk air minumnya dan berkata, “aku akan langsung pulang setelah makan”
Holli terbelalak mendengar perkataan ayah Bagas, “pulang?”, tanyanya bingung.
“tentu saja, aku tidak akan menginap di rumah pengantin baru. Jaga diri kalian masing-masing. Para pelayan ada di pondok sebelah, mereka akan pulang di malam hari dan tidak akan bekerja pada akhir pekan”, jelas ayah Bagus. Holli terdiam cukup lama, tidak pernah membayangkan dia hanya tinggal berdua dengan Awan dalam satu rumah.
“tenang saja, biasanya para ibu rumah tangga akan membersihkan rumahnya setiap akhir pekan”, Awan melirik Holli untuk menyindir.
“aku akan mengawasi kalian berdua, dan kalau kau tidak membantu Holli aku akan memberikan hukuman untukmu”, Holli hampir tertawa ketika ayah Bagas membuat Awan terdiam.
Setelah menyelesaikan makan malam mereka, Holli dan Awan mengantarkan ayah Bagas sampai pintu rumah.
“jangan tidur terlalu larut, besok kau harus sekolah dan pergi ke perusahaan setelah jam pulang sekolah”, pesan ayah Bagas kepada Awan.


Tidak ada komentar: