Rabu, 31 Oktober 2012

Kejora (part 4)



UKIRAN NAMA


“besok lusa hari ulang tahunmu, benar?”, tanya Rifki pada Khayla.
Khayla mengangguk pelan menjawabnya. Hari ulangtahun bagi Khayla, bukanlah hari yang begitu penting. Dan jika dia harus merayakannya bersama seorang pria, mungkin baru tahun ini. Karena ulangtahun kali ini, Khayla sudah memiliki Rifki yang selalu menemaninya. Biasanya Khayla hanya menerima ucapan selamat ulang tahun dari keluarga dan teman-teman dekatnya. Dan hadiah menjadi hal yang tidak begitu penting.
“apakah kau menginginkan sesuatu di hari ulang tahunmu?”, tanya Rifki lagi pada Khayla. Hadiah? Bukankah itu yang dimaksudkan oleh Rifki?
Apakah ada sesuatu yang benar-benar ingin didapatkan oleh Khayla?
Sepertinya tidak ada sesuatu yang diinginkan oleh Khayla. Khayla tidak pernah berpikir untuk meminta hadiah dari siapapun jadi dia tidak memikirkan apa yang diinginkannya sebagai hadiah di hari ulang tahunnya. Tapi sekarang Rifki sedang menanyakannya padanya.
Mungkin ada sesuatu yang sangat diinginkan Khayla. Khayla tidak akan meminta dibelikan atau dibuatkan sesuatu. Hanya satu hal yang diinginkan Khayla.
“aku ingin melihat bintang”
Rifki mengerutkan keningnya mendengar ucapan Khayla. Berusaha sebisa mungkin untuk tidak tertawa meskipun sekecil hembusan angin. Dan akhirnya Rifki hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Khayla.
“kau bisa melihatnya setiap malam”, jawab Rifki lembut.
Khayla menggeleng tegas, “aku ingin melihat bintang. Di Bosscha”
“kau ingin ke Bandung?”, tanya Rifki dengan sedikit terkejut. Namun Khayla mengangguk dengan pasti. Tentu saja Rifki tidak bisa menolak permintaan Khayla padanya.
“besok kita berangkat ke Bandung”, Rifki menepuk lembut kepala Khayla. Jika masih bisa dilakukan olehnya, Rifki akan menuruti apapun keinginan Khayla. Lagipula, tidak setiap saat Khayla meminta sesuatu darinya.

--------------------------------------

Meskipun sangat menyukai bintang, tapi baru kali ini Khayla bisa melihat bintang-bintang menggunakan teropong bintang. Dan Rifki sungguh-sungguh membawanya ke tempat observasi bintang, Bosscha. Tempat yang sangat ingin dikunjungi Khayla.
 “aku akan membawamu kembali ke sini di hari yang lain agar kau bisa melihat bintangmu”, bisik Rifki lembut di telinga Khayla.
“selamat ulang tahun”, seuntai kalung cantik bergelantungan tepat di depan wajah Khayla. Dengan bandul huruf V yang menempel pada sisinya sesuatu yang terlihat seperti bola berwarna agak kemerahan.
“V untuk Venus”, Rifki menunjuk huruf V kemudian bola merah yang menempel di samping huruf V tersebut. Dan kalung itu memang terlihat sangat cantik.
“kuharap kau tidak bersedih lagi karena tidak dapat melihat bintangmu”, ujar Rifki pada Khayla. Kemudian dia memasangkan kalung itu di leher Khayla. Khayla hanya mengangguk dan tersenyum riang. Itu adalah hadiah terindah dan tercantik yang pernah didapatkannya.
“terimakasih”, ucap Khayla tulus sembari memainkan bandul kalung yang sudah menjadi miliknya tersebut.
“kau menyukainya?”, tanya Rifki dan Khayla mengangguk manis.
“Khayla”
Rifki memanggil nama Khayla dengan sangat lembut. Dan terdengar diam. Lebih tenang dari sebelumnya. Khayla harus mengalihkan pandangannya dari bandul kalungnya untuk menatap wajah Rifki.
Waktu seakan sedang berhenti saat itu. Khayla berpikir mungkinkah Rifki yang sudah menghentikannya? Dan kenapa suasana di dalam sini sangat sepi dan sunyi?
Rifki membelai lembut wajah Khayla lalu berhenti di dahu Khayla. Khayla mengepalkan kedua telapak tangannya. Kedua telapak tangannya bahkan berkeringat meskipun udara sangat dingin. Rifki mencoba untuk mendekatkan wajahnya pada wajah Khayla. Khayla seperti terjebak dalam keadaan yang sulit baginya. Apa yang bisa dilakukan oleh Khayla?
Khayla memejamkan matanya dan secara tiba-tiba mencoba menjauhkan wajahnya dari Rifki. Sebisa mungkin gerakannya tidak disadari oleh Rifki. Namun Rifki melihat dengan jelas guratan wajah Khayla. Melihat dengan jelas bagaimana Khayla berusaha untuk dapat menghindarinya.
Khayla menunggu. Menunggu apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh Rifki. Apakah Rifki akan mempertemukan bibir mereka?
Sentuhan lembut dan dingin terasa jelas di kening Khayla. Khayla membuka kedua kelopak matanya dengan segera. Dia bisa kembali bernafas lega. Rifki hanya mengecup lembut keningnya. Harus Khayla akui bahwa saat ini dia sangatlah gugup. Bahkan tidak mampu untuk melihat wajah Rifki.
“aku mencintaimu”, suara lembut Rifki terdengar sedikit menggema di dalam ruangan itu.

---------------------------------
Hari masih terlalu malam. Khayla melihat jarum jam tangannya. Waktu masih menunjukkan pukul  tiga dini hari. Udara di luar gedung Bosscha menjadi semakin dingin. Padahal Khayla sudah mengenakan jaket tebal, namun tetap saja Khayla masih merasa kedinginan. Bahkan bibir tipisnya sudah membiru karena tidak sanggup menahan dingin.
Daripada berdiam diri menunggu Rifki yang sedang pergi, lebih baik Khayla berjalan-jalan di sekitar halaman. Baru lima menit yang lalu Rifki pergi. Mobilnya tiba-tiba mogok, dan dia harus membawa mobilnya ke bengkel terdekat. Rifki memang mengajak Khayla untuk ikut dengannya namun Khayla masih ingin berlama-lama berada di Bosscha. Sebenarnya Khayla sedikit takut berjalan di tengah kegelapan seperti ini. Jika ia berada di dalam gedung, akan lebih sunyi dan menakutkan berada sendirian di dalam sana. Jadi, Khayla lebih memilih untuk berjalan-jalan di halaman.
Rumput-rumput di halaman sedikit basah. Mungkin karena embun. Khayla terus menapakkan kakinya. Dan di saat sendiri seperti ini, Khayla lebih suka mendengarkan lagu kesukaannya. Lagu mulai mengalun bersama dengan langkah kaki Khayla.

Oh… manakala bulan nan genit
Enggan tersenyum

Ketika lirik tersebut mengalun, Khayla mendongakkan wajahnya. Menatap langit yang masih gelap. Bulan sedang bersembunyi malu di atas. Menjadikan malam semakin pekat karena gelapnya.

Berkerut-kerut tiada berseri
Tersendat-sendat merayap
Dalam kegelapan
Hitam kini, hitam nanti
Gelap kini, akankah berganti

Khayla kembali melangkah untuk meneruskan jalannya. Namun langkahnya tertahan ketika melihat sesosok tubuh seorang pria terlentang di atas rerumputan. Tanpa alas dan hanya membiarkan tubuhnya tertidur beralaskan tanah dan rumput-rumput yang berembun. Matanya tertutup rapat. Jika saja wajahnya tidak membentuk seulas senyuman, mungkin Khayla akan menganggap sesosok tubuh itu adalah mayat.
Lebih dari sekedar terkejut, Khayla menyadari bahwa pria yang sedang terlentang di atas rerumputan tersebut adalah seseorang yang pernah ditemuinya ketika berteduh di bawah pohon. Ketika hujan. Pertemuan yang singkat. Dan Khayla tidak ingin mengucapkan selamat tinggal padanya.
Khayla tidak lagi menatap langit. Hanya memandang wajah pria itu. Dia masih saja menutup kelopak matanya rapat-rapat. Mungkinkah dia tidak menyadari keberadaan Khayla? Karena Khayla yakin sekali jika pria itu tidak sedang tertidur. Dia hanya sedang menikmati malamnya. Merasakan udara dingin bagaikan seorang kawan.
Karena pria itu tidak juga membuka matanya, Khayla jadi bisa berlama-lama mengamati pria itu. Wajah yang begitu tenang dan diam. Hanya dengan melihat wajahnya saja, Khayla bisa merasakan kenyamanan dan kehangatan. Pria itu seperti memiliki kekuatan tersendiri untuk menarik orang lain agar dapat merasa nyaman berada di dekatnya. Sekalipun itu adalah orang asing yang tidak mengenalnya. Dan tanpa sadar, Khayla ikut tersenyum hanya karena menyaksikan senyuman manis pria itu.
Jojo sangat menikmati malamnya. Menelentangkan tubuhnya di atas rerumputan dengan wajah menengadah langit, seolah membuatnya berada di antara bintang dan bulan yang menghiasi langit. Dan ia hanya ingin merasakannya dengan tenang sembari menutup kedua kelopak matanya. Dan perasaan bahagia yang tidak dimengerti olehnya, seakan merasuk ke dalam jiwanya.
Puas berlama-lama menutup kedua kelopak matanya. Jojo kembali membuka kedua matanya. Ingin kembali menatap langit malam ini. Namun pemandangan tidak seperti saat sebelum ia menutup matanya. Bulan telah tertutupi. Tergantikan oleh sesosok wajah seorang gadis. Sejak tadi Jojo hanya merasa bintang-bintang dan bulanlah yang sedang mengamatinya dari atas sana namun ternyata dia salah. Tanpa disengaja, kedua bola mata mereka bertemu. Seperti bertemu dengan teman lama, mereka segera tersenyum. Dan Jojo menyadari gadis  itu adalah seseorang yang pernah ditemuinya.

Dan kau lilin-lilin kecil
Sanggupkah kau mengganti
Sanggupkah kau memberi
Seberkas cahaya

Lirik lagu kembali berputar. Seolah sengaja mengalun setiap kali mereka bertemu.
“apa kau mengetahui makna dari kata takdir?”, ujar pria itu kembali menatap langit. Khayla tidak mengetahui apa makna dari kata takdir yang dimaksud oleh pria itu. Namun sepertinya Khayla pernah mendapatkan kata yang sama.

Jika kau tidak percaya pada takdir, maka kita akan mencari takdir itu.

“takdir bukanlah sebuah kebetulan yang terjadi”, jawab Khayla mantap.
Pria itu menoleh pada Khayla, menepuk-nepuk rerumputan basah di sampingnya, “kalau begitu berbaringlah di sampingku”
Khayla tidak langsung menurut. Hanya terdiam di tempatnya.
“kau bilang kau suka langit. Akan kutunjukkan padamu bagaimana caranya menikmati langit”, katanya lagi pada Khayla. Seolah-olah dia mengingat dengan pasti apa yang pernah dikatakan Khayla padanya. Seolah-olah dia sangat mempercayai apa yang diingatnya.
“apakah ini alasan mengapa kau tidak mengucapkan selamat tinggal saat meninggalkanku?”, tanya pria itu ketika Khayla sudah ikut berbaring di sampingnya.
Khayla mengalihkan pandangannya dari langit, menoleh pada pria itu. Sepertinya Khayla melakukan kesalahan. Kini wajah mereka saling bertemu. Jarak yang cukup dekat. Dan berhasil membuat Khayla menjadi sangat gugup.
“aa..aku tidak merencanakannya”
Pria itu tertawa kecil. Sama seperti ketika Khayla mengatakan padanya bahwa ia menyukai langit. Mata tidak pernah berbohong, ketika pria itu tertawa rasanya seperti seluruh dunia hanyalah berisi kebahagiaan. Dengan cepat Khayla memalingkan wajahnya dari pria itu. Berusaha untuk menyembunyikan kegugupannya yang semakin menjadi.
“bagaimana? Bukankah rasanya seperti kau berada di antara bintang-bintang itu?”, ujar pria itu mencoba menunjukkan kehebatan penemuannya. Khayla mengangguk riang.
“aku tidak percaya bisa bertemu lagi denganmu di sini”, ujar Khayla dengan suara rendah.
“aku juga tidak percaya. Aku sedang mengunjungi villa milik keluargaku di dekat sini”, jawab pria itu jujur pada Khayla.
“ayo kita berkenalan”, ucap pria itu pada Khayla.
“kau bisa menuliskan namamu di langit sana”, pria itu menunjuk hamparan langit luas di atas mereka.
Khayla mengangguk menyetujui. Khayla meregangkan jari-jari tangan kanannya. Ia ingin sekali meraih langit malam dengan tangannya ini dan sekarang ia akan mengukirkan namanya di langit dengan menggunakan jari-jari tangannya sendiri. Rasanya sangat menakjubkan. Khayla mulai mengarahkan jari telunjuknya ke atas. Mengukir satu persatu huruf untuk membentuk namanya.
K-H-A-Y-L-A
Selesai. Dia telah mengukir namanya sendiri di antara ribuan bintang-bintang. Khayla tersenyum senang dan menoleh pada pria di sampingnya.
“Khayla”, sahut pria itu. Seperti sebuah bisikan. Begitu lembut. Selembut udara yang kini menyapu kulit wajah Khayla. Kemudian pria itu menampakkan lesung pipi di wajahnya. Khayla hampir tidak dapat tersenyum karena terpukau menatap wajah pria itu.
Sekarang giliran pria itu yang menuliskan namanya di atas langit yang luas itu. Dia mengarahkan telunjuknya ke langit. Dan mulai menggerakkan telunjuknya membentuk huruf-huruf.
J-O-J-O
Pria itu kembali menoleh pada Khayla. Seolah menunggu jawaban dari Khayla. Menunggu sambil tersenyum manis. Seakan dia rela menunggu lama untuk sebuah jawaban yang akan diberikan Khayla.
“Jojo”

----------------------------------

Rasa Cinta
From    : Kejora_Bintang@yahoo.com
To        : Purnama@yahoo.com

Pernahkah kau merasa bosan melihat keindahan langit malam?
Jika suatu ketika kau merasa bosan, itu hanya berarti jalan kita akan berhenti di sana.
Bukankah hamparan langit adalah satu hal yang selalu sama?
Jika kau melihat hamparan langit malam, sesungguhnya aku melihatnya juga bersamamu.
Bukankah Purnama tetaplah Bulan?
Meskipun tidak dapat menampakkan seluruh keindahannya,
Purnama tetaplah Bulan yang bersembunyi malu di balik awan hitam.
Dan aku tetap akan mengangumi keindahannya.
Kau bertanya bagaimana rasanya mencintai seseorang?
Bagaimana jika aku kembali bertanya?
Apakah kau mencintai kekasih dunia mayamu ini?
Kau tidak perlu menjawabnya.
Bagaimana rasanya jika aku mencintai seseorang?
Aku akan mengatakannya ketika aku bertemu denganmu…

Apakah aku sungguh-sungguh mencintaimu?


Part 3                      Part 5

Tidak ada komentar: