Sabtu, 29 September 2012

No Stranger



Kufikir aku hanya atau akan berjalan di tempat. Tapi ternyata tanpa sadar, aku sudah menapakkan kakiku selangkah lebih maju dari sebelumnya.
Berjalan di tempat saja memang tidak ada gunanya. Tidak ada kemajuan. Tidak ada perubahan. Mungkin kau memang harus bergerak meskipun selangkah semut. Setidaknya ada perubahan yang telah terjadi. Tidak hanya berdiam diri dan menonton apa yang terjadi di sekelilingmu.
Huffttt. Mungkin seseorang harus menghembuskan nafas berat seberat-beratnya. Menjadi orang asing bagi makhluk yang kalian suka adalah sesuatu yang paling berat. Kalian hanya akan jadi orang yang nggak jelas dan nggak penting dalam hidupnya. Sungguh ironis.
Meskipun sebenarnya aku pun hanya ingin berjalan di tempat, tapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Yah mungkin ini jauh lebih baik dibandingkan kau hanya melihat punggungnya dan terus berjalan di tempat sementara dia sudah melangkah terlalu jauh di depanmu.  Setidaknya aku tidak lagi menjadi makhluk asing baginya. Aku bukan lagi seseorang yang hanya dia temui saat berjalan. Atau bukan lagi seseorang yang hanya pernah dilihatnya.
Dia mengenalku. Walaupun tetap saja aku tidak terlalu penting baginya. Ya, hanya sekedar ‘mengenal’. Bukankah itu tidak terlalu istimewa? Seperti kau yang mengenal  salah seorang teman di fakultas lain namun tidak terlalu berpengaruh pada hidupmu. Yah, seperti itulah aku dengannya. Dia mengenalku tapi hanya cukup ‘mengenal’. Tapi tunggu dulu, sebenarnya tidak seperti itu juga. Karena kami sempat berbincang selama beberapa menit. Biar aku perjelas lagi, tidak sampai lima menit mungkin. Dan biar lebih kuperjelas lagi, perbincangan yang nggak penting. HA- HA –HA. Sepertinya aku memang harus mentertawakan diri sendiri.
Kurasa aku tidak bisa mengatakan bahwa ini sebuah ‘love’. Walaupun terkadang jantungku berdegup keras saat melihatnya, tapi untuk mengatakan bahwa ini perasaan cinta rasanya itu masih cukup sulit. Aku hanya lebih suka menyebutnya sebagai idola. Dengan begitu, bisa dibilang aku sebagai fansnya. Huft. Sepertinya aku harus menghembuskan nafas lagi untuk kesekian kalinya. Meskipun sebutan ini juga aneh jika dipikir-pikir, tapi yah setidaknya aku merasa jauh lebih baik. Karena aku tidak ingin berharap terlalu jauh. Biarkan saja semua ini mengalir apa adanya. Layaknya air yang mengalir tanpa mengenal arah, asalkan tidak berakhir di selokan.
Ternyata aku masih bisa melebarkan senyumku dengan sangat bebas. Tidak ada lagi orang asing. No Stranger. Aku bukan lagi sebagai orang asing. Ha- Ha- Ha. Mungkin aku harus mentertawakan diriku sendiri lagi. Tapi kali ini, aku akui bahwa aku cukukp merasa senang. Dan jantungku entah kenapa semakin menunjukkan irama yang tidak biasa ketika dia melemparkan senyumannya padaku.
Oh tidak. Kali ini aku tidak sedang bermimpi. Aku tidak sedang mengkhayal terlalu tinggi. Ini nyata. Really really really REAL. Sangat nyata. Bahkan aku bisa merasa sakit jika kau menendang bokongku dengan sangat keras. Hah. Yah, hanya untuk membuktikan bahwa aku memang tidak sedang bermimpi. Dan saat itu benar-benar waktu yang sedang berjalan.
Aku bukan lagi orang asing. Berkali-kali aku mencoba kembali mengingatkan diriku sendiri. Mendapatkan senyuman darinya seakan jantungku sedang dijadikan lawan bertanding seorang petinju. Dia tersenyum padaku. Aku tidak bisa menyangka bahwa ini akan terjadi padaku. Bukan lagi sekedar  bualan daya khayalku. Dia benar-benar melemparkan senyuman hangatnya padaku. Senyuman yang sangat bersahabat. Dan dia sungguh terlihat jauh lebih tampan dari biasanya.
Tidak hanya melemparkan senyumnya. Dia juga memberi kode padaku. Mencoba memberitahu bahwa dia ingat denganku. Dia telah mengenalku. Bahwa aku bukan lagi orang asing baginya. Dan jantungku tidak berhenti berdetak dengan cepat.
Inilah langkahku. Langkah pertamaku. Entah masih ada lagi langkah selanjutnya atau tidak. Siapa yang bisa menebak? Akupun tidak tahu. Aku hanya ingin berjalan dengan apa adanya. Di saat teman-temanku masih hanya menatap punggung ‘idola’ nya masing-masing dan masih bertindak sebagai orang asing. Aku sudah melangkah melaluinya.
‘NO STRANGER’

Selasa, 18 September 2012

BESTFRIEND - BEST FRIEND



Sahabat sudah pasti seorang teman, namun seorang teman belum tentu seorang sahabat. Mungkin kalian akan punya banyak teman yang ada di sekelilingmu namun hanya segelintir sahabat yang ada sekelilingmu.

Apa arti sahabat bagi kalian? Pelipur larakah? Sebuah kertas untuk menulis ceritamukah? Ataukah tempat untuk berbagi kebahagiaan? Ataukah mungkin lebih dari sekedar itu?

Bagi gue, sahabat itu segalanya. Semuanya. Sahabat lebih pada sosok lain dari diri gue. Gue nggak bakal bisa apa-apa tanpa mereka. Yah, mungkin gue bisa bilang begini karena gue belum punya ‘special someone’ dalam hidup gue. Dan, jujur aja kalau gue masih sangat.. sangat.. sangat bergantung pada sahabat dan teman-teman gue. Punya sahabat. Punya teman terbaik. Gue sayang banget sama mereka semua. Kalau dikata ada jemuran kayu sama gantungan baju, dapat gue analogikan dengan pasti kalau gue itu sama aja kayak gantungan baju. Selalu bergantung pada jemuran kayu. Nggak akan bisa tegak kalau nggak bergantung. Dan sahabat dan teman terbaik gue itu adalah jemuran kayu, yang bisa menampung gue. Oke, mungkin nggak selamanya jug ague terus menggantung nggak jelas begitu. Dan sedikit demi sedikit gue mulai menyadari itu. Dan gue mulai berpikir untuk bisa berdiri sendiri layaknya jemuran kayu itu. Tapi untuk saat-saat seperti ini, gue masih pengen jadi gantungan baju. Sorry banget buat temen-temen gue ^_^ 

So, itu arti sahabat buat gue. Mereka salah satu hal yang sangat.. sangat.. sangat.. berharga dalam hidup gue. Entah bagaimana jadinya kalau gue hidup tanpa seorang sahabat pun. Mungkin gue serasa hidup di planet lain dan nggak ada satupun makhluk yang gue kenal. Punya sahabat emang enak. Menyenangkan. Dan gue sangat sangat sangat berterimakasih buat semua yang udah mau jadi sahabat gue. Mereka udah berkontribusi banyak buat mengisi kekosongan seorang GUE. Meskipun pada akhirnya gue jadi lebay sendiri, terlalu berlebihan. Gue menganggap persahabatan sebagai sebuah ikatan kekal dan nggak ada yang bisa mematikan ikatan itu. Sekarang gue tahu, gue salah. Nggak ada yang bisa kekal kalau loe hidup di dunia yang disebut bumi. Dunia fana. Semuanya fana. Semu. 

Gue bener-bener mengerti kalau ternyata persahabat tidak pernah kekal. Mereka bisa pudar bahkan punah. Kayak dinosaurus yang nggak mungkin nongol lagi di bumi. Meskipun masih ada jejak-jejak keberadaannya. Begitulah persahabatan. Ketika masih hidup, mereka kelihatan  besar, nyata dan ada. Layaknya dinosaurus. Namun seiring berjalannya waktu dan melewati evolusi hidup, mereka bisa punah. Akhirnya gue bisa menyimpulkan kalau ternyata persahabat itu memiliki batas kadaluarsa yang nggak bisa kelihatan oleh mata telanjang. Ada tenggat waktu tertentu yang membatasi masa kejayaan mereka. Sebagai pecinta persahabatan, *huek. Gue sebenernya sedikit nggak suka dengan kesimpulan gue itu. Karena gue pasti ngerasa sedih banget setiap kali masa kadaluarsa persahabatan itu berlaku. Gue merasa ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang selalu dalam genggaman gue, tiba-tiba lenyap. Layaknya kehilangan barang antik yang sangat berharga dalam hidup kita. Bukan kita yang menjual barang antik itu, hanya berpindah ke tangan yang lain. 

Apakah ada yang pernah mengalami pengalaman serupa?
Kehilangan seorang sahabat mungkin? Bagaimana perasaan kalian saat itu?

Persahabatan selalu punya masanya masing-masing. Dalam perjalanan hidup gue yang belum terlalu panjang ini, gue juga pernah mengalami beberapa masa persahabatan itu. Persahabatan dan Teman Terbaik. Bestfriend and Best Friend. Mungkin asyik juga kali yak, mengingat kembali masa-masa persahabatan itu. 



Okeh. Pertama dan yang paling utama, gue mau memperkenalkan Bestfriend gue sepanjang masa. Halah. Mungkin karena dia sodara gue aja kali yee. 



Itu foto gue dan sodara mencakup sohib gue namanya Lya. Mulya Sari. Saking sama-sama nggak punya pasangannya, kita sampe foto studio berduaan. Hihihi. So sweet banget kan kita. Gue udah kenal Lya dari sejak gue lahir sampe sekarang. Ralat. Dari sebelum gue dan Lya lahir. Gue juga punya foto waktu kita masih bayi lagi tiduran bareng. Haha. Lanjut. Gue emang nggak pernah TK bareng sama Lya. Tapi kita masuk ke SD yang sama. Kemana-mana selalu nempel. Bareng. Dan gue bener-bener paling bergantung sama nih orang. Kayaknya gue emang harus banyak-banyak ngucapin makasih buat Lya. Eehhhmm, nanti ke-Geeran lagi si Lya. Dari SD aja gue sering banget ngerepotin dia. Setiap hari nggak pernah lewat gue nelepon Lya. Sampe bosen nyokapnya nerima telepon dari gue. Padahal gue nggak pernah penting kalau nelepon. Cuma nanyain sekolah pake seragam apa. Atau nggak nanyain besok ada PR nggak.

Lulus dari SD, kita masih barengan. Masuk ke pesantren yang sama. Ehhmm, jadi nggak enak nih nyebut-nyebut pesantren. Anak sesableng gue pernah nyantren? Nggak nyangka kan? Haha. Udah deh, tinggal barengan tiap hari dan tiap waktu selama tiga tahun. Gue sama Lya tuh emang udah paling kompak banget dah. Di antara sodara yang lain, mungkin cuma gue dan Lya yang paling akur. Sekali lagi, gue emang makhluk paling nyusahin. Gue kelewat sering nyusahin Lya. Gue juga nggak ngerti, gue yang kelewat nggak tau malu nyusahin orang apa emang Lya nya yang terlalu baik ke gue? :D kadang kalau gue lagi ngambek, Lya sabar aja sama gue, padahal nggak sekali dua kali gue ngambek. Atau kalau gue lagi mau apa, Lya suka iya-iya aja nurutin kemauan gue.

Selain Lya, ada lagi sahabat gue di SD. Tapi cerita sohib gue di SD ini nggak panjang. Gue emang temenan sama semua anak, tapi mungkin ada beberapa yang paling deket sama gue. Ada gue, Harniti, Uni, Riska, Sinta, Anna, Rosdiana, Nurul. Hmmm kalau sobat-sobat SD gue ini kenangan yang paling gue inget itu, setiap kali upacara bendera hari senin, mereka selalu nempatin barisan buat gue. Hehehe.


Naik tingkat lagi. Masuk ke pesantren, yaitu masa SMP gue. Gue punya sahabat karib yang namanya Khoera Dara Fazra




 
Gue sobatan sama Dara semenjak kelas 2 SMP, gara-gara kita tidur seranjang. Nggak pernah pisah ranjang, inget itu. Dara itu temen tidur gue. Diary gue. Setiap kali mau tidur, ritual yang nggak pernah lewat adalah curhat bareng. Ada sesi gue yang cerita, ada juga sesi Dara yang bercerita. Meskipun cerita gue tentang itu-itu melulu, Dara tetep aja dengerin curhatan gue. Kalau gue jadi Dara mungki gue udah bosen kali dengerin cerita gue sendiri. Selain ritual curhat bersama itu, kita juga punya banyak ritual lainnya. Nyolongin guling orang. Yang ini gara-gara gue nggak ada guling dan selalu ngambil gulingnya Dara, dan pada akhirnya kita berdua nyari guling orang yang udah tidur. Wahahaha. Dan masih banyak lagi ritual yang nggak sepantasnya gue tulis di sini hehehe.

Ngomongin soal ngerepotin lagi. Gue juga banyak ngerepotin makhluk satu ini. Gue ngerasa si Dara aja yang terlalu care ke gue. Geer banget kan gue. Iyalah, ranjang yang kita tidurin bareng aja, sebenernya hak milik Dara tapi gue juga ikut mengambil alih. *padahal sih Dara gondok setengah mati sama gue :D. Sorry ya Dacut (panggilan buat Dara dan panggilan ini punya memori tersendiri yang nggak bisa gue certain :P) tapi gue paling sayang banget sama makhluk ini. Dan satu-satunya makhluk yang paling gue kangenin setelah lulus SMP. Nggak tau dah si Dacut kangen apa nggak sama gue, bilangnya sih kangen *lirik Dara. Sekarang gue dan Dara emang udah kepisah jarak jauh banget. Dan kita juga udah jarang berkomunikasi lagi. gue di Tangerang, Dara di Jogja.
Ini dia foto tiga orang ‘aneh’





Selain Dara, gue juga masih punya sahabat-sahabat yang nggak kalah serunya. Kami menamakan diri kami Trouble Maker. Pembuat masalah. Yap, mungkin bisa dibilang begitu. Tapi temen-temen lain lebih suka menyebut kita dengan sebutan Tiga Macan. Sebenernya kita berempat tapi masa sobat kita yang satu ini cuma sebentar, lebih lama kita bertigaan. Dan sahabat gue ini adalah Julia Andriani Putri, Risky Dwi Cahyanti, dan Dessy. Gue itu emang bener-bener kayak air, begitu menurut ramalan guru gue. Gue itu air yang selalu mengikuti wadahnya. Di taruh di mangkuk, bentuknya mangkuk. Di taruh di botol, bentuknya botol. Selalu berubah-ubah sesuai lingkungan. Masuk ke dalam Trouble Maker membuat masa persahabatan gue yang satu ini, sulit banget buat dilupain. Meskipun kadang salah satu dari kami sering bikin sebel, tapi ada aja yang bikin kita have fun. Orang-orang emang bener, nggak nakal di sekolah berarti nggak ada kenangan. Dan masa Trouble Maker ini penuh banget dengan kenangan. Kabur-kaburan. Di hukum bareng. Semuanya bareng-bareng. Dan gue selalu berpikir Julia adalah orang yang paling peduli kalau soal sahabat. Dia akan rela melakukan apapun untuk membela sahabatnya. Dan gue bener-bener ngerasain masa-masa itu. Kalau ada orang lain yang bikin gue kesel atau marah, dia juga nggak segan-segan untuk melawan orang itu. Ahh, mengingat kembali masa lalu selalu bikin gue pengen terus berada pada masa lalu itu. Dan masa Trouble Maker berakhir ketika kami lulus SMP.
 

 
Gue masih punya satu lagi sahabat gue dari SMP bahkan sampe Aliyah (SMA). Namanya Bunga Mulia Miranty



Gue sahabatan sama Bunga dari awal masuk pesantren. Kita selalu bareng-bareng ke mana aja. Awalnya gue, Bunga sama Julia sahabatan bareng tapi masanya selalu ada pasang surutnya. Sampe ketika gue masuk Aliyah, gue rasa gue berhutang banyak sama Bunga. Bunga sahabat yang nggak ninggalin gue setelah lulus SMP. Awal masuk Aliyah, gue emang mengalami masa-masa sulit. Sulit beradaptasi dan lainnya. Gue tinggal di kosan sendiri. Masa orientasi siswa baru, gue banyak banget nyusahin Bunga. Catat. Bukan cuma nyusahin Bunga, tapi juga nyokap-bokapnya. Kadang gue numpang nginep di rumahnya. Dan selama masa orientasi siswa baru itu, nyokapnya Bunga selalu bungkusin makanan bawaan MOS buat gue juga. Sumpah, gue nggak tau bagaimana jadinya kalau nggak ada Bunga. Mungkin gue udah nangis darah tersesat sendirian. Thanks a lot buat Bunga dan keluarga. Hihihi. Maaf yak, kalau gue udah pernah ngerepotin. Gue rasa, gue nggak akan pernah bisa ngelupain masa-masa itu. Dan gue selalu berpikir suatu saat nanti, gue punya kesempatan untuk membalas semuanya itu. Dan.. masa persahabatan gue dan Bunga pun punya tenggat waktunya.


Masuk Aliyah, gue ketemu sosok bernama Qonitya Nabilah. Nama depannya emang agak mirip sama nama gue. Kita satu kelas bareng. Duduk berdua. Dan guru sering banget ketuker kalau manggil nama kita berdua. Qonita-Qonitya. 



Ini dia jemuran kayu gue pada masa-masa awal Aliyah. Kemana-mana selalu bareng. Ke kantin bareng. Ke mushalla bareng. Ke toilet bareng. Sampe-sampe ada yang bilang kalau kita ini kembar. Wakakakak. Sorry guys, kita beda emak beda bapak. Tapi gue cukup kenal dengan emak bapaknya Qonit. Ya iyalah jelas aja, wong gue sering nginep di rumahnya. Adek-adeknya sampe ikut nempel sama gue. Apalagi si Amoy. Hmmm, udah lama banget juga gue udah nggak pernah maen lagi ke sana. Ke Jeruk Purut. Hihihi. Mau ke rumahnya Qonit, berarti masuk ke dalam pemakaman Jeruk Purut. Kalau kita sampe di rumahnya Qonit hampir malem, gue nempel-nempel aja dah sama Qonit lewat jalan kuburan itu. Gue emang paling nempel banget sama Qonit, tapi tetep aja semuanya ada masanya. Masa Qonita-Qonitya cuma sampe kita kelas satu Aliyah doang.

Masuk ke kelas dua dan kelas tiga Aliyah, gue dipertemukan dengan beberapa sahabat atau teman terbaik gue di Aliyah. Kelompokan maen gue. Ada Hanum Khalimatus Sadiah, Triani Kholilatun Romsi, Siti Mutiah, Syafira Okta Safitri, Jamilatul Amaliah dan Retno Sumilah. Tapi lebih seringnya kita berenam atau berlima tanpa Retno, karena Retno pindah sekolah di kelas 2. 



Dan gue juga harus ngucapin makasih banyak buat sobat-sobat gue ini karena udah mau mengisi ‘buku gambar’ Aliyah gue yang kosong mulai terbentuk beberapa warna yang nyata. Kemana-kemana selalu bareng. Kalau nggak ada kalian, mungkin gue udah sendirian aja menghabisi sisa kelas gue di Aliyah. Gue cuma bakal jadi manusia yang terabaikan di Aliyah. Dramatis amat hidup gue :P. Yaaaa, pokoknya gue berterimakasih banget sama kalian yang udah mau jadi teman terbaik gue di Aliyah dan gue senang karena masa kita masih belum berakhir sampe sekarang. Dan gue sangat berharap itu akan terus berlaku sampe seterusnya. 
Dan sebenernya teman terbaik gue di Aliyah masih ada lagi. Ade Julia Safitri, Mahsa Almira, Nurul Fitriah, Qistina Novita Kudus. Pokoknya gue berterimakasih banget sama kalian yang udah mau jadi teman-teman terbaik gue.

Kita masuk lagi ke tingkat paling tinggi dalam perjalanan hidup gue dan yang sedang gue jalanin sekarang. Ternyata Tuhan masih mengirim sahabat-sahabat yang sangat baik buat gue. Masih ada masa persahabatan yang gue jalanin. 

Perkenalkan namanya Yuni Alifah




Dia temen satu kosan sama gue. Bukan temen kosan gue yang pertama tapi temen kamar paling klop buat gue. Dari di kosan bernama Pelangi sampe terdampar di kontrakan dengan setting belakang sering banget dijadiin tempat asyik buat dengerin lagu gratis, kita masih tetep bareng. Udah kayak cantolan yang kalau Yuni ke kiri, gue ikut ke kiri. Kalau Yuni ke kanan, gue juga ikut ke kanan. Riwayat gue yang sering nyusahin orang juga berlanjut sampe ke Yuni. Hihihi. Sorry ya Yun, gue emang makhluk ngerepotin. Dan thanks banget buat Yuni yang udah bisa jadi peran kayak Khoera Dara Fazra yang paling gue kangenin. Dan ritual sebelum tidur yang sering gue lakukan bareng Dara, kini berlanjut dengan Yuni. Curhat bersama. Satu lagi, Yuni satu-satunya orang yang paling sering dengerin kalimat-kalimat lebay gue. Haha.
Ini dia pasukan kuliah gue yang paling rusuh. Ke sana rusuh. Ke sini rusuh. Ke mana-mana selalu rusuh. Wakakakak. Mari gue perkenalkan dari mulai Nor Hidayati, Ismy Anggraini, Ratna Endah, Ressy Kartika Sari, dan Nanden.






Yap, itu adalah beberapa foto anak ilang. Kekekeke. Mereka semua emang aneh, kayak gue. Kadang juga kayak orang autis yang sibuk dengan kesukaannya masing-masing. Dan menyebut diri mereka dengan Gembel Goceng Style, sok-sok ikutan gaya K-Pop sekarang yang judulnya Gangnam Style *nggak tau dah itu tulisan bener apa nggak. Tapi kalau Nanden, kayaknya tetep setia sama One Directionnya. Eittt, gue juga suka kok sama One Direction. Kekekeke. And…. Thank You banget buat kalian semua, yang udah mau gue repotin. Gue suruh maen ke rumah gue yang jauh juga mau, padahal udah berapa abad tau temen gue nggak ada yang mau maen ke rumah gue karena jauhnya. Tapi jiwa ngebolang mereka akhirnya membawa mereka bisa terdampar di rumah gue. Haha. Gue juga makasih banget udah sering nempatin kursi buat gue setiap kali gue telat masuk kelas, de el el deh. Semua yang udah bikin kalian repot gara-gara gue. Tapi tetep aja gue ikut berkontribusi aktif (elah kata-katanya) sama pasukan ini, soalnya mereka paling suka bertengger di kosan gue. Haha.

Yap, kayaknya baru sampe sini aja deh masa-masa persahabatan gue. Meskipun setiap kali gue mengingat masa-masa persahabatan itu selalu membuat gue ingin tinggal pada masa itu kembali, tapi gue masih terus mencoba untuk menjalani hidup gue yang masih terus berjalan. Karena ada kalimat yang gue ingat dari guru gue. Ketika kami akan kenaikan kelas dan harus berpisah dengan teman sekelas yang lain, Beliau mengatakan “sebenarnya saya masih ingin tetap tinggal di sini bersama kalian. Namun waktu terus berjalan, ketika kalian semua pergi saya tidak akan mungkin tetap berdiam diri di tempat”


Mengingat kata-kata yang Beliau ucapkan, gue jadi tersadar. Bahwa gue juga nggak bisa seperti itu. Gue nggak bisa terus tinggal dan berdiam di diri di tempat yang sama menatap setiap kenangan, sementara waktu terus berputar dan yang lainnya pergi meninggalkan gue. Meskipun berat, kini gue harus bisa terus berjalan dan mencari persahabatan-persahabatan yang baru. 


 Buat semuanya yang udah mengisi ‘masa’ itu, gue bilang makasih banget. Dan gue berharap banget masa persahabatan itu nggak pernah ada masa kadaluarsanya. Juga semoga aja masih ada masa-masa persahabatan yang lainnya juga.
Jadi, bagaimana masa-masa persahabatan kalian?