Sabtu, 28 Januari 2012

my girl is my wife (bagian enam)

Sepulang sekolah, Awan berjalan melewati koridor sekolah tiba-tiba saja Radit menghampiri, “apa akhir pekan ini kau sibuk?”, tanya Radit.
Awan mengangkat bahunya, “ada apa?”
“aku ingin mengajakmu ke kebun raya”, tawar Radit pada Awan.
“sepertinya aku tidak bisa”, jawab Awan singkat. Ketika mereka tengah berjalan, Awan melihat Laura di ujung koridor melambaikan tangan padanya. Awan membalas lambaian tangan Laura.
Radit melirik Laura lalu bertanya pada Awan, “apa dia kekasihmu?”, Awan tersenyum dan mengangguk pelan. Kelas Holli berada di dekat ujung koridor, Radit berhenti di depan kelas Holli. Holli keluar dari kelas bersama dengan Shaila.
Awan menghentikan langkahnya karena Laura menghampirinya, “kenapa kau masih di sini?”
“aku datang menjemputmu”, ujar Laura.
Radit menggandeng Holli dan Shaila, “apakah kalian akan langsung pulang?”, tanya Radit. Holli mengangguk. Shaila kembali bertanya pada Radit, “apa kau ingin mengajak kami ke suatu tempat?”, tanya Shaila dengan berbinar-binar.
Radit tersenyum jahil pada Holli dan Shaila, “bagaimana kalau akhir pekan ini kita pergi ke kebun raya?”
Shaila memasang wajah sumringah, “waah sepertinya menyenangkan, aku setuju”, Shaila mengacungkan ibu jarinya pada Radit.
Holli terlihat sedang berpikir sebelum menjawab, “tidak ada apapun di sana, hanya ada pohon-pohon besar”
“ayolah, hitung-hitung menghabiskan waktu bersama setelah beberapa minggu ini kita tidak pergi kemana-mana lagipula aku ingin refreshing karena terlalu banyak belajar dan ujian”, jelas Radit. Berharap Holli akan ikut bergabung dengannya. Akhirnya Holli mengangguk pada Radit dan Shaila. Shaila meloncat-loncat karena senang, “akhirnya kita bisa berlibur bersama”
Awan dan Laura mendengarkan percakapan mereka. Laura mencolek lengan Awan dan memasang wajah memohon pada Awan, “aku juga ingin berlibur”, bisik Laura.
“kita pergi ke tempat lain saja”, ujar Awan.
Laura merengek pada Awan, “bersama-sama akan lebih menyenangkan”, tanpa meminta persetujuan Awan, Laura mendekati Shaila, Holli dan Radit, “apa kami boleh bergabung?”
Shaila melirik Radit dan Holli, “maksudmu kau dan Awan?”, tanya Shaila mengulangi. Laura mengangguk.
“aku sudah mengajak Awan, kalau kalian ingin pergi kami tidak keberatan”, ujar Radit. Sebenarnya Holli agak kurang setuju kalau Awan dan Laura ikut bergabung bersama mereka. Tapi tidak mungkin kalau tidak menyetujuinya.
Mereka berjalan menuju parkiran bersama lalu berpisah dengan Radit, Holli berjalan di belakang sehingga Awan bisa berbicara pelan pada Holli, “aku akan pulang dengan Laura, kau pulang saja dengan pak Halim”, tanpa melihat Awan, Holli hanya mengangguk.
“kau tidak keberatan?”, tanya Awan lagi dengan pelan. Holli tidak menjawab dan melangkahkan kakinya dengan cepat agar menyusul Shaila.
Di dalam mobil yang dingin entah kenapa Holli masih merasa panas. Duduknya tidak pernah mendapatkan posisi yang nyaman. Holli memandang keluar jendela mobil tapi kemudian memandang lurus ke jalan. Holli tidak tahu kenapa dia gelisah seperti itu.
Pak Halim memperhatikan Holli melalui kaca spion, “sepertinya non Laura menjemput tuan Awan”, pak Halim memberikan sebuah pernyataan pada Holli.
“ya”, jawab Holli singkat.
Pak Halim kembali berbicara, “saya perhatikan non Holli gelisah sepanjang perjalanan”
Holli kembali menggeser duduknya, “gelisah?”, Holli mengulangi perkataan pak Halim, “aku hanya merasa sedikit kepanasan”, Holli mengibaskan tangannya pada wajahnya.
Pak Halim tertawa pelan, “sejak berumur 9 tahun mereka bersahabat dan menjelang remaja mereka menjalani hubungan sebagai kekasih”
Holli mengerutkan keningnya, “kenapa kau tiba-tiba mengatakan itu padaku?”
“ah, hanya ingin bercerita saja”, jawab pak Halim, “non Laura gadis yang baik tapi dia sangat manja pada tuan Awan mungkin karena tuan Awan selalu menuruti semua keinginannya”
Pak Halim diam beberapa saat sebelum kembali melanjutkan, “mereka sangat akrab”
Holli hanya mendengarkan perkataan pak Halim tanpa sedikitpun menjawab atau menambahkan perkataan pak Halim padanya.
Perjalanan ke kebun raya di tentukan hari minggu. Holli, Laura dan Awan sudah berkumpul di rumah Radit namun Shaila belum juga menampakkan dirinya. “aku akan menghubungi Shaila”, ujar Holli.
“aku saja yang menghubunginya”, Radit mengeluarkan ponselnya dan menekan tombol panggilan. Setelah beberapa menit dia berbicara di telepon, Radit berbalik pada Holli, “dia tidak bisa ikut”
“kenapa?”, tanya Holli.
Radit mengangkat kedua bahunya, “dia bilang adiknya sedang sakit dan ibunya menyuruhnya untuk menjaganya”
Karena Shaila tidak bisa datang, mereka hanya pergi berempat. Hari ini Awan membawa mobilnya sendiri tanpa pak Halim. Ketika Holli ingin menghampiri Radit, Awan menahannya memegang lengan Holli. Holli melepaskan tangan Awan, “kau masih ingat perjanjian kita bukan?”, ujar Holli dengan ketus.
Namun Awan seolah tidak peduli dengan perjanjian mereka,  “kau bisa naik mobil bersama kami”, ujar Awan. Laura menambahkan, “ya, kau bisa naik mobil bersama kami”
Holli menggeleng, “aku tidak ingin membuat orang lain curiga”
Radit sudah mengeluarkan motornya dari bagasi, “apa kau baru mencucinya?motormu terlihat bersih sekali”, Holli mengelus motor Radit yang terlihat mengkilap.
“ya, aku sengaja membersihkannya untuk hari ini”, jawab Radit, “kau ingin naik motor bersamaku?”, tanya Radit. Holli mengangguk, “untung hari ini aku memakai celana panjang”, Holli menunjukkan celana yang dikenakannya.
Radit tertawa melihat Holli, “kau seperti sudah mempersiapkannya untuk naik motor bersamaku”
Tiba-tiba saja Awan menyela pembicaraan, “bukankah akan lebih menyenangkan jika kita bersama-sama naik mobilku?”
“aku lebih suka naik motorku”, jawab Radit lalu menatap Holli, “kalau kau ingin naik mobil bersama mereka aku tidak keberatan”
Holli melambai-lambaikan tangannya, “tidak, aku lebih suka naik motormu”
Awan menyerah dan menggerutu ketika masuk ke dalam mobil, “kenapa dia membiarkannya naik motor?bukankah itu akan membuatnya  terkena banyak angin dan juga debu?”
“kau mengkhawatirkannya?”, tanya Laura. Awan menggeleng dengan cepat.
Radit melepaskan jaket yang dikenakannya dan memakaikannya pada Holli, “aku tidak mau kau masuk angin”, Radit juga melepaskan topinya dan memasangkannya di kepala Holli, “pakai ini untukku”
Holli cemberut saat memakai jaket dari Radit, “ini kebesaran untukku”, Radit tertawa melihatnya lalu membantu Holli menarik resleting jaket.
Sesampainya di sana, Holli dan Radit melebarkan tikar untuk dapat mereka duduki sedangkan Awan dan Laura hanya melihat mereka bekerja. Holli menggerutu pada Radit, “kenapa mereka tidak membantu?”
“bukankah mereka terbiasa di layani?”, jawab Radit santai lalu menutupi wajah Holli dengan topinya, “sudahlah jangan dipikirkan”
Selesai merapihkan tikar dan juga bekal makanan, Holli duduk di atas tikar, “kami akan mencari minum”, ujar Awan dengan Radit di sampingnya.
Laura mendekati Holli dan duduk di sampingnya, “sepertinya Awan sangat mengkhawatirkanmu”
“ah tidak, dia bilang dia membenciku”, jawab Holli.
Laura menatap Holli, “aku tidak melihat kebencian di mata Awan, dia tidak pernah membenci seseorang”
“apa kau tidak keberatan kalau aku dan Awan…”, Laura membiarkan perkataannya menggantung.
Holli menggeleng, “tidak perlu memikirkanku, sebenarnya aku ingin minta maaf padamu kalau aku tidak ada mungkin kalian tidak perlu berpisah. Kalian serasi sekali”, Holli mencoba tersenyum pada Laura.
“aku tahu tidak seharusnya aku berhubungan dengan seseorang yang sudah menikah tapi …”, belum selesai berbicara Laura meneteskan air matanya, “maaf, aku tidak bisa menahannya”, dia menghapus kembali air mata yang jatuh di pipinya, “aku sangat mencintai Awan, kami sudah lama dekat dan aku sangat mengenal Awan. Selama setahun ini aku tinggal di London, setiap aku menelpon atau memberi sms pada Awan dia tidak pernah membalas bahkan setiap hari aku mengirimkan email untuknya tapi tidak satupun emailku dibalas olehnya. Aku selalu berfikir mungkin Awan sibuk ataupun berbagai alasan lainnya, aku tidak bisa marah padanya tapi apa kau tahu bagaimana perasaanku saat aku kembali dan mengetahui kalau Awan sudah menikah dengan perempuan lain?mungkin itu alasan dia tidak pernah menghubungiku”, air mata kembali menetes dari mata Laura.
Holli mengelus punggung Laura, “aku..aku minta maaf, aku mengerti bagaimana perasaanmu”
“maafkan aku, aku tidak bermaksud membuatmu merasa bersalah aku hanya ingin mengatakan perasaanku pada orang lain. Kau gadis yang baik Holli”, Laura membersihkan sisa-sisa air matanya ketika melihat Awan dan Radit kembali.
“apa yang kalian lakukan?”, tanya Radit ketika duduk di samping Holli.
“kami sedang bercerita”, jawab Holli.
Awan mengeluarkan sebotol minuman lalu menyodorkannya untuk Laura, “minumlah”, Awan merogoh kembali ke dalam plastik untuk mengambil sebotol minuman yang lain, Awan ingin menyodorkannya pada Holli tapi Radit sudah lebih dulu memberikan minuman untuk Holli, “untukmu”, Radit menyodorkan sebotol minuman untuk Holli. Belum sempat Holli meminumnya, Radit kembali mengambil botol minuman yang ada di tangan Holli, “biar aku bukakan untukmu”
“kau tidak ingin berjalan-jalan?”, tanya Radit pada Holli. Kemudian Radit menyodorkan tangannya pada Holli, Holli menyambutnya. Radit menarik Holli dari duduknya.
Laura bangkit dari duduknya juga, “ayo kita ikuti mereka”, Laura menarik tangan Awan dan berjalan di belakang Holli dan Radit.
Mereka berjalan sampai di sebuah kebun bunga, berbagai macam bunga ada di sana. Radit memetikkan beberapa untuk Holli lalu memasangnya di telinga Holli.
“mawar ini cantik sekali”, Laura memetik setangkai bunga mawar merah, namun tangannya terkena duri, “aaa”
Awan menghampiri Laura lalu melihat darah di jari Laura, “kau baik-baik saja?”, tanya Awan. Awan segera menghisap darah yang keluar dari jari Laura. “aku akan mengambilkan satu untukmu”, Awan memetik sebuah mawar dan memberikannya pada Laura.
Mereka sudah berjalan cukup jauh, minuman pun sudah habis diminum. Laura berjongkok di tengah perjalanan. “kau lelah?”, ujar Awan. Laura mengangguk lalu Awan berjongkok membelakangi Laura, “naiklah”, ujar Awan. Laura menaiki punggung Awan. Awan menggendongnya seperti anak kecil. Tangan Laura merangkul leher Awan, “sudah lama aku tidak naik di punggungmu seperti ini”
Awan tertawa melirik Laura yang bermain-main dengan rambut Awan, “biasanya kau yang merengek padaku untuk minta digendong”
Holli hanya melirik keakraban Awan dan Laura. Dan perasaannya kembali seperti beberapa waktu yang lalu, seperti ada yang terbakar dalam dirinya. Perasaan yang sama saat Awan memeluk Laura, saat Awan mengecup pipi Laura, dan sekarang Awan tengah menggedong Laura. Holli masih tidak mengerti dengan apa yang dirasakannya saat ini.
Cuaca mulai berubah, langit menjadi kelabu. Kemudian tetes-tetes air jatuh dari langit. Hujan turun dengan tiba-tiba, Radit menggenggam tangan Holli dan berlari mencari tempat berteduh. Laura turun dari punggung Awan lalu ikut berlari. Udara menjadi dingin apalagi pakaian mereka sudah basah karena hujan. Radit memakaikan jaketnya lagi pada Holli.
“apa kita harus pulang sekarang?”, ujar Radit, “sepertinya hujan tidak akan berhenti”
“kalian naik mobil bersamaku saja”, usul Awan.
“tapi bagaimana dengan motorku?”, Radit menjawab dengan bingung.
Awan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkannya pada Radit, “aku akan menyuruh seseorang untuk mengambil motormu”, masalah terselesaikan.
Mereka semua masuk ke dalam mobil Awan. Holli dan Radit duduk di bangku belakang. “apa kau masih kedinginan?”, tanya Radit pada Holli. Holli menggeleng.
Holli sudah memejamkan matanya namun Radit masih bertanya padanya, “apa yang akan kau lakukan besok?”, Holli menggeleng lalu berkata pelan, “tidak ada”, setelah itu tidak terdengar suara apapun. Holli terlelap dalam tidurnya, menyandarkan kepalanya pada bahu Radit.
Awan menghentikan mobilnya di depan rumah Radit, “sudah sampai”
Mobil sudah berhenti namun Radit belum juga turun dari mobil, Awan menoleh kebelakang melirik Radit. Radit melirik Holli, “mungkin aku akan mengantarnya pulang”, ujar Radit sambil dengan hati-hati menepukkan tangannya di bahu Holli. Saat kedua kalinya Radit ingin menepuk bahu Holli, tangan Awan menahan tangan Radit, “jangan…”, Radit menatap Awan bingung, “jangan bangunkan dia, biar aku yang akan mengantarnya pulang”
“apa kau tahu rumahnya?”, tanya Radit.
Awan keluar dari mobil lalu membuka pintu mobil yang ada di samping Holli, “rumahnya satu arah dengan rumahku, aku pernah melihatnya”, Awan menahan kepala Holli yang bersandar di bahu Radit. Kemudian Awan mendongakkan dagunya pada Radit, “keluarlah”
Radit keluar dari mobil, Awan mengambil sebuah bantal kecil dan dengan hati-hati meletakkan kepala Holli di atasnya tapi tiba-tiba saja Holli membalikkan badannya. Hampir saja Holli terjatuh kalau Awan tidak menahan tubuhnya tapi tangan Holli merangkul tubuh Awan sehingga membuat tubuh Awan jatuh di atas badan Holli. Awan berusaha untuk menahan berat tubuhnya agar tidak membuat Holli kaget dan terbangun. Holli masih tetap tertidur lelap namun di depannya, Laura bangun dari tidurnya dan tanpa sengaja melihat kejadian tersebut. Laura membungkam mulutnya rapat-rapat. Awan menahan nafasnya selama beberapa menit saat dia melihat wajah Holli dengan sangat dekat, merasakan hembusan nafas Holli dan detak jantungnya yang teratur. Awan seakan terhanyut dengan keadaan itu, dia merasakan sesuatu dalam dadanya. Awan bisa merasakan detak jantungnya sendiri yang tengah berdetak hebat di tengah keheningan malam.
Suara pintu mobil yang terbuka membuat Awan kaget dan menjauhkan dirinya dari Holli, Laura menutup matanya kembali. Radit masuk dan melepaskan tangan Holli dari tubuh Awan, “jangan melakukan apapun padanya di saat dia tertidur”, gerutu Radit. Awan keluar dari mobil begitu juga Radit, “antarkan Holli secepatnya”, pesan Radit pada Awan.
“bagaimana kalau dia tidak sampai di rumah?”, ujar Awan ketika Radit melangkah. Radit membalikkan badannya menatap garang pada Awan. Awan tertawa melihat ekspresi wajah Radit, “aku hanya ingin melihat ekspresimu itu”, Awan menepuk bahu Radit beberapa kali, “aku pasti mengantarkannya”
Awan kembali melirik Radit, “apakah itu perhatian terhadap sahabat?”
Radit kembali melihat Awan, “karena Holli adalah sahabatku”
“matamu mengatakan lain saat menatapnya”, ujar Awan dengan tepat.
Radit mengepalkan telapak tangan kanannya, “dan karena aku menyukainya”
Awan menyunggingkan senyumnya pada Radit, “bukankah dia hanya menganggapmu sebagai sahabat?”
“kenapa kau menanyakan hal ini?”, tanya Radit, “kau bahkan tidak berteman dengan Holli”
Awan kembali menepuk-nepuk bahu Radit, “karena aku temanmu, aku ingin memberitahumu berhati-hatilah dengan langkah yang kau ambil kalau kau tidak ingin ada yang tersakiti. Jangan hanya melihat padanya tapi lihatlah juga orang-orang disekelilingmu”
Radit memberikan senyumnya pada Awan, “terimakasih atas nasehatmu tapi mengenai kejadian di dalam mobil tadi, aku tidak akan salah paham asalkan kau tidak jatuh hati pada Holli karenanya”, Radit tertawa pada Awan. Awan terdiam. Radit kembali menambahkan, “kau sudah punya gadis yang sangat cantik, aku tidak ingin kau menyakiti Holli kalau kau sampai menyukainya”, Radit menghentikan tawanya setelah beberapa menit, “ah aku hanya bercanda, bukankah itu tidak mungkin?”
Awan memaksakan senyumnya pada Radit, “ya, itu tidak mungkin”, Radit menepuk-nepuk bahu Awan, “motormu akan sampai besok pagi”, tambah Awan kemudian Awan berbalik dan masuk ke dalam mobil.
Laura sudah terjaga di tempat duduknya, “kau sudah bangun?”, tanya Awan.
Laura mengangguk pelan, “kau akan langsung mengantarku pulang?”
“tentu saja”, Awan menyalakan mesin mobil dan mobil pun kembali melaju di jalan.
Sementara Awan sedang mengemudikan mobil, Laura terus menatap Awan sehingga Awan menyadari tatapan Laura, “kenapa kau terus menatapku seperti itu?”
Hanya keheningan yang terjadi beberapa detik sebelum Laura menjawab, “apa kau mencintaiku?”
Awan mengalihkan pandangannya dari jalan untuk beberapa detik menatap Laura, “kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu?”
“apa kau mencintaiku?”, Laura kembali mengulang pertanyaannya.
Awan memberikan senyumnya pada Laura, “tentu saja”, Laura kembali diam ketika mendapatkan jawaban dari Awan.
“kita sudah sampai”, ujar Awan ketika mereka tiba di depan rumah Laura. Laura masih diam di tempat duduknya. “aku akan mengantarmu”, Awan keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Laura. Laura masih tidak beranjak dari tempat duduknya. Awan menundukkan kepalanya untuk melihat Laura, “kau ingin aku menggendongmu sampai kamarmu?”, tanya Awan lagi.
“aku ingin kau memelukku”, ucap Laura pelan. Awan menggeleng-gelengkan kepala sambil tertawa pelan, “aku akan memelukmu”, Awan menundukkan tubuhnya lalu melingkarkan tangannya di tubuh Laura. Laura balas memeluk Awan dengan erat, “sekarang bawa aku ke dalam”, Awan merenggangkan tangannya yang melingkari tubuh Laura menjatuhkan tangan kirinya di bawah lutut Laura dan mengangkatnya keluar dari mobil sementara Laura masih melingkarkan tangannya di leher Awan. Setelah mengantar Laura sampai kamarnya, Awan kembali melanjutkan perjalanan pulang.
Pak Halim menyambutnya ketika memasukkan mobil ke dalam garasi. “apa saya harus membawa non Holli ke kamarnya?”, tanya pak Halim. Awan meletakkan jari telunjuknya di bibirnya, menyuruh pak Halim untuk diam.
“masuklah, aku yang akan mengurusnya”, bisik Awan dengan pelan.
Awan membuka pintu mobil dan mengangkat kepala Holli dengan perlahan. Holli kembali berbalik, Awan menahan Holli agar tidak membuatnya terbangun. Tapi sekarang Holli malah bersandar di bahu Awan. Awan kembali mengangkat Holli, tapi setiap kali Awan hendak mengangkatnya Holli selalu menggeleng dalam tidur. Karena takut membuat Holli terbangun, Awan membiarkan Holli bersandar di bahunya. Awan ikut tertidur di dalam mobil bersama Holli.
Siluet sinar matahari masuk melalui kaca mobil tepat mengenai mata Awan. Awan melirik Holli yang masih tertidur. Awan ingin mencoba menyingkirkan kepala Holli dari bahunya tapi Awan mengurungkan niatnya. Awan memutar kepalanya ke kiri dan ke kanan. Bahunya sudah terasa pegal karena semalaman Holli bersandar di sana. Awan melihat jam di tangannya, sudah pukul setengah tujuh. Mereka sudah kesiangan bangun dan akan telat masuk sekolah tapi Awan masih tidak berniat untuk membangunkan Holli. Ketika Holli mulai mengulet, Awan kembali memejamkan matanya. Berpura-pura masih tertidur sementara Holli bangun dari tidurnya. Holli yang baru terbangun, kaget karena mendapati dirinya dan Awan tertidur berdua di dalam mobil dan kepalanya tengah bersandar di bahu Awan. Holli menegakkan kepalanya lalu merapihkan rambutnya dengan tangan. Ketika melihat keluar, matahari sudah muncul. Kesiangan, pikir Holli.
Tangan Holli sudah dekat dengan bahu Awan untuk menepuknya tapi Holli tidak berani untuk menyentuh Awan. “bagaimana ini?”, gumam Holli.
Holli jadi terpikir sesuatu untuk membangunkan Awan, dengan berhati-hati Holli melangkan ke dasbor mobil lalu menyalakan radio dengan keras. Kemudian dengan cepat Holli keluar dari mobil. Awan membuka sebelah matanya saat pintu mobil ditutup oleh Holli lalu tertawa tapi saat ingin bangun bahunya masih terasa pegal. Awan keluar dari mobil sambil memukul-mukul bahunya.
Pukul tujuh seharusnya sekolah sudah masuk, pelajaran sudah di mulai dan gerbang sekolah sudah tertutup rapat namun karena kesiangan Holli dan Awan baru berangkat ke sekolah. Pak Halim membawa mobil dengan cepat, bahkan pak Halim tidak membiarkan mobil manapun mendahuluinya. Mereka benar-benar telat sampai di sekolah, sudah pukul setengah delapan pagi.
“bagaimana ini?aku tidak pernah setelat ini”, ujar Holli.
Awan yang masih di dalam mobil, terlihat masih duduk santai di dalam. “kenapa kau hanya diam saja di dalam?”, geram Holli.
Holli menghampiri penjaga sekolah untuk membukakan pintu. Namun usaha Holli sia-sia saja, penjaga sekolah tidak akan membukakannya. Sementara Awan meminta pak Halim untuk menelepon pihak sekolah dan mencari alasan yang bagus. Karena usaha pak Halim, gerbang sekolah akhirnya terbuka lebar untuk Awan dan Holli. Holli masuk ke dalam kelas dan terpaksa harus di hukum oleh pak Johan karena terlambat masuk.
“bagaimana perjalanan kemarin?”, tanya Shaila yang penasaran tentang perjalanan ke kebun raya sementara Holli sibuk menulis kalimat ‘maaf saya terlambat, saya berjanji tidak akan terlambat lagi’ sebanyak 2 lembar kertas folio.
Holli melirik ke sekeliling kelas, hampir seluruh isi kelas pergi ke kantin, “apa kau akan menemaniku di sini dan tidak pergi ke kantin?”, Holli nyengir kuda pada Shaila.
“Radit belum menjemput kita, aku akan ke kantin bersama Radit nanti”, jawab Shaila, “kau belum menjawabku, bagaimana kemarin?”, tanya Shaila yang masih penasaran.
Tangan Holli tidak lepas dari pulpen yang dipegangnya namun masih dapat menjawab pertanyaan Shaila, “kami kehujanan, jadi langsung pulang”
“apa yang sedang kalian lakukan?”, tiba-tiba terdengar suara Radit.
“Holli mendapatkan hukuman karena terlambat masuk kelas”, jawab Shaila.
Holli masih tidak mengalihkan pandangannya dari tulisannya, “kalian ke kantin saja, aku akan menyelesaikan hukuman ini”
“kau terlambat?”, tanya Radit suaranya seperti tidak percaya bahwa Holli terlambat, “bagaimana mungkin?”, ujar Radit lagi, “Awan juga telat”
“apa dia mendapatkan hukuman?”, pertanyaan Holli terdengar tidak peduli.
Radit mengangkat bahu, “seseorang menelepon bu Dinda lalu Awan tidak mendapatkan hukuman”
Radit menghentikan tangan Holli yang sedang menulis lalu menatap Holli dengan curiga, “apa semalam Awan mengantarmu pulang?”, tatapan Radit seakan menuduh sesuatu pada Holli. Holli mengangguk pelan pada Radit.
“apa Awan yang mengantarkan Holli?bukankah dia bersama kekasihnya juga?”, sela Shaila. Radit mengangguk.
“kami akan ke kantin, kau ingin pesan makanan?”, ujar Radit.
Tanpa mereka sadari, seseorang tengah mendengarkan semua pembicaraan mereka dari luar kelas. Ketika Radit dan Shaila keluar dari kelas, dia segera berjalan dengan cepat meninggalkan kelas.
Setelah beberapa menit Radit dan Shaila keluar dari kelas, seseorang bertubuh gemuk datang menghampiri Holli. Anak laki-laki itu bernama Bona, dia biasa menjadi pesuruh orang lain. Dia mendekat pada Holli dan menyodorkan makanan dan minuman pada Holli. Holli memandangnya dengan aneh, mungkin Radit dan Shaila yang menyuruhnya untuk membawakan makanan dan minuman ini.
“terimakasih”, Holli berkata dengan singkat lalu kembali melanjutkan pekerjaannya lagi.
“semangat!!”, Bona mengepalkan kedua telapak tangannya pada Holli. Holli memberikan senyuman setengahnya. Memang terkadang Bona terlihat aneh.
Bona keluar dari kelas Holli menghampiri seseorang yang menunggunya di ujung koridor, “sudah kau berikan?”, tanyanya pada Bona.
“kau memang anak yang baik”, dia merangkul bahu Bona dengan akrab, “apa kau mengenalku?”
“bukankah kau anak baru yang bernama Awan?”, jawab Bona.
Awan mendekati wajah Bona lalu berbisik di telinganya, “jangan sampai ada yang tahu mengenai ini”
Radit dan Shaila kembali ke kelas dengan bungkusan makanan dan minuman di tangan mereka. “kau harus menggantikan  uang kami”, ujar Shaila pada Holli.
“siapa yang membawakanmu makanan?”, Radit terlihat bingung melihat sudah ada makanan di atas meja Holli. Holli menjadi bingung ketika Radit dan Shaila masih membawa makanan. “bukankah makanan ini dari kalian?”, Holli menunjukkan sisa-sisa makanan yang sudah dimakannya.
Radit dan Shaila menggelengkan kepala bersamaan, “kami baru akan memberikannya padamu”. Holli mengangkat kedua bahunya karena salah mengira kalau makanan yang dibawakan Bona adalah dari Radit dan Shaila.
Holli baru selesai mengerjakan hukuman yang diberikan pak Johan pada saat pulang sekolah. Holli berjalan menuju ruang guru untuk meletakkan kertas yang sudah ditulis tangan olehnya. Saat keluar dari ruang guru, Holli berpapasan dengan Awan yang juga sedang berjalan ke arah yang sama.
Awan melirik Holli yang sedang mematah-matahkan jari-jari tangannya, “apa yang kau lakukan di ruang guru?”
Holli balas melirik Awan dengan sinis, “bukan urusanmu”
Ketika sampai di depan pintu kelas Holli, seseorang menyeret Holli dan menutup mata Holli. Karena kaget, Awan hampir saja memukul orang tersebut yang ternyata adalah Radit. Radit membawa Holli masuk ke dalam kelas.
“hei, siapa ini?apa yang kalian lakukan?”, jerit Holli panik. Radit membuka mata Holli lalu balon-balon diletuskan, seluruh orang yang ada di dalam kelas bersama-sama menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Holli. Shaila membawakan kue tart di tangannya dengan lilin-lilin kecil di atasnya.
Holli hampir menangis karena terharu, “kalian mengingatnya, aku bahkan tidak ingat kalau hari ini ulangtahunku”
Awan yang hanya menyaksikan perayaan ulang tahun Holli dari luar kelas, dia merasa bersalah pada Holli. Mereka hanyalah teman-teman Holli tapi mereka mengetahui hari ulang tahun Holli sedangkan Awan adalah suaminya tapi dia tidak tahu sama sekali kalau Holli berulang tahun.
Seluruh isi kelas meminta Holli untuk meniup lilin ulang tahunnya, “make a wish”, kata Radit.
Holli memejamkan matanya lalu berdoa dalam hati untuk mengucapkan permohonannya. Saat kue dipotong, Holli melirik ke pintu kelas berharap Awan masih ada di sana. Tapi tidak ada apapun di sana.
“hari ini kita akan bersenang-senang”, Radit berteriak di dalam kelas. Mereka sudah merencanakan akan pergi makan-makan bersama Holli sepulang sekolah ini.
Holli mengeluarkan ponselnya dan memberi pesan singkat pada Awan bahwa dia tidak pulang bersama Awan, Holli juga meminta izin untuk bisa pulang terlambat hari ini. Awan tidak membalas pesan dari Holli, namun Holli menganggap bahwa Awan mengizinkannya.
Sementara Holli pergi dengan teman-temannya, Awan meminta pak Halim untuk membelikan beberapa bunga, lilin, dan juga kue tart. Awan bergegas pulang ke rumah lebih cepat, dia mempersiapkan semuanya sebagai kejutan untuk Holli. Awan melakukan semuanya sendiri.
Hari sudah hampir malam tapi tidak ada tanda-tanda bahwa Holli akan segera pulang.  Awan tetap menunggu sampai pukul sepuluh malam, tapi Holli tidak juga pulang. Berkali-kali Awan mengirim pesan singkat tapi Holli tidak membalasnya. Akhirnya Awan menelepon Holli, “hallo”, bukan suara Holli yang didengar Awan melainkan suara berat seorang pria.
“mana pemiliknya?”, tanya Awan.
“ahh, dia sedang ke toilet”, jawab seseorang di ujung telepon. Awan mengenali suara tersebut milik Radit. Dengan kesal Awan memutuskan panggilan. Beberapa menit kemudian, Awan kembali menelepon Holli.
“hallo”, kali ini suara Holli yang terdengar di ujung telepon.
“cepat pulang atau kau tidak akan lagi mendapatkan maaf dariku”, Awan berbicara dengan cepat dalam satu tarikan nafas lalu memutuskan panggilan.
Holli meminta teman-temannya untuk segera pulang tapi ponselnya kembali berbunyi, Holli mengangkat teleponnya.
“selamat ulang tahun”, suara seseorang terdengar dari telepon.
“ayah”, ujar Holli kaget, “bagaimana kau tahu nomor ponselku?”
“aku menanyakannya pada Awan beberapa waktu yang lalu”, jawab ayah Holli.
Holli tersenyum pahit mendengar suara ayahnya, “sejak kapan kau mengingat ulang tahunku?”
“aku selalu mengingatnya, sekarang kau ada di mana?”, tanya ayah Rudi dengan antusias.
“untuk apa kau menanyakan keberadaanku?bukankah itu sudah tidak penting lagi untukmu?”, ujar Holli dengan ketus.
Terdengar suara ayah Rudi mengambil nafas sebelum kembali menjawab, “izinkan aku merayakan ulang tahunmu kali ini, bukankah kau selalu ingin merayakannya bersamaku?”
Holli terdiam mendengar perkataan ayahnya, “kafe bintang”
Ketika teman-teman Holli menghilang satu persatu, ayah Rudi datang menjemput. Holli masuk ke dalam mobilnya.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam tapi Holli tidak juga menampakkan dirinya. Awan menatap semua persiapan yang sudah dikerjakannya selama sore ini. Tapi melihat Holli tidak juga kembali, Awan melampiaskan kemarahannya dengan menjatuhkan gelas-gelas dan juga kue tart yang ada di atas meja.
“aarrrggghhhh”, teriak Awan pada udara kosong. Tiba-tiba saja ponsel Awan berdering, dari Laura. Awan mengangkatnya dengan cepat.
“anjingmu sakit?kau ingin aku mengantarmu ke klinik hewan?”, Awan berbicara di telepon, “baiklah aku akan menjemputmu sekarang”
Ketika panggilan terputus, sebuah panggilan masuk dari Holli sampai di ponsel Awan. Awan mematikan panggilan dengan kasar lalu mengambil kunci mobil dan pergi.
Holli sedang mendengarkan ayahnya bercerita ketika Holli melihat Awan di dalam mobil bersama Laura. “dia menyuruhku untuk segera pulang sedangkan dia sedang asyik pergi dengan Laura”, gerutu Holli.
“apa?kau bilang apa?”, ayah Rudi mendengar dengan samar perkataan Holli. Holli menggelengkan kepalanya dengan cepat juga berusaha mengalihkan pandangan ayahnya agar tidak melihat Awan.
Sepanjang perjalanan pulang bersama ayahnya Holli hanya memikirkan kekesalannya pada Awan. Berkali-kali Awan mengiriminya pesan, bahkan Awan menelponnya untuk cepat pulang. Dan dia mengancam Holli tidak akan memaafkan Holli kalau tidak segera pulang. Sementara dia pergi bersama Laura?sementara dia bersenang-senang dengan Laura?Holli memaki-maki Awan dalam hatinya. Ayahnya mengantar Holli hanya sampai depan pintu gerbang rumah. Holli turun dari mobil, tanpa mengucapkan salam perpisahan pada ayahnya Holli berbalik dan membuka gerbang. Ketika Holli membuka gerbang, betapa terkejutnya Holli melihat lilin-lilin menyala sepanjang jalan setiap Holli melangkah. Jalan itu terbentuk dari serpihan-serpihan mawar putih. Balon-balon juga di lepaskan setiap kali Holli melangkah, satu balon dari sisi kiri Holli, satu balon dari sisi kanan Holli mengiringi langkah Holli. Holli berjalan mengikuti kemana serpihan mawar putih itu berujung dengan diiringi oleh suara piano yang menyanyikan lagu ‘happy birthday”. Serpihan mawar putih itu membawa Holli ke pekarangan belakang rumah, di sana sudah ada sebuah meja dan dua kursi dengan lilin di sekelilingnya yang mulai padam. Isi yang ada di atas meja sudah berantakan, seseorang telah menghancurkannya. Gelas sudah berada di atas rumput, begitu juga kue tart yang sudah tidak terlihat bentuknya. Apakah Awan yang sudah menyiapkan semua ini?jadi inikah alasan Awan meminta Holli untuk segera pulang?apakah Awan sudah menunggunya berjam-jam yang lalu?Holli menjatuhkan lututnya di atas serpihan mawar putih. Holli tidak tahu kenapa air matanya mengalir begitu saja melewati pipinya. Holli merasa ulangtahunnya kali ini adalah ulang tahun terindah yang pernah di dapatkannya walaupun ia sudah berhasil membuat Awan kecewa.
Beberapa menit kemudian terdengar suara seseorang menepuk tangannya kemudian muncul kembang api bertuliskan happy birthday to Holli menghiasi langit yang hitam. Disusul dengan puluhan kembang api lainnya. Suara ledakan kembang api tersebut membuat Holli menghentikan tangisnya.
“aku tidak akan memaafkanmu kalau kau tidak menghentikan tangismu itu, aku benci sekali melihat orang menangis”, Awan muncul dari belakang Holli. Holli menghapus sisa-sisa air mata yang ada di pipinya.
“terima kasih sudah menutup hari ulang tahunku dengan sangat istimewa”, Holli melipat lututnya di depan tubuhnya, menyaksikan kembang api dengan duduk di atas serpihan mawar putih. Awan mendekat pada Holli, duduk di samping Holli. “ah tepat sekali jam dua belas malam”, kata Awan lalu melanjutkan, “seharusnya kau memberitahuku kalau kau berulang tahun”.
“aku bahkan lupa hari ulangtahunku, ku fikir hidupku sudah tidak akan bisa bahagia lagi jadi aku berusaha untuk melupakan hal-hal yang membuatku bahagia”, jawab Holli.
“sebagai suamimu aku minta maaf karena tidak mengetahui hari ulang tahunmu, kalau kau memberitahuku mungkin aku akan membuat kejutan yang lebih hebat dari ini”, perkataan Awan terdengar tulus untuk Holli. Awan tidak tahu mulai kapan dia tidak pernah bisa untuk tidak mempedulikan Holli tapi dia berusaha untuk berbaik hati pada Holli.
Holli tertawa mendengar perkataan Awan, “kau benar, kau suamiku tapi aku bukanlah kekasihmu”
“lalu siapa kekasihmu?Radit?haaa?”, Awan memberikan lelucon pada Holli, dia menggenggam serpihan mawar putih kemudian menebarkannya di atas kepala Holli. Holli membalasnya dengan kembali melemparkan serpihan-serpihan mawar putih pada Awan. Setelah lelah mereka tertawa bersama di bawah hamparan bintang-bintang.
Awan melirik Holli lalu menepuk bahunya sendiri, “bersandarlah”
Holli merasa bingung dengan perkataan Awan, dia hanya diam melihat Awan. “bersandarlah”, Awan kembali mengulangi perkataannya namun Holli masih terdiam. Tangan Awan merangkul bahu Holli lalu menarik Holli mendekatinya. Membuat kepala Holli terjatuh di bahu Awan. Holli masih membisu, tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Awan padanya.
“ini hadiah ulangtahun untukmu. Aku menarik kembali perjanjian yang ku buat”, Awan tersenyum pada dirinya sendiri.
“kenapa kau berubah pikiran?”, tanya Holli pelan.
“kau pikir aku akan diam saja jika melihatmu terjatuh di depan mataku tanpa bisa membantumu untuk bangun?bukankah itu tidak mudah?”, ujar Awan, “bukankah akan lebih baik jika kita…”, Awan memutuskan perkataannya lalu melanjutkan, “berteman”
Holli menghela nafasnya, “aku sudah punya banyak teman tapi tidak apalah kalau hanya menambah satu teman”, Awan tertawa pelan mendengar perkataan Holli.
“sebenarnya ulang tahun ku pun bukan hari yang membuatku bahagia”, ujar Holli sambil menghela nafas panjang. “setiap hari ulang tahun aku selalu berharap ayahku akan datang membuatkan sebuah pesta ulang tahun untukku tapi sekalipun dia tidak pernah datang di hari ulang tahunku, sepertinya tidak ada hari yang membuatku bahagia”
Awan melirik Holli yang sedang asyik berbicara pada dirinya sendiri, sepertinya dia tidak melihat Awan yang sedang di sampingnya. Awan mengelus punggung Holli. “tapi hari ini”, Holli berhenti beberapa detik sebelum melanjutkan, “dia datang dan mengucapkan selamat ulang tahun padaku”, Awan ikut tersenyum mendengar kalimat terakhir Holli.
“apa kau tahu kenapa aku tidak suka melihat orang menangis?”, ujar Awan pada Holli. Holli menjawab pelan, “tidak”
“ibuku memberi ku nama Awan. Dia mengatakan padaku bahwa apa yang akan terjadi jika awan di langit menurunkan air hujan?bukankan awan akan berubah menjadi hitam menyeramkan dengan petir yang menyambar?bukankah akan lebih baik jika awan tetap terlihat biru di langit?sejak saat itu aku tidak pernah menangis, sekali aku menangis adalah saat ibuku meninggal dunia”, cerita Awan pada Holli. Pertama kalinya Awan bisa mempercayai seseorang untuk mendengar ceritanya.
Holli memejamkan matanya ketika dia menjawab perkataan Awan, “bukankah terkadang hujan juga membawa berkah?ada saatnya di mana bumi membutuhkan air yang turun dari langit, jika tidak ada hujan bumi akan gersang. Mungkin itu yang membuat sikapmu begitu dingin”
“benarkah?”, ujar Awan.
Holli kembali menjawab, “di saat aku menangis aku seperti bisa membagi kesedihan, kekecewaan bahkan kebahagiaanku pada apa saja yang ada di sekelilingku membuat beban yang ada di hatiku sedikit berkurang”
Awan terdiam mendengar semua perkataan Holli. Holli benar, Awan memang terkesan sangat dingin walaupun dalam hatinya tidak seperti itu. Awan bahkan tidak membagi beban hidupnya pada siapapun. Awan menghela nafas panjang di tengah keheningan malam.
Awan menatap Holli yang masih memejamkan matanya, “bagaimana bisa kau membuat hidupku menjadi seperti ini?”, ujar Awan namun Holli sudah terlelap dalam tidurnya.
“membuat hidupku menjadi lebih menarik”, Awan tersenyum pada dirinya sendiri, “aah bukankah bulan dan bintang itu terlihat sangat indah malam ini?”
Awan memperhatikan Holli yang terlelap di bahunya, “kurasa aku terkena serangan jantung setiap kali melihatmu sedekat ini”, Awan meletakkan tangannya di dadanya, merasakan jantungnya. Awan menyingkirkan rambut Holli yang menutupi mata Holli, meletakkannya di balik telinga Holli. Berlama-lama melihat Holli, membuat Awan semakin ingin mendekatinya. Awan mengecup lembut kening Holli sementara jantungnya tidak berhenti berdegup, “selamat ulang tahun”
Dengan perlahan Awan mengangkat Holli dengan kedua tangannya membawanya masuk ke dalam rumah, “kau bahkan tidak memintaku untuk mengangkatmu tapi kau selalu membuatku harus melakukannya untukmu”



to be continue...          back


Tidak ada komentar: