IRAMA HUJAN
“aku jemput kamu sekarang”
Khayla menggeleng pada ponsel yang masih menempel di
telinganya, “aku nggak mau ngerepotin kamu. Aku pulang naik angkot aja”, ujarnya
pada Rifki di telepon.
“sebentar lagi hujan, lebih baik aku yang jemput
kamu”, jawab Rifki di ujung telepon.
Khayla mendongakkan kepalanya ke langit. Langit
memang sudah semakin gelap. Khayla menjadi khawatir jika hujan turun dengan
deras.
“aku tunggu”, katanya menyetujui tawaran Rifki.
Setelah menyudahi panggilan, Khayla mengambil
headphone dari dalam tasnya. Memasangnya pada handphone miliknya. Khayla
menggeser-geser layar sentuh ponselnya lalu menyalakan sebuah lagu favoritnya.
Zaman memang sudah modern. Dan Khayla bukanlah seseorang
yang hidup pada tahun ‘60an. Umurnya saja masih enam belas tahun. Namun lagu
yang sedang didengarkannya bukanlah lagu yang sedang ngetop di zaman sekarang. Khayla
tidak peduli apa yang dikatakan orang jika mengatakan bahwa selera musiknya
sangatlah kuno. Namun Khayla lebih menikmati apa yang dia sukai.
Oh… manaka mentari
tua
Lelah berpijar
Suara merdu milik Chrisye terdengar jelas di telinga
Khayla.
Oh… manaka mentari
tua
Lelah berpijar
Terdengar kembali alunan lagu mengalun, tapi ini
aneh. Khayla sangat mengenali suara pemilik lagu ini tapi yang didengar Khayla
justru bukan berasal dari musik yang terpasang di headphone miliknya. Suara
yang tidak kalah merdu dari penyanyi aslinya.
Dengan cepat, Khayla menoleh mencari arah datangnya suara
tersebut. Tidak ada orang lain selain seorang cowok mengenakan kemeja putih
dengan lengan yang digulung hingga siku. Dan terlihat cocok dengan celana jeans
selutut berwarna hitam. Tapi sepertinya pria itu tidak sedang bernyanyi. Dia sedang
menikmati menonton langit yang menghitam. Bibirnya tipis namun memberi kesan
manis ketika dia tersenyum ditambah dengan lesung pipi di kedua pipinya. Wajah
putih bersihnya kelihatan bersinar-sinar dihiasi senyumnya.
Menyaksikan pria itu yang begitu menikmati
pemandangan langit, membuat Khayla kembali mendongakkan wajahnya ke langit. Mengamati
awan-awan hitam bergerak menutupi matahari. Menjadikan langit gelap tanpa
sinarnya. Hingga akhirnya titik-titik air jatuh mengenai wajah Khayla. Tapi
sepertinya ada sesuatu yang lain. Sepasang mata yang tanpa disadari mengamati apa
yang sedang dilakukan Khayla. Mengamati setiap celah wajahnya. Mengamati sebuah
keindahan yang selama ini ia cari.
“hujan”, suara seseorang mengusik perhatian Khayla.
Ketika menoleh, Khayla mendapati pria berkemeja yang
sejak tadi berdiri di sampingnya tengah memandangnya. Khayla sedikit terkejut dan
mengerutkan dahinya.
“apa aku mengatakan sesuatu?”, ujar pria itu dengan
sedikit gugup yang kentara. Tapi kemudian pria itu menunjukkan senyuman
manisnya pada Khayla. Entah mengapa Khayla yang biasanya takut pada orang
asing, menjadi lebih berani pada pria itu. Khayla tidak merasa terusik
sedikitpun pada pria itu.
Khayla pun membalas senyumnya dengan senyum paling manis
yang dimilikinya. Khayla menggeleng pelan padanya.
“kau suka hujan?”, tanya pria itu pada Khayla.
Wajah Khayla sedikit berkerut, “sedikit”, jawab
Khayla, “aku lebih suka langit”
Mendengar jawaban Khayla, pria itu tertawa pelan. Khayla
tidak mengerti kenapa pria itu mentertawakan jawabannya. Yah, mungkin terdengar
sedikit lucu atau mungkin terdengar aneh. Biarkan saja, Khayla tidak terlalu
memikirkannya. Dan rintik-rintik hujan semakin banyak terjatuh dari langit. Mereka
menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak ada tempat yang bisa dijadikan tempat
berteduh kecuali sebuah pohon besar yang berdiri tegak tidak jauh dari tempat
mereka berdiri.
Pria itu memberi kode pada Khayla untuk bersama-sama
menghampiri pohon besar itu untuk berlindung dari serbuan hujan di bawah
dahan-dahannya. Mereka berdiri bersampingan di bawah pohon besar tersebut. Dan
pada satu ketika, mereka saling menoleh dan bertatapan cukup lama. Terdiam
dalam irama hujan. Kedua bola mata yang saling bertemu.
Dan kau lilin-lilin
kecil…
Irama musik yang sempat terhenti kini kembali
mengalun.
Dan pada satu detik yang tidak direncanakan, mereka
tertawa bersama. Menikmati irama hujan bersama seseorang yang baru mereka
temui.
Tidak lebih dari lima menit. Menikmati hujan bersama
seseorang yang tidak dikenalnya. Ketika sebuah payung menaungi tubuhnya, maka selesailah
irama hujan yang Khayla nikmati. Rifki sudah menjemputnya.
Wajah Rifki terlihat habis tergesa-gesa. Tetapi
ketika menatap Khayla, seukir senyum terbentuk di wajahnya.
“maaf karena sudah menunggu”, ujarnya pada Khayla.
Nada suaranya terdengar terputus-putus bersamaan dengan nafasnya. Tanpa
berbicara banyak lagi, dia menyampirkan jaket yang dipegangnya ke tubuh Khayla.
Rifki sudah datang, Khayla harus pergi. Khayla
melirik sekilas pada pria berkemeja tersebut. Dia tidak lagi sedang tersenyum, hanya
masih terus menatap langit. Matanya berkedip-kedip beberapa kali, lebih banyak dari
seharusnya. Haruskah Khayla mengucapkan selamat tinggal?
Rifki sudah menunggunya untuk pergi. Khayla bergerak
melangkahkan kakinya meninggalkan pohon besar itu. Khayla tidak ingin
mengucapkan selamat tinggal. Khayla juga tidak ingin menoleh kembali.
Khayla hanya memperhatikan langkah kakinya. Dia
tidak menyangka berada di bawah sebuah payung bersama dengan Rifki. Beberapa
tetes air hujan menyiprat kakinya. Khayla bersusah payah agar tidak terlalu
mendekat dengan Rifki tanpa mempedulikan bahunya yang terkena tetes hujan.
Dan Khayla hanya bisa menegang ketika Rifki menarik
lembut bahunya untuk semakin mendekat dengan Rifki. Khayla menoleh pada Rifki
yang entah mengapa seolah sedang berusaha mengalihkan pandangannya ke arah yang
berlawanan.
---------------------------------------
Begitu masuk ke dalam mobil, Khayla segera membuka
jaket yang Rifki kenakan padanya. Menyampirkannya di jok belakang mobil. Khayla
masih sibuk merapihkan bajunya yang sedikit kebasahan. Sementara Rifki tidak
juga menyalakan mesin mobilnya. Dia duduk dengan tenang di balik setir mobil.
“apa aku sudah merepotkan?”, tanya Khayla
berhati-hati. Rifki dengan refleks menoleh pada Khayla dan tersenyum sembari
menggeleng.
“terimakasih”
Khayla mengerutkan dahinya pada Rifki. Jika harus
mengucapkan terimakasih, bukankah ia sendiri yang harus mengatakannya kepada
Rifki karena sudah mau menjemputnya. Tapi kenapa Rifki yang mengucapkan
terimakasih padanya?
“terimakasih karena kamu sudah mau menerima aku.
Terimakasih karena kamu sudah mau menerima cintaku. Dan terimakasih karena kamu
sudah ada untukku”
Mendengar alasan Rifki mengucapkan terimakasihnya, hanya
membuat Khayla tidak mampu berkata-kata. Sebagai jawaban, Khayla hanya
memberikan senyumannya pada Rifki. Dengan perlahan Khayla menggeleng pada
Rifki.
“aku yang seharusnya berterimakasih karena kamu
sudah mau mencintaiku dengan tulus”, itulah yang seharusnya dikatakan oleh
Khayla pada Rifki. Khayla sangat mengetahui bagaimana perasaan Rifki padanya. Pancaran
mata Rifki padanya tidak bisa ditutupi, Khayla bisa melihatnya dengan sangat
jelas. Pancaran mata yang tidak pernah didapatkan Khayla sebelumnya dari pria
manapun. Dan Khayla sangat menyayangi Rifki, mungkin juga mencintainya. Apalah
arti sebenarnya dari cinta itu sendiri? Khayla merasakan kebagiaan setiap kali
dia bersama dengan Rifki. Dan itulah cinta yang dirasakan Khayla saat ini. Tentu
saja selain cinta anehnya pada sebuah akun email beralamatkan Kejora_Bintang@yahoo.com.
Terkadang Khayla memang harus bisa berpikir dengan
jernih. Hidupnya bukan hanya di dunia maya. Ada kehidupan nyata yang juga harus
dijalaninya. Dan kehidupan nyatanya sekarang adalah bersama Rifki.
“cinta memang bukanlah sebuah kata-kata belaka. Namun
untuk menyampaikannya padamu, aku membutuhkan beberapa kata. Seperti… aku
mencintaimu”
Kata-kata itulah yang dikatakan Rifki pada Khayla. Dan
membuat Khayla kehabisan kata-kata untuk membalas perkataannya. Terlebih karena
Khayla tidak pernah mendengar kata-kata seperti itu sebelumnya.
--------------------------------------
Hujan
From : Kejora_Bintang@yahoo.com
To : Purnama@yahoo.com
To : Purnama@yahoo.com
Tidakkah kau lihat rintik air yang jatuh dari
langit?
Aku melihatnya.
Dan entah mengapa, aku berharap kau dapat melihat
rintik hujan yang sama.
Atau jika tidak, tataplah hamparan langit yang
sedang kelabu.
Jika kau bisa menyibaknya, maka cahaya yang terang
akan segera kau temukan.
Atau jika tidak, temukanlah cahaya kecil yang
bersembunyi di kedalaman hatimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar