Selasa, 10 Januari 2012

my girl is my wife (bagian tiga)

Ini adalah akhir pekan pertama Holli bersama dengan Awan. Hanya ada mereka berdua di dalam rumah. Para pelayan libur pada hari ini dan besok. Holli sarapan pagi bersama dengan Awan, kemarin mereka sibuk sarapan dengan cepat karena mengejar aktifitas masing-masing tapi sekarang mereka sarapan dengan tenang dan suasana terasa hening. Selesai sarapan, pak Halim menghampiri Holli dan Awan di meja makan.
“saya akan membacakan jadwal nona dan tuan Awan untuk hari ini dan besok”, pak Halim berhenti berbicara untuk membuka kertas-kertas yang dibawanya. Holli hanya mengingat jadwal-jadwal penting yang dibacakan oleh pak Halim. Malam ini ada undangan pesta dari perusahaan sahabat ayah Bagas, mereka mengundang Awan. Dan ayah Bagas meminta Holli untuk menemani Awan pergi ke pesta. Besok harinya ayah Bagas dan Awan akan pergi ke pacuan kuda. Mereka akan menunggangi kuda di sana. Holli tidak pernah pergi ke pacuan kuda, mungkin ini akan menjadi pengalaman pertamanya.
Sore ini beberapa pelayan dikirim oleh ayah Bagas untuk mengubah penampilan Holli. Merias rambutnya dan juga wajahnya. Kemudian mereka mencocokkan beberapa gaun untuk Holli. Beruntung tubuh Holli tidak terlalu besar jadi banyak gaun yang pas di tubuhnya, dia hanya tinggal memilih warna dan model gaun yang cantik. Holli selesai dengan dandanannya, Awan sudah menunggunya di bawah. Ketika Holli keluar dari kamarnya, Awan terkejut dengan penampilan Holli. Ketika Holli mengenakan gaun pengantinnya, Awan sangat acuh pada Holli bahkan Awan tidak ingat bagaimana penampilan Holli saat itu. Sekarang Holli memang terlihat cantik. Tidak berbeda dengan gadis-gadis yang ada di sekolah Awan.
“maaf sudah menunggu”, ujar Holli dengan senyum manisnya untuk Awan. Awan tetap saja diam dan membalikkan badannya berjalan keluar rumah.
“ingat dengan perjanjian yang kita buat”, Awan melirik Holli untuk memastikan dia mendengar perkataannya. ‘bukankah dia yang membuat perjanjian itu sendiri?’, gerutu Holli dalam hati.
“kau dengar?”, tanya Awan kembali memastikan. Holli mengangguk pelan.
Mereka tiba di sebuah gedung hotel dengan beberapa penjaga yang berdiri di depan pintu masuk. Holli menjadi gugup ketika melihat orang-orang yang datang, mereka bukan orang biasa. Para pengusaha-pengusaha di seluruh kota, “apakah ayahmu datang?”, tanya Holli pada Awan. Kalau harus berbicara jujur, Holli takut sekali masuk ke dalam gedung sana. Apalagi Holli datang bersama Awan, sudah dapat di pastikan bahwa Awan akan meninggalkannya di dalam sana. Holli menarik nafas panjang sebelum melangkahkan kakinya keluar mobil. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi, doa Holli dalam hati.
Awan berjalan di depan Holli. Holli hanya mengikuti kemana pun Awan pergi. Namun Awan tidak mempedulikannya sama sekali, seolah-olah Holli tidak ada di belakangnya. Seseorang memanggil Awan dan menghampirinya.
“Awan, bagaimana kabarmu nak?”, sapa orang tersebut. Awan terkesan cuek dengan orang tersebut, dia tidak menunjukkan hormatnya pada seseorang yang lebih tua darinya. Lelaki itu menyadari keberadaan Holli dan menatap Holli. Holli memberikan senyum manisnya pada orang tersebut.
“siapa gadis cantik dibelakangmu itu?”, dia kembali bertanya pada Awan. Kali ini Awan menjawab pertanyaannya dengan ramah, “bukan siapa-siapa, hanya seorang kerabat”, setelah menjawabnya Awan pergi  begitu saja meninggalkan lelaki itu. Holli kembali mengikutinya.
Holli mengambil segelas air minum dari meja dan meminumnya beberapa teguk, membiarkan Awan berjalan sesuka hatinya. Ketika Awan sedang mengambil segelas air minum, beberapa gadis cantik menghampirinya. Gadis-gadis itu menyapa Awan dengan riang, Awan menjabat tangan gadis-gadis itu dengan akrab lalu merangkul gadis itu satu per satu. Holli hanya memperhatikan Awan yang tengah berbincang dengan gadis-gadis cantik di sekelilingnya.
“kenapa kau terus melihatnya?”, seseorang berbicara di samping Holli. Seorang gadis berdiri tepat di samping Holli saat Holli menoleh. Dia mengenakan gaun berwarna putih, sesuai dengan kulitnya yang juga putih dengan rambut bergelombangnya membuat gadis itu terlihat lebih menawan.
“kau pasti menyukainya”, gadis itu melanjutkan perkataannya sebelum Holli sempat menjawab, lalu gadis itu tertawa pelan, “semua gadis tentu menyukainya, aku tidak pernah mengatakan kalau aku tidak menyukainya”
Gadis itu menatap Holli seakan Holli adalah musuh terbesarnya, “aku tidak menyukainya”, suara Holli terdengar lantang. Gadis itu mentertawakan pernyataan Holli, “kau pikir aku akan percaya?apa kau tidak lihat?gadis-gadis cantik itu berusaha untuk memenangkan hatinya”, gadis itu berhenti berbicara untuk melihat Holli dari ujung rambut hingga ujung kaki, “kau memang tidak terlalu cocok dengannya”, seolah dia mengatakan bahwa Holli tidaklah cantik.
Si pirang, yah gadis itu lebih cocok dengan sebutan si pirang karena memang rambutnya yang pirang, kembali melihat Holli. Kali ini dengan tatapan seolah dia sedang memikirkan sesuatu, “tapi siapa kau?sepertinya aku baru pertama kali melihatmu di pesta”, pertanyaan yang tidak ingin didengar oleh Holli akhirnya didengar juga olehnya.
Holli meminum seteguk air dalam gelasnya sebelum menjawab, “aku hanya menggantikan seseorang yang tidak bisa hadir”, Holli memberikan senyuman manisnya pada si pirang agar dia tidak kembali bertanya-tanya. Dan sepertinya senyuman Holli berhasil, si pirang tidak terlalu tertarik dengan pembicaraan itu. Si pirang lebih tertarik untuk membicarakan Awan, “dia satu sekolah denganku tapi beberapa hari yang lalu dia pindah dari sekolah kami, ku dengar dia pindah ke sekolah yang jelek dan kotor”, si pirang berkata dengan ekspresi jijik di wajahnya, “aku masih tidak percaya kalau Awan pindah ke sekolah rendahan”.
“lihat”, si pirang menunjuk pada Awan dan minumannya, “dia mulai meminum alkohol, kurasa gadis-gadis itu berhasil memaksanya untuk meminum alkohol itu”, Awan menghabiskan segelas penuh minuman berisi alkohol yang ada di tangannya bahkan seorang gadis menyodorkan segelas lagi ke mulut Awan. Holli ingin sekali menahan Awan agar tidak meminumnya tapi Holli tidak bisa melakukan apapun, Awan pasti akan memarahinya bahkan sebelum Holli sempat mendekatinya, “bagaimana kalau dia mabuk?”, akhirnya Holli bertanya pada si pirang.
“itulah yang diinginkan gadis-gadis itu, dalam keadaan mabuk siapapun bisa diajak bersenang-senang dengan mudah”, si pirang meletakkan gelasnya di atas meja, “kau mau ikut?”, ujar si pirang pada Holli. Holli menggeleng lalu si pirang pergi meninggalkan Holli, dia berjalan menghampiri Awan yang kembali meminum segelas penuh minumannya yang beralkohol. Si pirang mengambilkan segelas minuman lagi pada Awan, menyuruh Awan untuk meminumnya. Seteguk, dua teguk, tiga teguk, Awan terus meminumnya sampai tidak tersisa setetes air pun di dalam gelas itu. Wajah Awan sudah memerah karena terlalu banyak meminum alkohol. Tubuhnya sudah tidak setegak ketika Awan baru datang. Gadis-gadis itu merangkul tangan Awan sedangkan tangan mereka yang bebas sibuk membelai wajah Awan, sebagian lagi sibuk memeluk tubuh Awan.
Melihat Awan dan gadis-gadis itu membuat kerongkongan Holli kering. Tangan Holli berusaha untuk mengambil minum sedangkan matanya terus mengawasi Awan. Belum sempat tangannya mendapatkan gelas minuman, tangannya menyenggol sesuatu. Gelas milik seseorang tersenggol oleh tangan Holli dan sekarang isi dalam gelas tersebut berpindah tempat ke jas milik seseorang. Holli membuka tasnya untuk mengambil tissue.
“maaf”, Holli menundukkan wajahnya pada pria tersebut, “maaf”, Holli kembali menunduk di hadapan pria tersebut, berkali-kali Holli melakukan hal yang sama.
“aku akan membersihkannya”, Holli mengelap jas pria itu dengan tissue yang ada di tangannya.
Pria itu juga sibuk membersihkan jasnya dengan tangannya, “sudah, tidak apa-apa”, pria itu menghentikan tangan Holli kemudian pergi dengan wajah yang sedikit kesal.
Holli kembali ke tempat semula untuk melihat Awan. Namun nihil. Awan sudah tidak ada di sana begitu juga gadis-gadis yang bersamanya dan juga si pirang. Mata Holli mencari di sekeliling ruangan, namun tetap tidak di temukan. Holli berjalan mengelilingi ruangan mencari sosok Awan namun tidak juga ditemukan.
Di tengah keramaian, Holli mendengar perbincangan beberapa orang, “anak muda itu selalu saja dikelilingi oleh gadis-gadis, bahkan anakku juga sangat menyukainya”, seorang pria berbincang dengan temannya, “iya kau benar, tapi sepertinya hari ini dia tidak seperti biasanya. Dia lebih menyambut gadis-gadis yang menghampirinya dan membuatnya benar-benar mabuk”, jawab seorang pria lagi.
“kita lihat saja apa yang akan terjadi kalau gadis-gadis itu benar-benar membawanya ke kamar hotel”, jawab pria yang lain kemudian diiringi oleh gelak tawa teman-temannya. Jantung Holli berdetak cepat. Apa yang dilakukan gadis-gadis mengerikan itu pada Awan?Holli harus segera menemukan mereka sebelum sesuatu terjadi pada Awan. Holli keluar dari ruangan dan kembali mencari Awan. Ketika Holli melihat mereka, mereka sudah menaiki lift. Holli setengah berlari untuk mengejar namun lift sudah tertutup. Holli menekan tombol panah ke atas di samping lift. Memperhatikan angka-angka yang muncul di atas lift, mencari tahu pemberhentian gadis-gadis itu. Angka-angka itu berhenti di angka  5. Lantai lima. Mereka berhenti di sana. Lift kembali turun. Holli berputar-putar kecil untuk melepaskan ketakutannya tapi cara itu tidak terlalu berhasil. Pintu lift sudah terbuka, Holli dengan cepat memasukinya dan menekan tombol 5. Lift seperti bergerak lambat menuju lantai lima sedangkan Holli hampir berkeringat dingin di dalamnya walaupun pendingin di dalamnnya masih bekerja dengan baik. Akhirnya pintu lift terbuka, Holli keluar dari lift dan mencari-cari Awan. Holli melewati beberapa tikungan namun tidak juga menemukan Awan. Sampai di tikungan terakhir, Holli sempat melihat rambut si pirang masuk ke dalam sebuah kamar. Holli berlari menghampirinya, selalu saja telat. Pintu kamar sudah tertutup. Holli mencoba untuk membukanya, tapi tidak berhasil pintu sudah terkunci rapat. Di dalamnya terdengar suara tawa beberapa gadis.
“bagaimana ini?”, ujar Holli pada diri sendiri sambil terus bolak-balik di depan pintu kamar dengan nomor 530 itu. Kalau sesuatu terjadi pada Awan, apa yang akan dikatakan Holli pada ayah Bagas. Bagaimana jika gadi-gadis itu sampai membuka pakaian Awan. Pikiran-pikiran buruk terus membayangi kepala Holli. Holli ingin menangis namun tetap di tahannya. Dia harus melakukan sesuatu, tidak ada yang boleh menyentuh Awan. Karena Awan adalah suaminya walaupun Holli dan Awan tidak saling menyukai.
Dengan mengumpulkan keberaniannya, Holli mengetuk pintu dengan keras. Tidak ada yang membukakan pintu. Holli kembali mengetuk pintu dengan lebih keras sampai akhirnya seseorang membukakan pintu untuknya. Si pirang muncul dari balik pintu. Holli nyengir kuda padanya.
“ternyata kau. Apa kau mengikuti kami?”, ujarnya dengan tatapan menyelidiki.
Holli membuang jauh-jauh rasa takutnya, menaikkan sedikit dagunya, “ya, aku memang mengikuti kalian. Kau tahu kalau aku berbohong bahwa aku tidak menyukainya”, Holli melangkah masuk ke dalam kamar sebelum mendapatkan izin. Di dalamnya Awan tergeletak di atas kasur dengan gadis-gadis di sampingnya. Matanya belum terpejam seluruhnya. Awan menggeliat saat tangan gadis-gadis itu berjalan di tubuhnya. Si pirang masuk ke dalam ruangan.
“kenapa kau hanya melihat?kau tidak ingin merayunya juga?”, ujar si pirang pada Holli. Holli menoleh pada si pirang kemudian kembali menatap Awan. ‘ingat perjanjian kita. Jangan pernah menyentuhku’, Holli teringat peringatan-peringatan Awan kepadanya dan juga perjanjian yang diucapkan Awan. Holli menghargai Awan untuk tidak melanggarnya. Holli hanya diam dan terus menatap Awan. Melihat perlakuan gadis-gadis itu kepada Awan, membuat Holli marah. Awan kembali menggeliat, pada saat yang bersamaan mata Awan bertemu dengan Holli. Awan bangkit dari tidurnya ketika menyadari Holli yang sedang berdiri di depan ranjangnya.
“lihat gadis itu”, Awan menunjuk Holli dengan telunjuknya yang lemas, “dia tidak cantik kan?mungkin karena aku mabuk jadi aku melihatnya menjadi gadis yang cantik”, Awan tertawa pada dirinya sendiri. Gadis-gadis di sekelilingnya ikut tertawa.
“tapi aku membencinya”, Awan berkata seperti anak kecil yang merengek pada ibunya, “pergi kau, PERGI !!”, Awan membentak sampai gadis-gadis di sekelilingnya ikut kaget karenanya. Holli terdiam karena bentakan Awan padanya. Sudah berusaha untuk dapat masuk ke kamar ini tapi sekarang Awan mengusirnya untuk keluar. Si pirang maju dan merangkul Holli, “kau harus keluar agar emosinya stabil”, bisiknya pada Holli.
“jadi karena itu kau hanya bisa melihatnya tanpa mendekatinya?”, bisik si pirang lagi pada Holli. Holli keluar dari kamar bernomor 530 tersebut. Pintu kembali di tutup oleh si pirang. Harusnya tidak keluar, bisik Holli dalam hati. Sekarang Holli harus mencari cara lain agar bisa masuk dan mengusir gadis-gadis mengerikan itu. Tiba-tiba saja sebuah ide yang cemerlang muncul dalam otak Holli.
Holli mengetuk pintu kamar dengan keras dan cepat. Kali ini pintu langsung dibukakan oleh si pirang mungkin ketukan keras Holli berhasil mengagetkan mereka yang di dalam, “ada apa lagi?”, gerutu si pirang.
“ketika aku berjalan ke sana, seseorang dengan beberapa pengikutnya berjalan menuju arah sini dan aku mendengar mereka memanggil tuan mereka yang bernama Bagas”, ujar Holli dengan berpura-pura ketakutan dan dengan nafas tersengal-sengal.
“Bagas?dia ayahnya Awan. Kita harus segera pergi sebelum dia menghancurkan perusahan milik keluarga kita”, si pirang berlari ke dalam. Dia mengumumkan kepada semua gadis-gadis itu untuk segera pergi karena ayahnya Awan sedang menuju ke sini. Dengan tergesa-gesa mereka membawa barang-barang mereka dan berlari keluar kamar.
Holli berdiri di depan pintu, “ke arah sana”, Holli mencoba memberikan jalan pada mereka. Mereka semua panik tanpa menyadari Holli masih berdiri di depan pintu dengan tenang. Setelah gadis-gadis itu pergi, Holli masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu dengan rapat agar tidak ada gadis-gadis lain yang bisa masuk ke dalamnya. Holli tertawa senang karena idenya yang berhasil.
Di atas kasur Awan masih terbaring dengan mata yang setengah terpejam. Beberapa kancing atas baju Awan sudah terbuka lebar. Gadis-gadis itu sungguh mengerikan, memperlakukan Awan sesuka hati mereka di tengah ketidaksadaran Awan. Holli meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di samping ranjang Awan, “kenapa kau mau dibodohi gadis-gadis itu?”, gerutu Holli pada Awan.
“semua ini karena kau”, Awan bangkit dari tidurnya. Awan bangun dari ranjang, hampir saja dia terjatuh namun berhasil kembali menyeimbangkan tubuhnya. Awan mengambil sebuah botol minuman beralkohol dan berjalan mendekati Holli, “kenapa kau harus menjadi istriku?hah?”,ujarnya sambil menyenggol lengan Holli dengan botol minumannya.
“bagaimana bisa aku menikah di usiaku yang muda?”, Awan kembali menggerutu. Awan menyodorkan botol minumannya pada Holli. Holli diam tidak menanggapinya.
“minum”, Awan terus menyodorkan botol minumannya pada Holli. Holli masih diam. “kalau kau juga tidak ingin menjadi istriku, minumlah. Atau kau memang senang menjadi istriku?hah?untuk mengambil harta ayahku?hah?”, belum sempat Awan berbicara lebih banyak lagi, Holli mengambil botol minuman  yang ada di tangan Awan dan meneguk habis seluruh isinya. Holli merasa kepalanya penat dan ruangan kamar itu seperti berputar-putar di kepalanya. Holli mabuk. “kau pikir aku senang menikah denganmu?aku benci padamu, pada ayahku dan semuanya”, Holli berkata dengan bercucuran air mata.
“aku juga membencimu”, Awan tertawa pada dirinya sendiri.
“aku lebih membencimu, aku benci jadi istrimu, aku harus melihatmu bersama wanita lain di kamar ini dan mereka memelukmu”, Holli melingkarkan lengannya pada tubuhnya sendiri.
“istri macam apa kau ini, pergi dengan lelaki lain dengan motor dan memeluknya tanpa meminta izinku. Aku tidak pernah bermimpi punya istri seperti kau”
“aku sangat menderita”, Holli meneteskan air mata terakhirnya, matanya terpejam dan tubuhnya rubuh di atas kasur.
Suara dering ponsel terdengar berisik di telinga Awan. Membangunkan Awan dari tidur nyenyaknya. Dengan kesal Awan meraih ponselnya tanpa membuka matanya dan menekan tombol untuk mematikan panggilan, “mengganggu saja”, gerutu Awan dengan kesal. Awan meletakkan kembali ponselnya dan meraih sesuatu untuk dipeluknya. Namun ponselnya kembali berdering, dengan terpaksa Awan membuka matanya, “WUAA”, jerit Awan hampir melompat dari kasur. Awan berdiri dari kasur dan menjauh. Tidak lupa untuk mematikan ponselnya. Awan mengelus dadanya dengan lega.
Bagaimana mungkin Awan tidur dengan Holli di ranjang yang sama?yang membuatnya lebih kaget lagi adalah saat membuka mata, Holli ada di hadapannya dan Awan tengah memeluknya dengan erat. Beruntung Holli tidak terbangun dari tidurnya ketika Awan menjerit. Awan tidak ingin Holli tahu kalau Awan sudah melanggar janji yang dibuatnya sendiri. Awan mengernyit ketika mencium bau alkohol pada dirinya. Awan mendekati Holli dan mendapatkan bau yang sama di tubuh Holli. Sebotol minuman beralkohol tergeletak di lantai, Awan mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah. Awan berjalan memasuki kamar mandi dan berdiri di depan washtafel. Mata Awan terbelalak saat mendapati wajahnya yang penuh dengan jiplakan-jiplakan bibir wanita. Bibir itu ada di mana-mana dengan warna yang bervariasi. Merah, ungu, pink, coklat mendominasi warna bibir itu. Lebih terkejut lagi karena beberapa kancing bajunya sudah terbuka sampai dadanya terlihat. Awan berlari keluar kamar mandi menuju ranjang tempat tidurnya. Dilihatnya Holli masih tertidur dengan pulas. Dengan berhati-hati Awan melihat wajah Holli untuk melihat warna lipstick yang dikenakannya. Warnanya merah muda. Kemudian Awan mendekatkan jari telunjuk dan ibu jarinya ke bibir Holli, tidak sampai menyentuhnya.  Kedua jarinya mengukur bibir Holli lalu Awan kembali berlari ke washtafel dan menyamakan ukuran bibir Holli dengan bibir-bibir berwarna sama dengan Holli. Bibir yang satu terlalu lebar, Awan menggeleng-geleng. Yang satu lagi terlalu tebal, Awan kembali menggeleng-geleng. Tidak ada satupun yang sama dengan bibir Holli. Awan mengelus dadanya dengan lega karena Holli tidak sampai menyentuhnya tapi sekaligus kesal karena tidak dapat membuktikan bahwa Holli juga telah menyentuhnya. Awan tidak ingin melanggar perjanjian sendiri. Awan membuka kran dan membasuh wajahnya dengan air. Membersihkan bekas-bekas bibir yang menempel di wajahnya. Awan mencoba mengingat apa yang terjadi padanya semalam sampai wajahnya terlihat sangat mengerikan. Awan bergidik saat membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi padanya.
Selesai membersihkan wajahnya juga merapihkan pakaiannya, Awan mengambil ponselnya dan melihat banyak panggilan tidak terjawab dari pak Halim. Awan menekan tombol untuk memanggil pak Halim.
“maaf tuan, tuan di mana sekarang?saya mencari tuan ke mana-mana”, suara pak Halim langsung terdengar panik di seberang telepon.
“saya baik-baik saja, apa kau memberitau ayah?”
“tuan adalah tanggung jawab saya, jadi saya belum memberitahu tuan Bagas”
“bagus. Aku masih di hotel semalam, sekarang kau masuk ke dalam. Aku ada di kamar nomor 530”, Awan menekan tombol ponselnya untuk memutuskan panggilan.
Awan menyelidiki Holli dari atas sampai bawah, memastikan bahwa pakaiannya masih lengkap seperti semalam. Dia tidak ingin pak Halim berfikir macam-macam tentangnya. “dasar gadis bodoh, kenapa dia bisa sampai mabuk?”, gerutu Awan.
Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar, Awan beranjak dari duduknya untuk membukakan pintu. Pak Halim sudah berdiri di depan pintu, “masuklah”, ujar Awan.
“bawa dia ke mobil”, perintah Awan pada pak Halim. Pak Halim menatap Awan dengan curiga, “dia mabuk dan tertidur semalam”, celetuk Awan.
Pak Halim mengangkat Holli. Awan berjalan mendahului pak Halim turun dari hotel menuju mobil. Karena kedua tangan pak Halim sibuk membawa Holli jadi Awan yang mengambil mobil dari parkiran dan membukakan pintu agar pak Halim bisa meletakkan Holli di dalam mobil. Setelah Holli sudah diletakkan di dalam mobil, Awan masuk ke dalam mobil. Sampai di rumah, pak Halim meletakkan Holli di atas kasur  dalam kamar Holli.
“pesankan susu hangat untuknya pada pelayan yang mengantarkan makanan”, pesan Awan pada pak Halim sebelum masuk ke dalam kamarnya.
Holli bangun dari tidurnya ketika mendapatkan asam lambungnya naik. Holli bangkit lalu berlari menuju kamar mandi. Memuntahkan seluruh isi perutnya. Setelah mencuci mulut dan wajahnya, Holli keluar dari kamar mandi. Ternyata Holli sudah berada di dalam kamarnya, namun gaun pesta semalam masih terpasang di tubuhnya. Sejak kapan Holli sudah ada di rumah?siapa yang membawanya?Holli mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Seingatnya semalam dia berusaha mengusir si pirang dan teman-temannya dari kamar hotel. Hanya itu hal terakhir yang diingatnya, sepertinya setelah itu Holli mabuk. Tapi apa yang terjadi padanya?apakah Awan tidak berbuat buruk pada dirinya?Holli cemas sekali memikirkannya.
Holli keluar dari kamar setelah membersihkan dirinya. Awan sudah menunggunya di ruang makan. Makanan sudah di siapkan di atas meja makan.
“lama sekali, apa kau tidak tahu aku sudah kelaparan?”, ujar Awan sambil melirik Holli.
Holli duduk di tempatnya biasa duduk, “sejak kapan kita ada di rumah?”
“diamlah dan minum susu hangatnya”, ujar Awan.
“apa kau melakukan sesuatu padaku?”, lirik Holli dengan curiga pada Awan. Awan yang ingin makan dengan tenang, terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan Holli. Tidak tahukah Holli bahwa Awan juga memiliki banyak pertanyaan untuknya, “lalu apa yang terjadi padaku semalam?apa kau yang membawaku ke kamar hotel?”, tuduh Awan pada Holli.
Holli kesal pada tuduhan Awan terhadapnya, “tanyakan saja pada gadis-gadis cantikmu di pesta semalam”, gerutu Holli. Holli meneguk susu di hadapannya dengan sekali teguk dan menghabiskan makanan dengan cepat. Holli marah pada Awan, seharusnya dia berterimakasih pada Holli atas apa yang dilakukan Holli semalam karena sudah mengusir gadis-gadis mengerikan itu.
“aku selesai”, Holli meletakkan sendoknya di atas piring lalu bangun dari duduknya. Awan melihat Holli dengan kesal, “dalam keluargaku tidak ada yang boleh meninggalkan meja makan sebelum semuanya selesai”
Holli menggeser bangku yang telah didudukinya sambil menjawab, “tapi aku bukan keluargamu”
Tanpa menunggu reaksi dari Awan, Holli meninggalkan meja makan. Awan dengan kesal melanjutkan makannya yang tertunda karena Holli.


Hampir seharian ini Holli berdiam diri di kamar, akhirnya sore ini dia bisa menghirup udara segar di luar rumah. Ayah Bagas sudah menjemputnya dan Awan untuk pergi ke pacuan kuda. Holli tetap memasang wajah jengkel setiap kali melihat Awan.
“bagaimana pestanya semalam?”, tanya ayah Bagas pada Holli.
Holli tersenyum pada ayah Bagas, “mengesankan”, ujar Holli sambil sekilas melirik Awan.
Kami berangkat menuju pacuan kuda bersama-sama. Sampai di tempat pacuan kuda, ayah menyuruh Holli untuk ikut menunggang tapi Holli menolaknya dan lebih memilih untuk hanya menonton mereka menunggang kuda. Lagipula Holli tidak bisa menunggang kuda. Holli menunggu ayah Bagas dan Awan di pinggir lapangan. Ayah Bagas dan Awan sudah beberapa kali berputar-putar, membuat Holli bosan menonton mereka. Ketika ayah Bagas melewatinya, Holli melambai-lambaikan tangan dan memanggilnya. Namun ketika Awan melewatinya Holli mencibir  memalingkan wajahnya dari Awan.
“wah ayah lebih hebat dari Awan”, teriak Holli pada ayah Bagas. Awan yang merasa menjadi pecundang di hadapan Holli, mempercepat lari kudanya. Namun ketika sampai di hadapan Holli, Awan malah terjatuh dari kudanya. Holli tidak bisa untuk tidak tertawa. Awan yang kesal karena ditertawakan oleh Holli, menolak bantuan dari orang-orang yang ingin menolongnya.
Awan bangun dari jatuhnya, berjalan dengan langkah terpatah-patah keluar dari Arena pacuan kuda. Wajahnya tertekuk ke dalam. Holli tidak berniat untuk menghampiri Awan. Holli masih berdiam diri menonton ayah Bagas yang masih berlagak dengan kuda yang ditungganginya. Ketika ayah Bagas turun dari kudanya, Holli mencari-cari Awan di sekitar tempat pacuan kuda. Awan tidak ada di mana-mana. Holli kesal karena harus mencari-cari Awan, orang ini selalu saja membuat Holli harus mencarinya.
“ayah, Awan tidak ada di mana-mana. Bagaimana ini?”, Holli memberitahukannya pada ayah Bagas.
“kau sudah mencarinya?”, tanyanya pada Holli. Holli mengagguk. Ayah Bagas menepuk bahu Holli dan mengeluarkan ponselnya untuk menelpon seseorang.
“apa Awan bersamamu?”, ujar ayah Bagas pada seseorang di telepon. Kemudian dia mengangguk lalu telepon dimatikan.
“kau tenang saja, dia sudah pulang”, ayah Bagas tersenyum pada Holli sambil menepuk-nepuk bahu Holli.
“dia pasti marah padaku, aku membuatnya kesal. Mentertawakannya saat terjatuh dari kuda”, cerita Holli pada ayah Bagas di dalam mobil.
Ayah Bagas mencoba menenangkan Holli, “tenang saja, dia memang sering marah seperti anak kecil”
Ayah Bagas hanya mengantarkan Holli, dia tidak ikut masuk ke dalam rumah. Setelah menurunkan Holli, ayah Bagas pamit untuk langsung pulang. Holli masuk ke dalam rumah, sepi. Tidak ada Awan di dalam, mungkin dia ada di dalam kamar. Holli segera masuk ke dalam kamar. Hari sudah hampir malam, ketika Holli keluar dari kamar untuk makan malam Awan tidak ada di meja makan. Holli duduk di meja makan menunggu Awan keluar dari kamarnya. Tapi sudah hampir setengah jam Holli menunggu, Awan tidak kunjung keluar dari kamarnya. Holli bangkit dari meja makan untuk memanggil Awan.
Holli sudah ada di depan kamar Awan, tidak terdengar suara apapun dari dalam kamar. Tangan Holli mengepal, mengetuk pintu kamar dengan pelan. Tidak ada jawaban dari dalam. Holli kembali mengetuk pintu kamar, “apa kau tidak mau makan?”, ujar Holli. Tetap tidak ada jawaban.
“apa kau masih marah?baiklah aku minta maaf karena sudah mentertawakanmu saat kau terjatuh”, Holli terus mengetuk pintu kamar tapi Awan tidak juga menjawabnya, “kalau kau tidak juga keluar, aku akan makan malam sendiri”, ancam Holli. Namun ancamannya juga tidak berhasil. Akhirnya Holli kembali ke meja makan dan menyantap makan malamnya sendiri. Holli menggerutu kenapa Awan seperti anak kecil.
Setelah menghabiskan makannya, Holli menyendokkan makanan untuk Awan dan meletakkannya di depan pintu kamar Awan. “aku meletakkan makananmu di pintu”, ujar Holli. Lalu Holli masuk ke dalam kamar. Jam masih menunjukkan pukul 19.30 wib, tapi mata Holli sulit untuk tetap terbuka. Holli membaringkan tubuhnya di atas kasur dan tertidur.
Pada pukul sebelas malam, Holli terbangun dari tidurnya untuk ke kamar kecil. Seberkas cahaya dari kamar Awan masuk ke dalam kamar Holli. Lampu di kamar Awan belum di matikan, apakah Awan masih terjaga?Holli keluar dari kamarnya untuk memastikan makanan yang diletakkan di pintu kamar Awan sudah lenyap. Namun ketika Holli keluar dari kamarnya, makanan itu masih utuh di tempatnya. Awan tidak mengambilnya.
Holli mengambil kembali makanan itu dan membawanya ke dapur. Ketika Holli masuk kembali ke dalam kamar, terdengar suara rintihan seseorang. Holli mencoba mencari tahu asal dari rintihan tersebut. Rintihan itu berasal dari kamar Awan. Suara merintih dengan sangat pelan. Holli setengah berlari keluar kamar, mengetuk pintu kamar Awan.
“apa kau baik-baik saja?”, panggil Holli, seperti sebelumnya tidak ada jawaban. Holli mencoba membuka pintu kamar yang ternyata tidak terkunci. Holli masuk ke dalam kamar, mendapati Awan yang terbungkus selimut. Tubuhnya meringkuk di dalam selimut.
“apa kau baik-baik saja?”, pertanyaan itu kembali di ucapkan Holli. Wajah Awan terlihat pucat. Giginya saling berbenturan satu sama lain.
“kau sakit?apa yang harus kulakukan?”, ujar Holli dengan bingung, “bagaimana aku bisa mengetahui keadaanmu tanpa menyentuhmu?”, Holli terus menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya.
Tanpa mempedulikan lagi perjanjian yang dibuat Awan, Holli melewati batas perjanjiannya. Holli menyentuh kening Awan dan sepertinya Awan sudah tidak peduli dengan perjanjian mereka. Dia terus merintih karena menggigil. Suhu tubuh Awan sangat panas.
“apa kau terluka saat terjatuh tadi?”, ujar Holli. Holli membuka selimut yang membungkus tubuh Awan, dan mendapati luka di lutut Awan. Luka itu cukup dalam dan sudah mulai mengeluarkan cairan putihnya, “kenapa kau tidak mengatakan kau terluka agar orang-orang bisa mengobatinya”
Holli bergegas mengambil kotak pertolongan pertama, mengukur suhu tubuh Awan dan membersihkan lukanya. Setelah membersihkan luka di lutut Awan, Holli kembali menyelimuti tubuh Awan. Holli beranjak ke dapur, mengambil bongkahan batu es dari dalam kulkas lalu semangkuk air dan handuk kecil. Holli membasahi handuk dengan air yang sudah di isi dengan batu es lalu meletakkan handuk tersebut di atas kening Awan. Holli merenggangkan tangan Awan yang mengepal. Memastikan kalau dia akan baik-baik saja.
“maaf”, Awan berkata pelan dengan Holli, “maaf aku sudah membuatmu marah tadi pagi”, ujar Awan. Holli mengambil handuk di kening Awan dan kembali membasahinya dengan air dingin.
“seharusnya aku juga tidak berfikir buruk padamu”, ujar Holli, “kau belum makan malam, aku akan membuatkanmu bubur”, Holli ingin beranjak tapi Awan menahannya.
“tidak perlu, aku hanya merepotkanmu”
“walaupun kau membenciku, atau mengenai perjanjianmu jangan menganggapku sebagai suamimu, dan meskipun aku merasa ganjil dengan sebutan itu tapi kau tetap suamiku. Begitukan yang tercantum dalam buku pernikahan?”, Holli tersenyum ramah pada Awan. Holli ke dapur untuk membuatkan bubur hangat. Dengan di tambah segelas air hangat, Holli menyajikannya pada Awan.
Holli baru akan menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulut Awan tapi Awan menolaknya, “kau ini seperti istri sungguhan saja, kita masih 17 tahun dan aku bisa makan sendiri”, Awan dan Holli tertawa pelan. Mereka seolah melupakan kebencian diantara mereka.
Awan tidak menghabiskan buburnya, jadi Holli meletakkan mangkuk bubur itu di meja. Awan kembali berbaring di kasur. Tubuhnya sudah tidak menggigil namun panasnya masih belum turun.
“kembalilah kekamarmu”, ujar Awan pada Holli sebelum memejamkan matanya karena pengaruh dari obat yang diberikan Holli. Holli tidak menuruti perkataan Awan, dia tetap di kamar Awan untuk memastikan suhu tubuh Awan menurun. Setiap beberapa menit Holli harus memeras handuk dan membasahinya kembali dengan air dingin. Sampai jam empat pagi Holli baru bisa tertidur di lantai dengan tubuhnya bersandar di ranjang Awan karena suhu tubuh Awan sudah kembali normal.
Awan terbangun dari tidurnya dengan handuk basah yang masih menempel di keningnya juga Holli yang tertidur di samping ranjangnya. Holli terlihat lelah jadi Awan tidak tega untuk membangunkannya. Awan bangun dari ranjangnya dan mengangkat Holli ke kasurnya, “kenapa dia tidak kembali ke kamarnya?”, gumam Awan. Awan tersenyum memandang Holli yang sedang tidur di atas kasurnya.
Kamar Awan terlihat sangat berantakan sekarang, dengan kotak pertolongan pertama yang tergeletak di lantai dengan tutupnya yang terbuka, mangkuk berisi air di sampingnya, bungkus obat yang berserakan, dan mangkuk bubur yang ada di meja. Awan merasa aneh dengan dirinya sendiri, dengan semua kekacauan di dalam kamarnya Awan hanya bisa tersenyum dan membereskannya. Biasanya Awan sudah marah-marah dan menyuruh pelayan untuk membersihkannya. Atau karena pengaruh obat yang diberikan Holli semalam kepadanya?Awan merasa dirinya lebih bersemangat hari ini dan bibirnya ingin terus tersenyum.
“obat apa yang dia berikan padaku?”, gumam Awan ketika melihat Holli.
Awan keluar dari kamar dengan wajah berseri-seri. Pak Halim menyapa Awan dengan riang, “pagi ini cerah ya tuan”
“ya, pagi yang cerah dan malam yang menyenangkan”, ujar Awan dengan senyumnya yang belum menghilang.
Pak Halim menatap bingung pada Awan, “malam yang menyenangkan tuan?”
“maksudku malam yang menyebalkan, semalam aku demam”, ujar Awan dengan cepat.
“demam tuan?apa sekarang masih sakit?perlu di bawa ke dokter?”, pak Halim terlihat khawatir.
Awan menggeleng, “sudah baikan”
“sepertinya tuan sedang bahagia sekali hari ini”, pak Halim mulai meledek.
“jangan meledekku seperti itu, ini hanya pengaruh obat”, jawab Awan.
“obat apa yang bisa membuat tuan menjadi bahagia seperti ini?ini pertama kalinya saya melihat tuan tersenyum lepas seperti ini”, pak Halim masih belum menyerah dengan pendapatnya.
Awan tidak bisa lagi menjawab perkataan pak Halim jadi dia pergi begitu saja meninggalkan pak Halim. Awan kembali ke kamar, tidak lama setelah itu pak Halim datang dengan beberapa pelayan, “mereka akan membersihkan kamar tuan”, ujar pak Halim.
“apakah tuan tahu kemana nona Holli, saya sudah mengetuk pintu kamarnya tapi tidak ada jawaban”, tanya pak Halim pada Awan. Belum sempat Awan menjawabnya, pak Halim sudah mendapatkan jawaban itu ketika masuk ke dalam kamar Awan. Pak Halim segera menutup mulutnya dengan tangannya sendiri. Dia tertawa geli melihat Awan yang berpura-pura tidak mendengar apapun.
“apa saya perlu memindahkan nona Holli ke kamarnya?”, tanya pak Halim kepada Awan. Pertanyaan pak Halim terdengar jelas seperti meledek Awan.
Awan berfikir sejenak sebelum berkata, “pindahkan saja”
Pak Halim tersenyum jahil pada Awan, “tuan yakin tidak keberatan kalau saya yang memindahkannya?”, pak Halim tidak berhenti menjahili Awan namun Awan berfikir dengan serius. Selama ini dia sudah memperlakukan Holli seperti boneka, dengan seenaknya Awan menyuruh orang lain untuk menggendong istrinya sendiri. Awan menggeleng, “tidak, tidak, biarkan saja dia di sini”
 

to be continue...          back

Tidak ada komentar: