Minggu, 25 November 2012

Kejora (part 8)



BINTANG KEJORA


Mencari
From    : Purnama@yahoo.com
To        : Kejora_Bintang@yahoo.com

Mungkinkah takdir akan berubah?
Apakah kita telah berjanji untuk mencari takdir?
Jika aku tidak dapat menemukan takdir itu..
Maka hanya akan berarti Kejora tidak pernah ada
Tanpa sadar aku hanya bergerak dalam diam
Sekarang aku mengerti,
Aku akan mencarinya.
Mencari takdir itu.
Aku akan segera menemukannya.

Dapatkah aku menggapaimu, Kejora?


Dia membaca email masuk di inbox akun emailnya. Bibirnya melebar, menunjukkan seulas senyum. Dia memang berharap akan menerima balasan seperti itu. Dia langsung menutup layar laptopnya. Tanpa membalas kembali email tersebut. Mengambil sebuah gitar yang disandarkan di dinding kamarnya.
Takdir itu..
Kau akan menemukannya.
Aku berjanji.

----------------------------

“sebenarnya kau ingin mengajakku kemana?”, tanya Khayla pada Tasya.
Tasya menggelengkan kepalanya, “lihat saja nanti”
Mereka sampai di sebuah café yang kelihatan cukup ramai. Di depan café tersebut terpampang poster bahwa akan ada beberapa band dan penyanyi yang tampil di sana. Khayla memperhatikan daftar nama-nama band dan penyanyi tersebut. Tertulis sebuah nama yang membuat Khayla sangat tertarik. Bintang Kejora. Apakah itu nama seseorang? Ataukah sebuah nama band?
“siang tadi aku lewat café ini dan tidak sengaja melihat nama Bintang Kejora, makanya aku mengajakmu ke sini”, ujar Tasya pada Khayla.
“mungkin saja kau akan suka, akhir-akhir ini kau kelihatan banyak pikiran”, kata Tasya lagi, “Fadel juga sudah menunggu di dalam”
Mereka masuk ke dalam café yang ternyata banyak sekali orang yang datang ke café tersebut. Entah karena mereka memang ingin menikmati hidangan yang ada di café tersebut atau mungkin karena ingin menyaksikan pertunjukkan musik yang telah dipersiapkan.
Fadel kelihatan berada di tempat yang cukup dekat dengan panggung pertunjukkan. Dia melambaikan tangannya pada Tasya dan Khayla.
“acaranya baru saja di mulai”, katanya ketika Tasya dan Khayla menghampirinya.
Pertunjukkan pertama menampilkan sebuah band yang menyanyikan sebuah lagu yang entah berjudul apa. Menurut Khayla band tersebut cukup memiliki bakat dalam bermusik. Terus berganti satu persatu. Band. Penyanyi solo. Penyanyi solo. Band.
Khayla hanya menunggu nama Bintang Kejora disebut. Penasaran akan penampilan apa yang akan ditunjukkannya. Dan penasaran siapa yang menggunakan nama Bintang Kejora tersebut.
Dan giliran Bintang Kejora pun tiba. Entah kenapa Khayla merasa sangat gugup. Ingin melihat siapa yang akan maju ke atas panggung kecil itu.
“aku tidak tahu siapa yang akan tampil”, ujar Fadel pada Tasya, “mungkin sebuah band”
Khayla sedikit kecewa ketika seorang perempuan naik ke atas panggung. Ternyata perempuan itu yang menggunakan nama Bintang Kejora. Sebenarnya apa yang sedang diharapkan oleh Khayla? Entahlah. Namun Khayla tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Khayla hanya bisa berusaha untuk menutupi kekecewaannya dengan memainkan es batu yang ada di dalam minumannya. Dia tidak lagi tertarik pada pertunjukkan musik itu.
Suara petikan gitar mulai terdengar. Seseorang tengah memetiknya dengan begitu lembut. Ya, tentu saja lembut. Bukankah yang memainkannya adalah jari-jari lembut seorang perempuan? Suara gitar terus mengalun.
Tanpa Khayla sadari bahwa lagu yang sedang dimainkan adalah lagu kesukaannya. Namun dengan nada yang sedikit dibuat berbeda. Sampai ketika suara seseorang menyanyikan lirik lagu tersebut.

Oh... manakala mentari tua
Lelah berpijar

Apakah ada sebuah kesalahan? Ataukah Khayla yang sudah salah mendengar. Kenapa yang didengarnya adalah suara seorang pria? Bukan suara merdu seorang perempuan? Tapi suara itu..

Oh... manakala bulan nan genit
Enggan tersenyum
Berkerut-kerut tiada berseri
Tersendat-sendat merayap
dalam kegelapan
Hitam kini, hitam nanti
Gelap kini, akankah berganti

Lagu terus dinyanyikan sementara Khayla berusaha untuk memberanikan dirinya sendiri untuk melihat siapa yang sedang menyanyikan lagu tersebut dengan begitu merdu dan lembutnya. Sehingga membuat jantung Khayla ikut berdebar dengan keras.

Dan kau lilin-lilin kecil

Deg.
Mungkinkah Khayla hanya sedang berkhayal? Ataukah matanya yang sedang tidak normal? Apakah dia memang sedang salah melihat?

Sanggupkah kau mengganti
Sanggupkah kau memberi
Seberkas cahaya

Mata mereka saling bertemu. Saling menatap dalam satu sama lain. Tubuh Khayla benar-benar bergetar hebat saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa? Kenapa Khayla tidak mengerti sedikitpun apa yang sedang terjadi saat ini? Semuanya hanya seperti potongan-potongan cerita yang sulit untuk diraba.
Suaranya melemah. Semakin melambat dari nada yang seharusnya. Seluruh isi ruangan hanya berbisik-bisik dan bertanya-tanya apa yang sedang terjadi pada penyanyi tersebut.

Sanggupkah kau berpijar
Sanggupkah kau menyengat
Seisi dunia

Gitar putih berbentuk bintang itu diletakkan di atas lantai, menghentikan lagu sebelum menyelesaikannya. Khayla melihatnya dengan jelas stiker tulisan yang tertera pada gitar tersebut. Kejora.
Khayla berdiri dari duduknya. Entah kenapa rasanya Khayla hanya ingin berlari keluar dari keramaian. Khayla hanya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.

--------------------------------

“Khayla”
Khayla tetap tidak menoleh. Dia tidak ingin memperlihatkan wajahnya untuk sekarang ini. Khayla benar-benar bingung.
“apa yang terjadi?”, tanyanya lagi pada Khayla.
Khayla masih tetap terdiam.
“apa kau tahu maksud perkataan ibuku bahwa aku harus memberikan kaus kaki itu pada seseorang yang harus memilikinya?”, ujar Jojo lagi pada Khayla.
“bahwa aku akan menemukan seseorang yang akan menjadi kebahagiaanku, seperti menemukan sebuah bintang dalam kegelapan malam”, katanya menjelaskan.
“Kejora”, Khayla menoleh dan menatap Jojo. Mencari sesuatu di kedalaman mata Jojo.
“siapa kau sebenarnya?”, tanya Khayla.


Jojo terdiam sejenak dan membalas menatap Khayla.
“namaku Bintang. Bintang Kejora”



 Part 7                           Part 9

Sabtu, 10 November 2012

Kejora (part 7)


SEBUAH KECUPAN


‘Benarkah aku sudah kembali dari dunia abnormalku?’, pikir Khayla dalam hatinya.
Entah karena alasan apa, Khayla berharap hari ini akan cerah. Apakah Khayla sedang berusaha untuk menentang kehendak Tuhan? Karena pada kenyataannya hari ini hujan turun secara tiba-tiba dengan deras. Langit menjadi sangat gelap. Namun sedikitpun Khayla tidak menyesali kedatangannya ke taman kota siang ini. Meskipun seseorang yang ditunggunya belum menandakan kedatangannya.
“menunggu seseorang?”, Khayla menoleh ketika suara seorang pria bertanya padanya. Seorang pria yang kelihatan lebih tua dua atau tiga tahun darinya. Rambutnya kelihatan basah karena hujan dan tangannya bersedekap di dadanya. Khayla hanya tersenyum padanya dan mengangguk. Khayla kembali menatap langit yang masih gelap. Berharap ada sebuah keajaiban yang membuat matahari keluar dari persembunyiannya.

Oh… manakala mentari tua
Lelah berpijar

Entah dari mana datangnya, lagu berjudul ‘lilin-lilin kecil’ milik Chrisye mengalun mengiringi hujan. Khayla menoleh ke kanan dan kiri mencari-cari asal dari lagu tersebut. Sebuah radio berbunyi keras dari sebuah warung yang ada di dekat pondok tempat Khayla berteduh. Dan Khayla hanya menikmati lagu kesukaannya itu.
Sekarang Khayla hanya menikmati menonton ribuan air yang jatuh secara bersamaan dan bergantian dari langit. Mengamati setiap tetesnya yang bergerak cepat dan jatuh menabrak tanah sehingga menimbulkan sedikit cipratan.
“suka kopi susu atau cappuccino?”, suara seorang pria kembali bertanya pada Khayla. Suaranya terdengar samar namun Khayla masih bisa mendengarnya. Mungkin pria tadi ingin membelikan Khayla sesuatu atau mungkin dia hanya bertanya tanpa mempunyai maksud apapun. Namun Khayla hanya ingin bersikap sopan dengan menjawabnya.
“cappuccino”, ujar Khayla tanpa mengalihkan pandangannya dari hujan.
Satu detik jeda Khayla menjawab, segelas kecil cappuccino sudah berada di hadapannya. Tangan seseorang tengah menyodorkannya pada Khayla. Khayla menggeleng dan menoleh pada pemilik tangan tesebut.
“te…”, belum sempat Khayla melanjutkan perkataannya, Khayla sudah dibuat kaget karena kehadiran Jojo di hadapannya. Khayla pikir dia tidak akan datang. Khayla pikir dia tidak akan peduli jika Khayla menunggunya.
Jojo tersenyum ramah pada Khayla seperti biasanya dan berkata, “kita memiliki kesukaan yang sama”, senyuman Jo semakin lebar setelah selesai berbicara. Tangannya masih terus menyodorkan segelas cappuccino pada Khayla dan tangannya yang lain juga memegang gelas yang sama. Khayla segera mengambil gelas cappuccino yang disodorkan Jojo padanya.
“terimakasih”, kata Khayla gugup. Matanya tidak lepas mengamati Jojo. Rambut yang sepertinya sudah tersisir dengan rapih basah oleh air hujan. Kaus berlengan pendeknya hampir basah seluruhnya juga celana jeans hitam panjangnya.
“kau kehujanan”, ujar Khayla, dia tahu kata-katanya tidak akan berarti akan membuat Jojo tidak kebahasan.
“hmm”, balas Jojo. Dia menggenggam erat gelas cappuccino miliknya. Berusaha untuk menghangatkan tangannya sendiri.
Jojo menoleh dan menatap Khayla, “karena aku membuatmu menunggu”
Khayla menggeleng.
“langitmu marah padaku”, jawab Jojo sambil tersenyum pada Khayla. Entah mengapa Khayla hanya bisa membalas senyuman Jojo.

-----------------------------

To        : Kejora_Bintang@yahoo.com
Subject: Keraguan

Dapatkah kita saling mencintai?
Apakah ini dapat disebut sebagai sebuah hubungan?
Dapatkah kau mencintaiku?
Bukankah dalam menjalin sebuah hubungan harus saling mengenal terlebih dahulu?


Itu adalah pertama kalinya Khayla berkirim email pada Kejora_Bintang@yahoo.com. Sebuah keraguan pada dirinya sendiri. Keraguan akan seseorang yang beralamatkan email Kejora_Bintang@yahoo.com. Karena pada awalnya Khayla sendiri tidaklah yakin akan hubungan aneh mereka di dunia maya. Khayla hanya bisa berfikir bahwa cinta tidaklah sesimpel itu. Namun apakah cinta harus selalu rumit?

------------------------------------

Hujan masih turun namun tidak sederas sebelumnya. Yang tersisa hanyalah rintik gerimis yang bergerak lambat. Jojo membukakan pintu mobilnya untuk Khayla. Khayla sudah terduduk di dalamnya namun ketika Jojo hendak menutup pintu mobil, Khayla menahannya dengan kakinya sendiri. Kini ia menghadap pada Jojo.
“langit tidak akan pernah marah padamu”, ujar Khayla.
Jojo mengerutkan dahinya. Sepertinya masih merasa bingung dengan apa yang dikatakan Khayla.
“karena kau juga salah satu sahabatnya”, Khayla mengeluarkan kaus kaki yang ingin dia kembalikan pada Jojo. Menyodorkannya pada Jojo.
Jojo mengambil kaus kaki yang disodorkan Khayla. Lalu berjongkok di hadapan Khayla. Jojo membuka sepatu yang terpasang di kaki Khayla lalu mengganti kaus kaki yang Khayla kenakan dengan kaus kakinya. Setelahnya, Jojo hanya menatap Khayla.
“apa kau tahu siapa yang memberikan kaus kaki itu?”, tanya Jojo lembut pada Khayla.
Khayla menggeleng.
“sehari sebelum meninggal dunia, ibuku memberikan kaus kaki ini padaku. Ia yang sudah merajut kaus kaki ini dan berkata ‘kaus kaki ini bukan milikmu, kau harus memberikannya pada seseorang yang kau yakin bisa memilikinya’
Khayla terdiam mendengar perkataan Jojo. Mencari-cari tanda bahwa Jojo sedang bercanda padanya. Namun tidak. Jojo terlihat sangat serius ketika mengatakannya pada Khayla.
“la.. lalu kenapa kau memberikannya padaku?”, tanya Khayla gugup. Dan rasanya Khayla merasakan sesuatu yang lain di dalam dadanya. Jantungnya yang berdetak tidak seperti biasanya.
Jojo bangkit dari jongkoknya. Berdiri di hadapan Khayla sementara rintik hujan terus berjatuhan di atas rambut dan bahunya.
“karena hatiku berkata demikian”, entah itu sebuah bisikan ataukah hanya sebuah sapuan udara yang merambat di telinga Khayla. Namun Khayla bisa mendengarnya dengan begitu jelas dan nyata.
Jojo meletakkan tangan kanannya di sandaran bangku tepat di dekat bahu Khayla. Wajahnya tidak pernah terlihat setegang ini. Khayla bisa merasakan getaran tangan Jojo, entah karena kedinginan atau karena sesuatu yang lain. Namun tubuh Jojo bergerak untuk mendekat pada Khayla. Khayla berusaha untuk bergerak mundur tapi sepertinya dirinya sudah terjebak. Tidak dapat pergi kemana-mana. Jojo terus bergerak maju, tubuhnya sudah melewati batas pintu mobil. Semakin dekat dengan Khayla.
“apakah aku mencintaimu?”, ucap Jojo dengan suara sedikit bergetar.
Khayla tersentak. Tubuhnya seakan menegang untuk beberapa detik. Meskipun begitu, jantungnya terus memompa darahnya dengan lebih cepat. Khayla seolah sedang tersihir. Kejadian yang berlangsung dengan sangat cepat namun seolah-olah berjalan dengan sangat lambat. Bibir basah dan dingin milik Jo bisa dirasakan jelas oleh Khayla. Jojo mengecup lembut bibir Khayla.

---------------------------------------


Takdir
From    : Kejora_Bintang@yahoo.com
To        : Purnama@yahoo.com

Aku adalah Kejora
Kau adalah Purnama
Aku adalah Kejora
Kau adalah Purnama
Tetaplah seperti itu. Sampai waktunya ..
Jika kau tidak percaya pada takdir, maka kita akan mencari takdir itu.
Bila sampai suatu ketika kita menyadari keberadaan masing-masing di kehidupan nyata, maka itulah takdir yang sesungguhnya.
Sampai waktu itu tiba..
Aku tetaplah Kejora
Dan kau tetaplah Purnama


Lebih dari dua tahun yang lalu, jari-jari tangan seseorang mengetikkan sebuah email yang hendak dikirim pada alamat email Purnama@yahoo.com. Setiap kata yang diketiknya tanpa keraguan sedikitpun. Dia begitu yakin. Begitu membenarkan apa kata hatinya. Entah sejak kapan, dia seolah bisa mendengar hatinya berbicara.  Tidak peduli jika memang ternyata dia sudah berubah menjadi orang gila. Dia selalu seperti itu. Tersenyum dan tertawa dalam hati setiap kali jari-jari tangannya mengetik sesuatu untuk dikirimkan ke alamat email tersebut.
Aku akan mencari takdirku..
Takdirku untuk bersamamu
…Purnama

-------------------------------------

Mereka saling terdiam. Hanya suara rintik hujan yang terdengar. Juga deruan nafas Jojo yang tidak terkendali. Terdengar begitu jelas di telinga Khayla. Sementara Khayla hanya terdiam kaku di tempatnya.
Jojo bergerak menjauh dengan gerakan cepat. Dia sudah kembali berdiri dengan posisi tegak. Setelah Khayla memasukkan kakinya ke dalam mobil, Jo segera menutup pintu mobil lalu bersandar. Terdiam menatap langit. Menikmati irama hujan. Menikmati irama jantungnya.




Part 6                         Part 8