Sabtu, 20 Oktober 2012

Kejora (part 2)



IRAMA HUJAN


“aku jemput kamu sekarang”
Khayla menggeleng pada ponsel yang masih menempel di telinganya, “aku nggak mau ngerepotin kamu. Aku pulang naik angkot aja”, ujarnya pada Rifki di telepon.
“sebentar lagi hujan, lebih baik aku yang jemput kamu”, jawab Rifki di ujung telepon.
Khayla mendongakkan kepalanya ke langit. Langit memang sudah semakin gelap. Khayla menjadi khawatir jika hujan turun dengan deras.
“aku tunggu”, katanya menyetujui tawaran Rifki.
Setelah menyudahi panggilan, Khayla mengambil headphone dari dalam tasnya. Memasangnya pada handphone miliknya. Khayla menggeser-geser layar sentuh ponselnya lalu menyalakan sebuah lagu favoritnya.
Zaman memang sudah modern. Dan Khayla bukanlah seseorang yang hidup pada tahun ‘60an. Umurnya saja masih enam belas tahun. Namun lagu yang sedang didengarkannya bukanlah lagu yang sedang ngetop di zaman sekarang. Khayla tidak peduli apa yang dikatakan orang jika mengatakan bahwa selera musiknya sangatlah kuno. Namun Khayla lebih menikmati apa yang dia sukai.

Oh… manaka mentari tua
Lelah berpijar

Suara merdu milik Chrisye terdengar jelas di telinga Khayla.

Oh… manaka mentari tua
Lelah berpijar

Terdengar kembali alunan lagu mengalun, tapi ini aneh. Khayla sangat mengenali suara pemilik lagu ini tapi yang didengar Khayla justru bukan berasal dari musik yang terpasang di headphone miliknya. Suara yang tidak kalah merdu dari penyanyi aslinya.
Dengan cepat, Khayla menoleh mencari arah datangnya suara tersebut. Tidak ada orang lain selain seorang cowok mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung hingga siku. Dan terlihat cocok dengan celana jeans selutut berwarna hitam. Tapi sepertinya pria itu tidak sedang bernyanyi. Dia sedang menikmati menonton langit yang menghitam. Bibirnya tipis namun memberi kesan manis ketika dia tersenyum ditambah dengan lesung pipi di kedua pipinya. Wajah putih bersihnya kelihatan bersinar-sinar dihiasi senyumnya.
Menyaksikan pria itu yang begitu menikmati pemandangan langit, membuat Khayla kembali mendongakkan wajahnya ke langit. Mengamati awan-awan hitam bergerak menutupi matahari. Menjadikan langit gelap tanpa sinarnya. Hingga akhirnya titik-titik air jatuh mengenai wajah Khayla. Tapi sepertinya ada sesuatu yang lain. Sepasang mata yang tanpa disadari mengamati apa yang sedang dilakukan Khayla. Mengamati setiap celah wajahnya. Mengamati sebuah keindahan yang selama ini ia cari.
“hujan”, suara seseorang mengusik perhatian Khayla.
Ketika menoleh, Khayla mendapati pria berkemeja yang sejak tadi berdiri di sampingnya tengah memandangnya. Khayla sedikit terkejut dan mengerutkan dahinya.
“apa aku mengatakan sesuatu?”, ujar pria itu dengan sedikit gugup yang kentara. Tapi kemudian pria itu menunjukkan senyuman manisnya pada Khayla. Entah mengapa Khayla yang biasanya takut pada orang asing, menjadi lebih berani pada pria itu. Khayla tidak merasa terusik sedikitpun pada pria itu.
Khayla pun membalas senyumnya dengan senyum paling manis yang dimilikinya. Khayla menggeleng pelan padanya.
“kau suka hujan?”, tanya pria itu pada Khayla.
Wajah Khayla sedikit berkerut, “sedikit”, jawab Khayla, “aku lebih suka langit”
Mendengar jawaban Khayla, pria itu tertawa pelan. Khayla tidak mengerti kenapa pria itu mentertawakan jawabannya. Yah, mungkin terdengar sedikit lucu atau mungkin terdengar aneh. Biarkan saja, Khayla tidak terlalu memikirkannya. Dan rintik-rintik hujan semakin banyak terjatuh dari langit. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada tempat yang bisa dijadikan tempat berteduh kecuali sebuah pohon besar yang berdiri tegak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Pria itu memberi kode pada Khayla untuk bersama-sama menghampiri pohon besar itu untuk berlindung dari serbuan hujan di bawah dahan-dahannya. Mereka berdiri bersampingan di bawah pohon besar tersebut. Dan pada satu ketika, mereka saling menoleh dan bertatapan cukup lama. Terdiam dalam irama hujan. Kedua bola mata yang saling bertemu.

Dan kau lilin-lilin kecil…

Irama musik yang sempat terhenti kini kembali mengalun.
Dan pada satu detik yang tidak direncanakan, mereka tertawa bersama. Menikmati irama hujan bersama seseorang yang baru mereka temui.
Tidak lebih dari lima menit. Menikmati hujan bersama seseorang yang tidak dikenalnya. Ketika sebuah payung menaungi tubuhnya, maka selesailah irama hujan yang Khayla nikmati. Rifki sudah menjemputnya.
Wajah Rifki terlihat habis tergesa-gesa. Tetapi ketika menatap Khayla, seukir senyum terbentuk di wajahnya.
“maaf karena sudah menunggu”, ujarnya pada Khayla. Nada suaranya terdengar terputus-putus bersamaan dengan nafasnya. Tanpa berbicara banyak lagi, dia menyampirkan jaket yang dipegangnya ke tubuh Khayla.
Rifki sudah datang, Khayla harus pergi. Khayla melirik sekilas pada pria berkemeja tersebut. Dia tidak lagi sedang tersenyum, hanya masih terus menatap langit. Matanya berkedip-kedip beberapa kali, lebih banyak dari seharusnya. Haruskah Khayla mengucapkan selamat tinggal?
Rifki sudah menunggunya untuk pergi. Khayla bergerak melangkahkan kakinya meninggalkan pohon besar itu. Khayla tidak ingin mengucapkan selamat tinggal. Khayla juga tidak ingin menoleh kembali.
Khayla hanya memperhatikan langkah kakinya. Dia tidak menyangka berada di bawah sebuah payung bersama dengan Rifki. Beberapa tetes air hujan menyiprat kakinya. Khayla bersusah payah agar tidak terlalu mendekat dengan Rifki tanpa mempedulikan bahunya yang terkena tetes hujan.
Dan Khayla hanya bisa menegang ketika Rifki menarik lembut bahunya untuk semakin mendekat dengan Rifki. Khayla menoleh pada Rifki yang entah mengapa seolah sedang berusaha mengalihkan pandangannya ke arah yang berlawanan.

---------------------------------------

Begitu masuk ke dalam mobil, Khayla segera membuka jaket yang Rifki kenakan padanya. Menyampirkannya di jok belakang mobil. Khayla masih sibuk merapihkan bajunya yang sedikit kebasahan. Sementara Rifki tidak juga menyalakan mesin mobilnya. Dia duduk dengan tenang di balik setir mobil.
“apa aku sudah merepotkan?”, tanya Khayla berhati-hati. Rifki dengan refleks menoleh pada Khayla dan tersenyum sembari menggeleng.
“terimakasih”
Khayla mengerutkan dahinya pada Rifki. Jika harus mengucapkan terimakasih, bukankah ia sendiri yang harus mengatakannya kepada Rifki karena sudah mau menjemputnya. Tapi kenapa Rifki yang mengucapkan terimakasih padanya?
“terimakasih karena kamu sudah mau menerima aku. Terimakasih karena kamu sudah mau menerima cintaku. Dan terimakasih karena kamu sudah ada untukku”
Mendengar alasan Rifki mengucapkan terimakasihnya, hanya membuat Khayla tidak mampu berkata-kata. Sebagai jawaban, Khayla hanya memberikan senyumannya pada Rifki. Dengan perlahan Khayla menggeleng pada Rifki.
“aku yang seharusnya berterimakasih karena kamu sudah mau mencintaiku dengan tulus”, itulah yang seharusnya dikatakan oleh Khayla pada Rifki. Khayla sangat mengetahui bagaimana perasaan Rifki padanya. Pancaran mata Rifki padanya tidak bisa ditutupi, Khayla bisa melihatnya dengan sangat jelas. Pancaran mata yang tidak pernah didapatkan Khayla sebelumnya dari pria manapun. Dan Khayla sangat menyayangi Rifki, mungkin juga mencintainya. Apalah arti sebenarnya dari cinta itu sendiri? Khayla merasakan kebagiaan setiap kali dia bersama dengan Rifki. Dan itulah cinta yang dirasakan Khayla saat ini. Tentu saja selain cinta anehnya pada sebuah akun email beralamatkan Kejora_Bintang@yahoo.com.
Terkadang Khayla memang harus bisa berpikir dengan jernih. Hidupnya bukan hanya di dunia maya. Ada kehidupan nyata yang juga harus dijalaninya. Dan kehidupan nyatanya sekarang adalah bersama Rifki.

“cinta memang bukanlah sebuah kata-kata belaka. Namun untuk menyampaikannya padamu, aku membutuhkan beberapa kata. Seperti… aku mencintaimu”

Kata-kata itulah yang dikatakan Rifki pada Khayla. Dan membuat Khayla kehabisan kata-kata untuk membalas perkataannya. Terlebih karena Khayla tidak pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelumnya.  

--------------------------------------

Hujan
From    : Kejora_Bintang@yahoo.com
     To        : Purnama@yahoo.com

Tidakkah kau lihat rintik air yang jatuh dari langit?
Aku melihatnya.
Dan entah mengapa, aku berharap kau dapat melihat rintik hujan yang sama.
Atau jika tidak, tataplah hamparan langit yang sedang kelabu.
Jika kau bisa menyibaknya, maka cahaya yang terang akan segera kau temukan.
Atau jika tidak, temukanlah cahaya kecil yang bersembunyi di kedalaman hatimu.

Apakah aku mencintaimu?



Part 1                 Part 3

Tidak ada komentar: