Sabtu, 28 Januari 2012

my girl is my wife (bagian delapan)

Rasanya berat sekali bagi Holli untuk menginjakkan kaki di sekolah sementara Awan masih terbaring di rumah sakit. Dengan enggan Holli melangkah memasuki kelas. Holli terus berfikir bukankah seharusnya ia yang ada di rumah sakit bukannya Awan. Shaila melambaikan tangannya pada Holli namun Holli tidak mempedulikannya. Radit juga ada di sana. Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang penting sebelum melihat Holli. Radit bangkit menghampiri Holli, “apa yang terjadi?”
Holli mengangkat bahunya setinggi mungkin, membiarkan Radit terus bertanya-tanya sementara Holli meletakkan tasnya di atas meja lalu duduk di bangkunya.
“kemarin lusa Awan datang ke rumah kami, dia mencarimu dan besok harinya kalian berdua tidak datang ke sekolah”, ungkap Shaila pada Holli.
Holli menjawab dengan suaranya yang datar, “dia mencariku”, bukanlah sebuah pertanyaan melainkan sebuah pernyataan.
Radit duduk di hadapan Holli, “dia kelihatan sangat frustasi, saat aku bertanya padanya apa yang sedang terjadi dia pergi begitu saja”, Radit meletakkan tangannya di atas meja, menekuknya, “apa kau baik-baik saja?aku terus memikirkanmu karena hal itu, sampai aku mendatangi rumahmu tapi seperti biasa mereka bilang kau tidak ada”
“kalian bisa lihat aku baik-baik saja, tidak ada yang terjadi”, dengan enggan akhirnya Holli menjawab segala pertanyaan mereka.
Mata Shaila menyelidiki seseorang bertubuh besar yang sedang mengawasi mereka di luar kelas, dia bertanya, “siapa yang ada di luar kelas itu?”. Radit menoleh ketika mendengar pertanyaan Shaila.
Holli menghela nafas pendek, “jangan pedulikan itu, dia hanya seorang penjaga yang dikirim ayahku”
“seorang bodyguard untuk menjagamu?apa kau sedang dalam bahaya?”, Shaila bertanya dengan mata yang menyala.
Holli menggeleng, “hanya untuk hari ini”, Holli sebenarnya tidak ingin membawa seorang bodyguard bersamanya namun ayah Bagas memaksanya, Awan juga turut memaksanya. Awan berjanji tidak akan menyuruh Holli untuk membawa seorang bodyguard jika Awan sudah keluar dari rumah sakit. Sepertinya mereka masih trauma pasca penculikan itu.
Radit menatap Holli dengan curiga, “lalu kenapa Awan mencarimu di tengah malam?kenapa kalian tidak masuk sekolah kemarin?apa yang sebenarnya terjadi?dan sekarang tiba-tiba kau datang ke sekolah dengan membawa seorang bodyguard. Apakah Awan melukaimu?”, Radit terus mencecar Holli dengan berbagai pertanyaan. Membuat Holli muak dengan semua percakapan ini.
“malam itu aku sakit, pelayan di rumahku mengambil ponselku lalu menghubungi Awan tanpa izin dariku. Setelah aku mengetahui kalau dia menghubungi Awan, aku menyuruhnya untuk tidak mengizinkan siapapun datang dan mengatakan kalau aku tidak ada di rumah. Mungkin itu sebabnya Awan mencariku ke rumah kalian. Mengenai ketidakhadiran Awan di sekolah, aku tidak tahu. Dan penjaga di luar sana, itu hanya kekhawatiran ayahku mengenai beberapa kasus penculikan akhir-akhir ini”, Holli mengatakan semua itu hanya dengan satu tarikan nafas. Holli sudah sangat muak dengan semua kebohongan yang dibuatnya. Perutnya seolah melilit setiap kali lidahnya mengeluarkan setiap kata kebohongannya.
Radit menyentuh lengan Holli dan berkata, “kenapa tidak kau katakan pada kami kalau kau sakit?”
“aku sangat marah pada pelayanku karena itu aku tidak ingin memberitahu siapapun”, ujar Holli untuk kemudian memaki-maki dirinya sendiri dalam hati.
Shaila merangkul tubuh Holli dengan lengannya, “apa sekarang kau baik-baik saja?”. Tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun untuk terus berbohong, Holli hanya menganggukkan kepalanya.
“aku masih bisa melihat lingkaran hitam di bawah matamu”, jawab Radit yang sepertinya mulai percaya pada kebohongan yang dikatakan Holli. Lingkaran hitam itu didapatkan Holli karena semalaman dia tidak tidur saat menunggu Awan di rumah sakit. Holli juga melihat lingkaran hitam di mata Awan saat membawa Awan keluar dari gudang untuk membawanya ke rumah sakit. Pak Halim mengatakan pada Holli bahwa semalaman Awan menunggu Holli di teras rumah dengan terus mencoba menghubungi ponsel Holli. Satu hal yang membuat Holli tidak percaya adalah mendengar bahwa Awan menangis saat dia mencari-cari Holli. “sekali aku menangis adalah saat ibuku meninggal dunia”, Holli masih bisa mengingat apa yang pernah dikatakan Awan padanya.
Sampai bel pulang sekolah berbunyi, tidak sedetik pun Holli melangkahkan kakinya keluar kelas. Radit sudah di luar kelas, ketika Shaila menarik Holli keluar dari kelas untuk pulang. Bodyguard yang dikirim ayah Bagas untuk Holli mengikuti di belakang mereka saat mereka berjalan bersama menuju lapangan parkir.
“hari ini Awan juga tidak masuk sekolah”, kata Radit sembari melirik Holli. Holli tetap berjalan tanpa menoleh pada Radit.
“apakah dia sakit?”, Shaila menimpali.
“menurut kabar yang kudengar begitu”, jawab Radit, “apakah kalian ingin menjenguknya?”, tanya Radit.
Holli berhenti melangkah, “kalian akan ke rumahnya?”, Holli mencoba menenangkan dirinya, sebisa mungkin untuk tidak terlihat akan kekhawatirannya.
Radit menggeleng, “dari surat yang dikirimnya, aku tahu di mana dia di rawat sekarang”
“iya, kenapa kita tidak menjenguknya saja?”, ujar Shaila bersemangat, “bukankah sekarang dia sudah menjadi teman kita?”, tambah Shaila. Tapi sejak kapan Awan menjadi teman mereka, pikir Holli. Mungkin kalau Radit karena dia sekelas dengan Awan tapi Shaila?bukankah dia bahkan tidak pernah berteman dengan Awan?atau hanya karena pergi ke kebun raya bersama Awan?ataukah yang dimaksud teman karena mereka satu sekolah?Holli menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri. Tidak penting untuk memikirkan hal itu.
“kalau begitu kita langsung pergi ke rumah sakit”, ujar Radit. Setidaknya mereka tidak datang ke rumah, pikir Holli. “kau ikut bersama kami bukan?”, tanya Radit pada Holli. Holli mengangguk.
“kau naik mobilku saja”, ujar Shaila sembari melirik bodyguard yang ada di belakang mereka. Holli mengeluarkan ponselnya, memberi pesan singkat pada pak Halim bahwa Holli akan naik mobil bersama Shaila ke rumah sakit. Selanjutnya Holli memberi pesan singkat pada Awan, memberinya kabar bahwa Shaila dan Radit akan menjenguknya. Setidaknya agar Awan bersiap-siap dan tidak terlihat mencurigakan.
Satu jam berikutnya, mereka sudah sampai di depan rumah sakit. Holli berjalan mengikuti Radit dan Shaila. Ketika mereka bertanya-tanya pada resepsionis, Holli hanya berpura-pura tidak tahu.
“Awan Pratama di kamar 301”, kata seseorang di balik meja resepsionis.
Mereka berjalan menuju kamar 301. Ketika Radit mengetuk pintu kamar, Holli merasa sangat khawatir. Berharap mereka tidak mengetahui apa yang terjadi pada Awan sehingga dia masuk rumah sakit. Radit membuka pintu kamar, Shaila menggandeng tangan Holli ketika masuk ke dalam kamar. Bodyguard hanya mengikuti Holli sampai pintu kamar.
Awan tersenyum senang saat mereka memasuki ruangan. Selain mereka dan Awan di sana juga sudah ada Laura yang duduk di samping ranjang Awan. Sebelum sampai di sini, Holli sempat panik tanpa memikirkan luka Awan tidak akan terlihat karena dia mengenakan baju rumah sakit.
“apa kami mengganggu?”, ujar Radit. Awan dan Laura menggeleng bersamaan. Holli tidak memperhatikan saat Awan dan Laura menggeleng, yang menarik perhatian Holli adalah genggaman tangan Laura dan Awan. Ketika menyadari tatapan Holli pada tangan mereka, Awan segera melepaskan genggaman tangan Laura.
“duduklah”, ujar Awan. Laura bangkit dari duduknya, “sebaiknya aku pergi”, katanya dengan ramah.
“apakah kau pergi karena kedatangan kami?”, ujar Shaila terlihat perasaan bersalah di wajahnya. Laura memberikan senyumnya, “tidak, tapi aku masih ada keperluan yang lain lagipula aku sudah di sini selama beberapa jam”
Sebelum pergi Laura kembali menatap Awan, “untuk yang terakhir”, ucapnya lalu mengecup pipi Awan, “cepat sembuh”, bisiknya. Laura berjalan melewati mereka. Entah hanya perasaan Holli atau bukan, tapi Holli sempat melihat Laura tersenyum padanya.
Ketika Radit dan Shaila duduk, Awan mencuri pandang pada Holli dan meminta Holli untuk duduk di tempat yang sebelumnya diduduki Laura. Dengan enggan Holli menuruti permintaan Awan.
Awan bergerak dari tidurnya, mencoba untuk dapat bersandar di kepala ranjang. Namun gerakan Awan hanya membuat lukanya terasa sakit dan membuatnya mengerang. Dengan cepat Holli bangkit dari duduknya, “kau baik-baik saja?apakah sakit?”, ujar Holli cemas. Holli membantu Awan untuk bersandar, meletakkan bantalnya di kepala ranjang lalu menyanggah tubuh Awan untuk berbaring di atasnya. Sehingga posisi Awan menjadi setengah berbaring dan setengah duduk. Radit berdehem memperhatikan Holli yang bersikap berlebihan pada Awan.
Holli menyadari keberadaan Radit dan Shaila, dengan cepat Holli kembali ke tempat duduknya. Awan hanya tertawa pelan, “maaf, aku agak sulit untuk bangun sendiri”
“terimakasih kalian sudah mau menjengukku”, ujar Awan.
“sebenarnya aku hanya ingin tahu kau sedang sakit apa karena sudah dua hari semenjak kau ke rumahku untuk mencari Holli, kau tidak datang ke sekolah”, jawab Radit yang sepertinya masih belum percaya setelah menanyakan Holli mengenai kedatangan Awan.
Awan mengangkat kedua alisnya sebelum menjawab, “aku di rawat  karena aku kelelahan, aku kurang beristirahat. Itu saja”, jawab Awan dengan tenang. “ah ya, aku belum meminta maaf karena sudah mengganggu tidur kalian malam itu. Aku mendapat telepon dari nomor ponsel yang tidak ku kenal dan memberi kabar kalau Holli sakit setelah aku datang ke rumahnya, penjaga di sana bilang kalau dia tidak ada di rumah makanya aku datang ke rumah kalian”, kebohongan Awan sepertinya lebih meyakinkan daripada apa yang dikatakan Holli. Beruntung Awan sudah mempersiapkan semua kebohongan ini.
“malam itu aku khawatir sekali pada Holli, beberapa kali aku mencoba meneleponnya tapi ponselnya tidak pernah aktif”, Shaila menimpali. Holli nyengir kuda, “aku sengaja menonaktifkan ponselku”
“aku fikir kekhawatiranmu pada Holli malam itu terlalu berlebihan sampai kau tidak sempat menjawab pertanyaanku”, sela Radit dengan tatapan curiga pada Awan.
Awan tertawa renyah, “aku selalu seperti itu saat aku mulai panik”
Holli bangkit dari duduknya, dia sudah muak dengan semua pembicaraan itu. “mau ke mana?”, tanya Radit.
“aku ingin mencari udara segar di luar”, ujar Holli.
Shaila juga bangkit dari duduknya, “aku ikut, aku ingin mencari makanan ringan di kantin”, kemudian Shaila menyusul Holli.
Shaila merangkul Holli saat keluar dari kamar, dia mulai berbisik, “yang aku dengar dari Rachel, ayahnya Awan memiliki sebuah perusahaan terkadang Awan membantu ayahnya bekerja di sana setiap pulang sekolah. Menurutku wajar kalau Awan kelelahan dan kurang beristirahat”, Holli hanya mendengar perkataan Shaila tanpa menjawabnya.
“bukankah Laura gadis yang sangat beruntung mendapatkan Awan?”, ujar Shaila lagi, “Awan bukan hanya tampan tapi dia juga sebagai pewaris tunggal perusahaan ayahnya”
Holli menggeleng-gelengkan kepala mendengar perkataan Shaila, “lalu kalau Awan miskin dan tidak tampan, Laura tidak beruntung mendapatkan Awan?”
Shaila tertawa, “tidak seperti itu juga, dari pengamatanku mengenai Awan dia juga penuh perhatian pada Shaila sepertinya Awan adalah seorang pria yang tidak akan membiarkan gadisnya terluka”, tambah Shaila. Holli terdiam mendengar pernyataan Shaila.
Setelah mengantar Shaila membeli makanan, Holli dan Shaila kembali ke kamar 301. Tanpa mengetuk pintu lagi, mereka masuk ke dalam kamar. Awan dan Radit menoleh ketika mereka datang.
“kau tidak membeli makanan juga?”, tanya Awan pada Holli.
“tidak”, jawab Holli dengan singkat. Shaila mendekat pada Holli untuk berbisik, “apakah kau tidak memperhatikan kalau Awan menjadi sedikit lebih perhatian padamu?”, Holli tidak menjawab bisikan Shaila.
Radit bangun dari duduknya, “kami akan pulang sekarang”
Shaila bertanya dengan bingung, “pulang?apa kita tidak terlalu cepat?”
“Awan butuh beristirahat jadi kita jangan berlama-lama di sini”, jawab Radit sambil sesekali melirik Holli dan Awan. Shaila mengambil tasnya yang ada di bangku. Holli mengikuti Shaila untuk mengambil tas juga.
“cepat sembuh”, ujar Shaila.
Awan mengangguk dan menjawab, “aku baik-baik saja, sampai jumpa besok di sekolah”
Radit dan Shaila berjalan duluan untuk keluar dari kamar, Awan mencuri kesempatan untuk menahan lengan Holli ketika yakin Radit dan Shaila tidak melihatnya. “apa kau juga akan pulang?”
Holli melepaskan tangan Awan dengan cepat ketika Radit kembali menoleh, “aku akan segera kembali”, bisik Holli.
Setelah mengantar Shaila dan Radit keluar dari rumah sakit, Holli kembali meluncurkan kebohongannya, “sepertinya ayahku akan menjemputku di sini, dia tidak suka aku pergi ke tempat lain sepulang dari sekolah”
“kau ingin aku menemanimu menunggu ayahmu menjemput?”, ujar Radit.
Shaila berkata dengan enggan, “kalau begitu aku pulang”, dia berbalik dan pergi menuju tempatnya memarkir mobil.
Holli menggeleng pada Radit, “kau pulang saja, ayahku tidak terlalu suka melihatku dengan seorang pria”, dengan enggan akhirnya Radit pergi meninggalkan Holli. Holli menunggu selama beberapa menit untuk memastikan bahwa Radit dan Shaila benar-benar sudah pergi dari rumah sakit.
Holli kembali masuk ke dalam kamar 301. Awan sedang menunggu Holli di sana. Dia tersenyum ketika mendapati Holli kembali. Holli kembali merasa kikuk saat berada di dalam satu ruangan bersama Awan. Hanya dia dan Awan. Holli duduk menjauh dari Awan.
“Holli”, panggil Awan. Holli menoleh dan menghampiri Awan. Dia duduk di samping ranjang Awan.
“ini kedua kalinya kau memanggil namaku setelah pertama kali kau memanggil namaku di dalam gudang”, terang Holli pada Awan.
Awan tertawa pelan, “benarkah?”
Holli mengangkat kedua alisnya, “aku suka saat kau memanggil namaku, daripada kau memanggilku dengan kata ‘kau’ atau ‘dia’”
“Holli”, ujar Awan lagi, “aku akan terus menyebut namamu”
“apa kau cemburu pada Laura?”, tanya Awan pada Holli. Holli menggeleng.
“dia juga cemburu padaku”, ujar Awan. Holli menatap Awan dengan bingung. “dia tidak sadar telah mengancamku”, Awan tertawa pada dirinya sendiri. Holli semakin tidak mengerti dengan apa yang dikatakan Awan. “Radit”, jelas Awan. Holli semakin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Awan. Kenapa dia menyebutkan nama Radit?
“dia sangat menyukaimu”, Awan tertawa pada Holli. Holli mengerutkan keningnya, “dia sahabatku”, jawab Holli.
Awan memberikan senyum manisnya pada Holli, “sahabat jatuh cinta pada sahabatnya, begitulah yang akan terjadi. Rantai hubungan yang tidak bisa dipisahkan antara persahabat dan cinta”
Holli berusaha keras untuk mencerna apa yang dikatakan Awan. Radit menyukainya?bukan sebagai sahabat?bagaimana mungkin ini akan terjadi, Holli tidak pernah memberikan sedikitpun perasaannya pada Radit. Holli tertawa pahit, “tidak bisa ku percayai”
“kau tahu apa yang dia katakan padaku?”, ujar Awan. Holli menggeleng. “kalau kau berani mendekati Holli, aku tidak akan bisa memaafkanmu. Kau tidak perlu repot-repot untuk memperhatikan Holli, aku tidak ingin kau menyakiti Holli”, Awan berkata dengan suara yang berbeda, berusaha untuk mengikuti gaya bicara Radit. Holli dan Awan tertawa bersama tapi Awan menghentikan tawanya kembali menatap Holli, “apakah aku menyakitimu?”, nada suara Awan terdengar serius. Holli terdiam.
Awan meraih tangan Holli, “bukankah sudah ku katakan padamu bahwa aku mencintaimu?”
Holli memalingkan wajahnya dari Awan, “bagaimana dengan Laura?aku tidak ingin menyakiti perasaannya. Kalian sudah bertahun-tahun bersama bagaimana mungkin aku tega menghancurkan hubungan kalian berdua”, Holli mengeluarkan apa yang terpendam dalam hatinya.
“aku tidak akan mengatakan cinta padamu kalau aku belum menyelesaikan urusanku dengan Laura”, Awan tersenyum penuh arti pada Holli, “Holli”, Awan memanggil kembali nama Holli, “kau adalah cinta pertamaku”, Awan menggenggam erat tangan Holli, “perasaanku pada Laura tidak sama dengan perasaanku padamu. Sekarang aku bisa membedakan antara cinta dan persahabatan atau rasa sayang. Seperti kau dan Radit, itu persahabatan. Aku menyayangi Laura tapi aku hanya mencintaimu”, jelas Awan.
Tanpa sadar Holli meneteskan air matanya, “awalnya aku mengira pernikahan ini adalah salah satu dari kesialan hidupku tapi bersamamu dan ayahmu, aku seperti mendapatkan keluarga yang utuh dan saat aku sadar bahwa aku mulai mencintaimu, aku tidak bisa melihatmu bersama gadis lain”
Awan menghapus air mata yang mengalir di pipi Holli dengan jari-jari lembutnya, “aku juga tidak bisa melihatmu bersama pria lain”, Holli mulai tersenyum saat air matanya sudah lenyap.
“walaupun aku menganggap Radit hanya sebuah lelucon tapi terkadang aku cemburu padanya”, Holli memukul lengan Awan dengan lembut karena sudah menjadikan Radit sebagai leluconnya. Awan kembali mengulang perkataan Radit padanya. “saat dia mengatakan itu, yang ada di pikiranku adalah ternyata ada orang lain yang juga menyukai gadisku, aku seperti ingin mengatakan padanya bahwa Holli Cintya adalah gadisku”, Awan terdiam untuk menatap Holli lalu kembali melanjutkan, “my wife”, ucap Awan dengan pelan hampir seperti berbisik. Holli tidak bisa menyembunyikan raut wajahnya yang merona saat Awan mengatakan hal itu.
Holli menundukkan wajahnya dari Awan, “entah sejak kapan itu terjadi, tapi aku benar-benar mencintai seseorang yang telah menikahiku”
“Holli”, ujar Awan lagi, “jangan pernah menghilang lagi dari pandanganku”
Mengingat kejadian penculikan itu, mengingatkan Holli akan apa yang dilihatnya di pekarangan belakang. Antara Awan dan Laura. “saat mereka menangkapku, aku sempat melihatmu dan Laura…”, Holli menggantungkan perkataannya.
Awan menggeleng pada Holli, “aku tidak melakukannya”, jawab Awan. Holli menatap Awan dengan pandangan tidak percaya dengan apa yang di katakannya namun bisa terlihat secercah kebagiaan muncul di wajah Holli, “bagaimana bisa aku melakukannya pada orang lain sementara yang aku lihat adalah bayangan istriku sendiri”. Entah mulai sejak kapan tapi sepertinya Holli mulai menyukai ketika Awan berkata ‘istriku’, dan Awan selalu mengatakannya dengan tekanan intonasi yang berbeda. Seperti kata sayang yang diberikannya pada Holli.
“jangan pernah lagi menyesali pernikahan kita, walaupun kita terlalu muda untuk menikah tapi pernikahan tidaklah seburuk yang kita bayangkan”, ucap Awan.
Beberapa menit kemudian terdengar seseorang mengetuk pintu. Seorang perawat masuk ke dalam kamar, “anda sudah diperbolehkan pulang, saya akan membukakan infusnya”, kata si perawat.
“dua hari berada di sini, membuatku bosan”, ujar Awan dengan senang ketika perawat itu membukakan selang infus dari lengan Awan.
Selesai membukakan selang infus dari tangan Awan, perawat itu kembali berkata, “lebih baik anda mengganti pakaian dan mengemas barang-barang anda sementara saya akan mengambilkan kursi roda untuk anda”, ujar si perawat.
“tidak, aku tidak perlu kursi roda”, jawab Awan, “aku bisa berjalan sendiri”
Holli mulai mengemasi barang-barang milik Awan ke dalam sebuah tas, sementara Awan kesulitan untuk melepaskan pakaiannya. Saat Holli berbalik melihat Awan, hampir saja dia berteriak, “kenapa kau membuka pakaianmu sementara aku masih ada di dalam sini?”, gerutu Holli.
Wajah Awan seperti mengiba untuk meminta maaf pada Holli, “tapi bisakah kau menolongku untuk berpakaian?”, ujar Awan. “atau kau lebih suka kalau para perawat itu yang menggantikan baju untukku?”, Awan memberikan lelucon pada Holli namun Holli tidak tertawa sama sekali. Holli bisa melihat perban yang mengelilingi sebagian badan Awan. “mereka bilang aku tidak perlu lagi melilit tubuhku dengan perban seperti ini, hanya saja bekas jahitan itu masih harus di perban”, Awan berkata pada Holli tanpa di tanya.
Holli mengambilkan sebuah kemeja putih berlengan panjang milik Awan, “lebih baik kau pakai kemeja agar kau lebih mudah mengganti pakaian”, ujar Holli. Dengan berhati-hati Holli memakaikan kemeja itu ke tubuh Awan. Aroma parfum tercium dari tubuh Awan. Holli bisa melihat tubuh Awan yang bersih dan putih. Awan menahan nafasnya saat Holli memakaikan kemeja di tubuhnya. Hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya.
“maaf sudah membuatmu seperti ini”, sesal Holli.
Awan menggeleng, “kalau orang lain menanyakan luka ini padaku, maka dengan senang hati aku akan menjawab luka ini tidak seberapa di saat aku bisa melihat orang ku cintai tidak terluka. Bukankah itu terdengar dramatis?”, Awan tersenyum penuh kemenangan pada Holli.
“dan Shaila akan mengatakan padaku, Holli kau sungguh beruntung memiliki Awan”, Holli tidak bisa menahan tawanya ketika dia membayangkan wajah Shaila saat mengatakan hal itu.
Selesai mengancingkan kemejanya, Awan bangkit untuk mengganti celananya. Berkali-kali Awan mencoba untuk menunduk namun lukanya masih terasa sakit. Awan terdiam di tempatnya. Holli memperhatikan Awan, “apa kau ingin aku keluar?”, ujar Holli yang merasa tidak nyaman melihat Awan hendak membuka celananya. Holli berjalan menuju pintu kamar.
“aku tidak bisa membungkuk untuk memakai celana”, ujar Awan ketika Holli ingin membuka pintu. Holli diam di tempatnya tanpa menoleh pada Awan. Di luar bayangan Holli untuk memakaikan celana Awan.
Awan menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “aku tidak ingin memintamu untuk memakaikannya untukku tapi bisakah kau panggilkan seorang perawat?”
Holli berbalik dan kembali pada Awan, “aku akan memakaikannya untukmu”, ujar Holli dengan semua keberanian yang dimilikinya.
Awan menggeleng, “tidak bisa”
“sebenarnya aku juga tidak ingin tapi aku akan menutup mataku saat memakaikannya”, ujar Holli.
“sebenarnya aku memakai celana pendek jadi kau tidak perlu khawatir, dan aku bisa membuka celanaku sendiri kau hanya perlu memakaikannya sampai lutut”, ujar Awan. Awan membuka celana rumah sakit, dan dia tidak berbohong bahwa ia mengenakan celana pendek di dalamnya. “kau yakin ingin melakukannya?”, ujar Awan meyakinkan Holli.
Holli menelan ludah lalu mengangguk, ‘Awan adalah suamiku, ini hal yang memang seharusnya ku lakukan’, pikir Holli mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri. Holli mengambil celana jeans panjang milik Awan lalu dia berlutut di bawah kaki Awan.
Holli bisa melihat dengan jelas bulu-bulu kaki Awan yang berjejer dengan rapih. Bahkan bulu kakinya pun sepertinya mendapatkan perawatan yang sama dengan tubuhnya, pikir Holli. Dengan ragu Awan mengangkat kakinya saat Holli menyodorkan celananya. Mereka seperti seorang ibu yang memakaikan celana anak laki-lakinya. Pikiran mereka sudah tidak bisa terkendali saat Holli hendak mencapai lutut kaki Awan.
“berhenti”, ucap Awan. Holli terdiam. “kau bangunlah”, ujar Awan. Holli berdiri di hadapan Awan. “berbaliklah”, ucap Awan dengan pelan.
Ketika Holli berbalik, Awan berusaha untuk memakai sendiri celananya. Walaupun lukanya masih terasa perih, tapi lebih baik menahannya sebentar daripada Holli yang melakukannya. Selesai melakukannya Awan berdesis menahan perih bekas jahitan lukanya yang masih basah. Holli segera berbalik mendengar Awan, “apakah sakit?”, ujar Holli khawatir.
Awan menggeleng, “aku baik-baik saja”
“bukankah jahitan pada lukamu belum sempurna?kau harus berhati-hati agar jahitannya tidak lepas”, jelas Holli pada Awan.
Awan tersenyum pada Holli, tersenyum akan perhatian yang diberikan Holli padanya, “aku akan lebih berhati-hati”
Pintu kamar terbuka saat pak Halim masuk ke dalam kamar, “mobil sudah siap tuan”
Awan mengangguk pada pak Halim. Holli menyerahkan tas yang berisi barang-barang milik Awan pada pak Halim. Mereka keluar dari kamar rumah sakit. “apa kau butuh bantuan?”, ujar Holli pada Awan.
“aku bisa berjalan dengan baik, tapi kalau kau ingin memberikanku sedikit bantuan merapatlah denganku”, jawab Awan. Holli menuruti perkataan Awan dengan merapatkan tubuhnya pada Awan. Awan merangkul Holli.
“saya senang melihat tuan dan non Holli akrab seperti ini”, ujar pak Halim sebelum menyalakan mesin mobil.
Holli menemani Awan sampai kamarnya. Mereka duduk di tepi ranjang. “ayah mengadakan makan malam bersama nanti malam”, kata Awan. Holli mengangguk.
“ayah mengundang ayahmu dan istrinya beserta anak mereka”, Holli terdiam beberapa saat ketika mendengarnya. Holli bahkan tidak ingat kalau ayahnya memiliki anak lain selain dirinya. Holli tidak pernah melihat mereka sekali pun, yang Holli ketahui adalah mereka memiliki 3 orang anak. Jangan pernah tanyakan pada Holli siapa nama mereka.
Awan merangkul Holli, “tidak perlu khawatir, aku dan ayah akan ada bersamamu”, Awan mencoba menenangkan.
“aku bahkan tidak pernah ingat kalau ayahku memiliki anak selain diriku”, ujar Holli dengan suara yang pelan.
“ayahmu juga mengkhawatirkanmu saat kau diculik”, jelas Awan, “aku tidak ingin ada kebencian lagi dalam hidupmu”
Holli menggeleng lemah, “itu sangat sulit”
“aku akan membantumu”
Hari telah berganti menjadi malam, matahari sudah terganti oleh bulan. Acara makan malam diadakan di rumah Holli dan Awan mengetahui keadaan Awan yang baru saja keluar dari rumah sakit. Holli menarik nafas panjang saat keluar dari kamarnya, dia bergegas menuju meja makan untuk membantu para pelayan menyiapkan makanan. Setelah makanan sudah berada di atas meja dengan rapih, ayah Bagas dan juga keluarga ayahnya datang bersama. Holli menghampiri Awan ke kamarnya untuk segera menyambut mereka.
“kau harus terlihat bahagia di hadapan mereka”, bisik Awan lembut di telinga Holli. Holli mengangguk.  Dia tidak perlu berpura-pura untuk hal ini, karena pada kenyataannya Holli memang sudah bahagia bersama Awan.
Holli dan Awan menyambut mereka di pintu rumah, mempersilahkan mereka untuk masuk ke dalam rumah. Holli bersalaman dengan anak-anak ayahnya. Mereka tiga bersaudara, seorang lelaki yang mirip dengan ayahnya berumur sekitar dua belas tahun, dua orang perempuan yang lebih mirip dengan ibunya satu di antara mereka berumur lima belas tahun dan yang lain Holli perkirakan umurnya baru lima tahun. Holli tidak begitu suka melihat anak ayahnya yang berumur lima belas tahun, dia terlihat mirip sekali dengan ibunya.
“kenalkan ini Galang, Hana, dan Pipit”, ayah Rudi memperkenalkan mereka pada Awan dan Holli. Hana memperlihatkan ketidaksukaannya pada Holli secara terang-terangan. Tapi sepertinya dia menyukai Awan ketika pertama kali melihat Awan. Holli menggandeng tangan Awan dengan erat, mencoba membuat Hana tidak menyukainya.
“makanan sudah di sediakan di meja makan”, ujar Awan.
Kami semua duduk di meja makan. Ayah Bagas duduk di bangku paling ujung meja makan, Awan duduk di sebelah kanannya sedangkan ayah Rudi duduk di sebelah kiri ayah Bagas beserta seluruh keluarganya. Holli duduk di samping Awan.
“aku senang bisa mengundang kalian untuk makan malam bersama kami, sebenarnya aku ingin kita makan malam di restaurant tapi karena puteraku baru keluar dari rumah sakit jadi aku hanya bisa mengundang kalian di rumah ini”, ayah Bagas membuka pembicaraan.
Ayah Rudi menggeleng, “aku senang bisa datang ke rumah ini”
Ayah Bagas mempersilahkan semuanya untuk memulai makan, “mari kita mulai makan”
Holli mengambil sendok nasi lalu menyendokkan nasi untuk ayah Bagas, “kau harus makan yang banyak”, ujar Holli sembari menyodorkan piring yang sudah berisi nasi pada ayah Bagas.
“ini terlalu banyak”, keluh ayah Bagas.
Holli meletakkan piring itu di hadapan ayah Bagas, “aku tidak ingin melihatmu sakit lagi dan membuat Awan sedih”, akhirnya ayah Bagas menyerah dengan Holli.  
“kau juga harus makan yang banyak”, ujar Holli pelan ketika menyodorkan sepiring nasi pada Awan.
Awan tersenyum dan menggeleng, “tapi makanku tidak sebanyak itu”
Holli kembali mengambil piring Awan, “baiklah aku akan menguranginya sedikit”
Ayah Bagas melirik Holli dan Awan, “kau pilih kasih sekali denganku”, gumamnya mencoba meledek Holli.
Ayah Rudi hanya memperhatikan kedekatan Holli, ayah Bagas dan juga Awan. Yang membuat Holli senang adalah ketika melihat wajah Helena seperti kepiting rebus. Dia kelihatan sangat kesal pada Holli. Dan Hana, dia masih saja menatap wajah Awan dan terlihat muak saat melihat kedekatan Holli dengan Awan.
Ayah Rudi berbicara di tengah makannya, “aku senang sekali melihat keakraban kalian bertiga”
Holli menelan makanan yang ada di mulutnya dan berkata, “aku juga senang melihat kedekatan kalian sekeluarga”, Holli mencoba menyindir ayahnya namun Awan menyenggol siku Holli untuk mengingatkan. Holli mencibir lalu kembali melanjutkan makannya.
“kalian tenang saja, aku dan ayahku akan menjaga Holli dengan baik dan tidak akan pernah menyia-nyiakannya”, ujar Awan sambil mengaggukkan kepalanya. Holli hampir tersedak oleh makanannya ketika mendengar perkataan itu keluar dari mulut Awan. Bukankah apa yang dikatakannya sama saja dengan menyindir?
“berbicara soal menjaga Holli, sebenarnya aku ingin meminta maaf pada kalian karena kejadian penculikan beberapa waktu lalu”, ayah Bagas berhenti berbicara untuk minum. “ini semua adalah salahku jadi aku mohon pada kalian untuk memaafkanku, aku berjanji kejadian seperti itu tidak akan terulang kembali”
“kau tidak perlu meminta maaf, kami tidak keberatan karena hal itu”,  Helena menjawab tanpa menghentikan makannya. Ayah Rudi menyenggolnya dengan keras hingga dia menghentikan makannya. Ayah Bagas terlihat tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya, “tidak keberatan?”, tanya ayah Bagas. Holli yang mengerti apa yang dikatakan oleh Helena melanjutkan makannya dengan kesal.
“ah tidak, maksud kami adalah kami juga sangat berterima kasih karena kau sudah menganggap Holli sebagai anakmu sendiri masalah kejadian waktu itu aku tidak marah padamu yang terpenting adalah Holli sudah kembali dengan selamat”, ayah Rudi mencoba menjelaskan.
Awan ikut berbicara, “masalah Holli sudah menjadi tanggung jawabku jadi kalian tidak perlu khawatir”
“aku tahu kalau kak Awan memang pria yang baik”, tiba-tiba sebuah suara yang tidak diinginkan turut dalam pembicaraan ikut berbicara, Hana.
Holli menghentikan makannya dan berbicara, “tentu saja Awan pria yang baik, kau tidak pernah berniat untuk mencari istri lagi bukan?karena aku tidak suka pada pria yang meninggalkan istrinya demi wanita lain”, sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, Holli menyindir Hana sekaligus ayahnya.
Awan menggenggam tangan Holli untuk meredamkan amarahnya, “aku bersumpah tidak akan menyakitimu”
Karena merasa tidak enak hati pada ayah Bagas, Holli menarik kembali kata-katanya, “maafkan kata-kataku yang tidak seharusnya aku katakan di depan kalian”
Hana menatap garang pada Holli, “tentu saja kau harus meminta maaf”
Tiba-tiba saja Pipit bertanya kepada ibunya, “ibu, memangnya kak Holli itu siapa?”
“dia bukan siapa-siapa, hanya orang lain”, bisiknya menjawab pertanyaan Pipit namun perkataannya masih bisa didengar dengan jelas oleh yang lain. Hana tersenyum mengejek pada Holli, ayah Rudi hanya menunduk dalam di bangkunya, sementara ayah Bagas menatap sedih pada Holli. Ini adalah makan malam paling tidak menyenangkan yang pernah dialami Holli.
“kau baik-baik saja?”, bisik Awan di telinga Holli. Holli mengangguk dengan tenang.
Selesai makan malam, ayah Bagas mengajak ayah Rudi dan istrinya berbincang di ruang tamu. Holli dan Awan duduk di bangku halaman belakang meninggalkan tiga anak ayah Rudi yang sedang bermain di dalam rumah.
“aku membuatkan susu hangat untukmu”, Holli menyodorkan segelas susu pada Awan.
Awan menggeser bangkunya mendekati Holli, “apa kau sedih?”
Holli menggeleng, “kau bertanya apakah aku sedih karena perbincangan di meja makan tadi?”, Awan mengangguk. “terkadang memang membuatku sedih tapi sekarang aku tidak terlalu mempedulikannya, aku bukan Holli yang dulu lagi yang hanya diam saat mereka menyakitiku seperti itu”
Awan melebarkan dadanya pada Holli, “bersandarlah padaku”
Holli menggeleng dan tersenyum nakal pada Awan, “tidak”
“ayolah, aku tahu kau membutuhkannya”, Awan menarik lembut kepala Holli dan menyandarkannya di dadanya.
Holli tertawa dengan pelan, “apa kau mendengarnya?”, tanya Awan. Holli mengangguk dan tersenyum, “selalu seperti itu saat dekat denganmu”. Holli kembali mendengarkan detak jantung Awan.
“mendengarnya membuatku lebih baik”, ujar Holli. Holli tidak bisa menahan untuk tertawa, “kau pasti tersipu, aku bisa mendengar jantungmu berdetak lebih cepat lagi dari sebelumnya”
Holli mengangkat wajahnya untuk melihat ekspresi wajah Awan, “aku tidak bisa menjelaskannya secara ilmiah kenapa kau bisa membuat jantungku bekerja dengan cepat”, ujar Awan. “tapi mungkin aku tahu bagaimana caranya membuat jantungku bekerja semakin lebih cepat”, tangan Awan membelai lembut wajah Holli. Mendekatkan wajahnya pada wajah Holli. Holli menahan nafasnya sementara nafas Awan menggelitik wajah Holli. Hidung Awan bersentuhan dengan wajah Holli. Sekarang Holli bisa merasakan lembutnya bibir Awan saat bibir mereka bertemu sementara tangan Awan membelai lembut leher dan tubuh Holli. Holli melingkarkan tangannya pada tubuh Awan. Semakin dekat dan semakin dekat. Holli bisa merasakan bibir Awan yang hangat. Merasakan manis di bibir Awan yang berasal dari susu yang diminumnya.
Awan menarik kembali wajahnya dari Holli dengan perlahan. Nafas mereka saling menderu. Holli tidak bisa menutupi wajahnya yang kini berubah warna menjadi merah muda. “aku mencintaimu, Holli”, bisik Awan dengan lembut di telinga Holli.
“aku ingin kau menjadi kekasihku”, bisik Awan lagi. Kata-katanya bukanlah sebuah permintaan melainkan sebuah kepastian darinya. Holli mengangguk dengan malu-malu. Seketika itu juga Awan memeluk Holli dengan erat.
“apa yang kalian lakukan?”, suara cempreng Hana membuat Awan melepaskan pelukannya. Holli menggerutu karena kehadiran Hana.
Awan berbalik melihat Hana, “apakah ada yang salah jika aku memeluk istriku sendiri?”, ujar Awan padanya.
Hana menggeleng, “tentu saja kau tidak salah, tapi dia pasti sudah merayumu untuk memeluknya?”, tuduh Hana pada Holli. Holli hanya mencibir mendengar perkataan Hana, yang tidak jauh berbeda dengan apa yang juga pasti akan dikatakan ibunya pada Holli.
Hanna mendekat pada mereka lalu mengambil bangku untuk duduk di samping Awan. Kemudian dia menarik tangan Awan dan bersandar di bahu Awan. Awan hanya mengangkat bahunya ketika Holli melirik mereka. “kau tidak marah sayang?”, bisik Awan menggoda Holli.
“aku tahu kau tidak akan mudah terpikat olehnya”, jawab Holli.
Awan mencoba menarik lengannya dari Hana, “apa yang kau lakukan?”, tapi Hana menahan lengan Awan dengan kuat.
“seharusnya kau bertemu denganku lebih dulu”, ujar Hana. Hana melirik Holli dengan tatapan kebenciannya, “pantas saja kau setuju untuk menikah muda, kau mencoba membuat kak Awan menikah denganmu agar tidak ada gadis lain yang mendekatinya”, sindirnya pada Holli, “gadis sepertimu pasti menginginkan harta Om Bagas bukan?walaupun kau tahu kak Awan tidak menyukaimu tapi kau tetap ingin menikahinya, bukankah itu alasanmu?”
Holli mengangkat bahunya tinggi-tinggi, “terserah kau mau bilang apa”
Awan menatap kesal pada Hana, “aku tidak suka kau menjelek-jelekkan Holli seperti itu”, ucapnya dingin. Sikap Awan pada Hana mengingatkan Holli pada saat pertama kali Holli mengenal Awan.
Hana menunjukkan sikap manjanya pada Awan, “aku tidak menjelek-jelekkannya kak tapi dia memang seperti itu”
“dengar, aku tidak suka bersikap seperti ini padamu karena kau adalah anak dari ayahnya Holli jadi bisakah kau tidak mengganggu Holli?”, sepertinya Awan berusaha untuk memilah-milah kata yang akan dikeluarkannya karena biasanya dia akan mengatakan sesuatu yang menyakitkan.
Hana semakin mendekat pada Awan, “aku tahu kau tidak akan bisa marah padaku”, sahutnya, “tapi kau sama sekali tidak cocok dengan Holli”
Dari dalam rumah terdengar suara ayah Bagas memangil Awan. Awan bangkit dari duduknya setelah melepas tangannya dari Hana, “ayah memanggilku”, ujar Awan. Awan berjalan meninggalkan Hana dan Holli. Hana mendengus kesal pada Holli dan berlari untuk menghampiri Awan tapi ketika dia berlari kaki kanannya terbelit oleh kakinya yang lain sehingga membuatnya menabrak Awan. Awan terjatuh di atas rumput dengan Hana yang memegangi kaki Awan. Awan meringis memegang pinggangnya.
Dengan cepat Holli berlari menghampiri Awan, “apakah lukamu sakit?”, Holli membantu Awan untuk bangun. Holli mengangkat baju Awan untuk memeriksa bekas jahitan yang ada di pinggangnya. Holli bernafas lega karena tidak melihat darah di sekitarnya, berarti jahitannya tidak sampai lepas.
“aku khawatir jahitannya akan lepas, tapi lukamu baik-baik saja”, ujar Holli. Awan masih meringis karena menahan perih, “sebaiknya kau cepat minum obatmu”
Hana bangkit dan mendekati Awan, “kak Awan baik-baik saja?”
“kau membuatnya terjatuh seperti ini”, dengus Holli pada Hana.
“aku baik-baik saja, sebentar lagi juga sakitnya akan hilang”, ujar Awan menenangkan Holli. Awan berjalan masuk ke dalam rumah, Holli mengikuti di belakang bersama Hana. “seharusnya kak Awan menikah denganku, bukan denganmu”, bisik Hana pada Holli.
“aku akan mengatakannya pada ibu”, ancamnya sebelum pergi meninggalkan Holli. 


to be continue...          back

my girl is my wife (bagian tujuh)

“kau tidak ke kantor hari ini?”, tanya Holli ketika dia dan Awan pulang dari sekolah.
Awan menggeleng, “ayah ingin bertemu kita hari ini”
Mereka sampai di rumah ayah Bagas, ayah Bagas sudah menunggu mereka di ruang keluarga ketika Holli dan Awan datang. “duduklah”
Ayah Bagas mengacak-ngacak rambut Holli saat Holli duduk di sampingnya, “kenapa tidak ada yang memberitahu kalau anak gadisku yang cantik ini kemarin berulang tahun?”
“kalau temannya tidak merayakan ulang tahunnya di sekolah mungkin aku juga tidak akan pernah tahu kalau dia berulang tahun”, celetuk Awan.
Holli cemberut mendengar perkataan Awan, “aku juga lupa hari ulang tahunku”
Ayah Bagas tertawa mendengar Holli, “bagaimana bisa kau melupakan hari ulangtahunmu sendiri?”
“aku tidak berbohong, sepertinya otakku memang tidak diciptakan untuk mengingat hari-hari penting seperti itu”, ujar Holli pada ayah Bagas.
“kau selalu bisa membuatku tertawa seperti ini”, jawab ayah Bagas, “kau ingin hadiah apa dariku?”, Holli menggeleng pada ayah Bagas. “kau adalah hadiah terindah yang pernah kudapatkan”
“benarkah?”, tanya ayah Bagas. Holli mengangguk dengan pasti. “aku akan mengadakan pesta ulang tahun untukmu”, ujar ayah Bagas.
Holli melambai-lambaikan tangannya, “tidak, kau tidak perlu membuatkan pesta untukku”
“aku sudah mempersiapkan semuanya, kau tidak boleh menolaknya”, ujar ayah Bagas.
Awan mengambil sebuah koran dari meja lalu membacanya, “aku setuju untuk mengadakan pesta, bukankah kau selalu menginginkan pesta di hari ulang tahunmu?”
“kau tidak perlu melakukan apa-apa, aku yang akan mengurus semuanya”, kata ayah Bagas.
Ayah Bagas melirik Awan yang sedang sibuk membaca korannya, “berita apa yang sedang kau baca?”
Awan menurunkan koran yang dibacanya dari wajahnya, “bukankah dia temanmu?”, Awan menunjukkan sebuah foto yang ada di dalam koran.
“ahh ya, anaknya terbunuh setelah sebelumnya diculik oleh beberapa orang yang meminta tebusan tapi setelah dia memberikan tebusan itu ternyata anaknya juga di bunuh”, jelas ayah Bagas. “akhir-akhir ini sering terjadi pemerasan seperti itu, kalian berhati-hatilah aku selalu mengkhawatirkan tentang kalian”
Ayah Bagas mengambil koran dari tangan Awan, “hampir semua rekan bisnisku mengalami kejadian yang sama, bukan hal tidak mungkin para perampok itu tidak mengincarku”
Awan bangkit dari duduknya, “mereka itu orang-orang yang tidak tahu bagaimana mencari uang dengan cara yang benar”
“sudahlah jangan dibicarakan lagi”, ujar ayah Bagas.
Ayah Bagas melanjutkan pembicaraannya pada Holli, “apa kau ingin mengundang teman-temanmu dalam pesta ulang tahunmu?”, Holli dan Awan saling bertatapan saat mendengar pertanyaan ayah Bagas, “tidak, mereka tidak mengetahui hubungan kami kalau sampai mereka mengetahui hubunganku dengan Awan mungkin mereka akan berfikir hal yang tidak baik tentang kami”, jelas Holli.
Ayah Bagas mengangguk, “baiklah”
Pesta ulang tahun Holli dirayakan pada hari sabtu malam minggu. Pestanya akan diadakan pada malam hari. Sejak sore Holli sudah disibukkan dengan berbagai keperluan pesta. Entah itu gaunnya ataupun mengenai penampilan Holli. Ayah Bagas benar-benar mempersiapkan semua hal itu. Awalnya ayah Bagas ingin mengadakan pesta di sebuah hotel bintang lima namun Holli menolaknya, meminta ayah Bagas untuk mengadakan pesta hanya di rumah saja. Akhirnya pesta akan dilaksanakan di rumah ayah Bagas. Holli sudah bersiap di rumah ayah bagas pada pukul tujuh malam menunggu acara yang akan di mulai pada pukul delapan malam. Menjelang pukul setengah delapan malam, suasana sudah terlihat ramai. Para tamu undangan datang satu per satu. Holli bisa melihat para tamu yang datang dari dalam kamar. Holli hanya akan keluar dari kamar pada saat acara di mulai.
Awan mengetuk pintu kamar dan masuk. Awan mengenakan jas hitamnya lengkap dengan sebuah dasi berwarna silver karena Holli mengenakan gaun yang juga berwarna silver. “ada apa?”, ujar Holli pada Awan.
“aku akan pergi sebentar”, kata Awan.
Holli melihat para tamu undangan yang semakin banyak lalu kembali pada Awan, “ke mana?acara akan segera di mulai”
Awan menggenggam tangan Holli, “aku ingin menjemput Laura, kau tunggu sebentar aku pasti akan kembali dan membuka acara bersamamu”
Holli tidak pernah mendengar Awan meminta sesuatu padanya. Ini adalah pertama kalinya Awan meminta pada Holli. Holli mengangguk pelan pada Awan, “jangan sampai terlambat”
Awan tersenyum senang ketika mendengar jawaban Holli, “aku janji”, kemudian Awan kembali keluar dari kamar. Setiap menit yang berlalu Holli selalu melirik jam di dinding, dia merasa gugup dengan pesta yang akan segera berlangsung. Sekaligus cemas akan keterlambatan Awan. Seseorang mengetuk pintu, Holli bangkit dari duduknya. Berharap Awan yang akan datang tapi ternyata ayah Bagas.
Ayah Bagas tersenyum pada Holli, “kau cantik sekali”, pujinya pada Holli.
“terima kasih”
Ayah Bagas mengelus punggung Holli, “acara akan segera di mulai, bersiap-siaplah”, Holli menjadi semakin gugup mendengar perkataan ayah Bagas.
Ayah Bagas melihat ke sekeliling ruangan, “di mana Awan?”, tanyanya.
Holli menjawab pertanyaan ayah Bagas dengan gugup, “dia bilang akan segera kembali”
“apakah dia pergi?”, selidik ayah Bagas. Holli mengangguk pelan.
Ayah Bagas kembali bertanya, “ke mana?”
“menjemput Laura”, jawab Holli dengan nada rendah.
Ayah Bagas menaikkan kedua lengannya ke saku celananya, “aisshh anak ini, apa yang dia pikirkan?”
“dia berjanji tidak akan terlambat”, jelas Holli pada ayah Bagas.
Ayah Bagas menggeleng-gelengkan kepalanya, “kau bersiap-siaplah, kalau dia sampai telat aku yang akan mendampingimu”, Holli mengangguk.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul delapan malam. Holli semakin gugup ketika mendengar suara pembawa acara sedang membuka acara pesta ulang tahun Holli. Holli membuka jendela kamar, menatap keluar. Berharap melihat Awan di sana. Seorang pelayan mengetuk pintu lalu membuka pintu kamar, “sudah waktunya non Holli keluar”
Holli menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya secara perlahan kemudian dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Ayah Bagas masih terlihat cemas menunggu Awan namun dia sudah bersiap mendampingi Holli di sisi tangga. Dari lantai dua ini, Holli masih bisa melihat banyaknya para tamu undangan yang menghadiri pesta ini. “apa kau akan menuruni tangga tanpaku?”, terdengar suara Awan dari belakang. Holli menoleh, mendapati Awan berdiri di belakangnya. Awan melingkarkan lengannya di pinggangnya. Kedua alisnya mengangkat naik melihat Holli. Holli memasukkan tangannya ke dalam lingkaran lengan Awan.
“apa kau gugup?”, tanya Awan.
Holli mengangguk, “ini pertama kalinya bagiku, aku merasa seperti seorang puteri kerajaan”, bisik Holli pelan.
Awan tertawa pelan, “apakah aku sebagai pangerannya?”
“bukankah kau baru saja menjemput puterimu yang sesungguhnya?”, bisik Holli lagi.
Mereka sampai di ujung tangga, dengan perlahan Holli menuruni anak tangga. Holli sangat berhati-hati memperhatikan langkahnya agar tidak tersandung dengan gaun yang dikenakannya. Semua mata tengah memandang Awan dan Holli, seperti akan menyambut pangeran dan puteri. Holli tidak pernah percaya bahwa apa yang dialaminya hari ini adalah kenyataan. Holli masih menganggap semua ini adalah mimpi baginya. Mereka tiba di ujung anak tangga paling bawah. Seluruh tamu undangan bertepuk tangan menyambut kedatangan Awan dan Holli. Di dekat ujung anak tangga, sudah di persiapkan sebuah meja dengan kue tart bertingkat tiga di atasnya. Kue tart terbesar yang pernah dilihat Holli yang sebelumnya hanya pernah dilihat Holli dalam televisi.
“mari beri tepuk tangan sekali lagi pada Awan dan isterinya yang cantik”, suara pembawa acara terdengar jelas di seluruh ruangan lalu disambut dengan tepukan tangan para tamu.
“selanjutkan mari kita dengar sambutan dari tuan rumah yaitu bapak Bagas”, suara sang pembawa acara kembali terdengar.
Ayah Bagas yang sudah ada di samping Holli mengambil sebuah mikrofon dan berbicara, “selamat malam semua. Seperti yang sudah kalian ketahui, saya mengadakan pesta ini untuk merayakan pesta ulang tahun menantu saya yang cantik ini. Walaupun hari ulang tahunnya bukan hari ini, tepatnya beberapa hari lalu tapi saya tetap ingin merayakannya dan juga sebagai ucapan selamat datang untuknya di keluarga kami. Kata terakhir yang ingin saya ucapkan adalah selamat ulang tahun anakku, aku berharap kau bisa bahagia menjadi keluarga baru kami”, ayah Bagas menutup pembicaraaannya.
Setelah ayah Bagas menyampaikan sambutan, Holli dipersilahkan untuk menyampaikan kata-kata. “sebelumnya saya berterima kasih kepada seluruh tamu yang sudah menyediakan waktu untuk dapat hadir pada perayaan ulang tahun saya ini. Juga saya sangat berterima kasih kepada ayah Bagas dan juga Awan yang sudah menerima saya sebagai keluarga mereka. Walaupun ayah Bagas bukan ayah kandung saya tapi saya sangat menyayanginya. Tanpa ayah Bagas dan Awan mungkin saya tidak pernah bisa merasa sebahagia ini. Bagi saya ini adalah hadiah terindah. Terima kasih”, Holli sudah menyiapkan kata-kata sejak kemarin dan akhirnya Holli bisa mengucapkannya dengan baik.
Sang pembawa acara kembali mengambil alih jalannya acara, “selanjutnya mari kita dengar apa yang ingin di sampaikan oleh Awan kepada istrinya”
Holli melihat Laura di tengah para tamu lainnya, memberikan senyumnya pada Holli. Awan memulai perkataannya, “saya tidak bisa berkata banyak selain mengucapkan selamat ulang tahun”, Awan berkata dengan singkat. Namun pembawa acara mencoba meledek Awan, “sepertinya semua yang hadir ingin melihat hadiah apa yang akan diberikan Awan pada Holli”, kemudian suasana menjadi ramai. Para tamu sepertinya setuju dengan pembawa acara. Awan mendekati Holli tanpa diperintah, menatap dalam ke mata Holli. “bolehkan aku mencium keningmu?”, bisiknya pelan di telinga Holli. Holli tidak bisa mengatakan apapun kecuali mengangguk pelan. Kemudian Awan menghampiri wajah Holli, menatapnya beberapa saat lalu mengecup kening Holli untuk beberapa detik, “selamat ulang tahun”, ucap Awan. Para tamu dengan serentak bertepuk tangan kecuali Laura. Holli bisa melihat raut kekecewaan di wajah Laura.
Acara yang paling ditunggu adalah pemotongan kue tart. Potongan kue pertama Holli berikan untuk Awan lalu potongan kedua untuk ayah Bagas. Setelah pemotongan kue tart, para tamu dipersilahkan menikmati berbagai hidangan yang sudah disediakan. Beberapa tamu yang lain hanya minum dan saling mengobrol satu sama lain. Holli disibukkan dengan beberapa tamu yang memberinya selamat ulang tahun, Awan ikut menemani Holli.
Laura menghampiri Holli dan Awan di tengah keramaian para tamu. Dia memberikan selamat pada Holli. “terima kasih sudah datang”, ujar Holli pada Laura. “apa kau marah pada Awan soal tadi?”, bisik Holli pada Laura. Laura hanya tersenyum kecut pada Holli. Kemudian Laura menarik lengan Awan menjauhi Holli.
Setelah Awan pergi bersama Laura, Holli sendiri di tengah keramaian. Beberapa tamu masih menghampiri Holli sampai Holli mendapati ayahnya beserta istrinya berdiri di hadapan Holli.”selamat ulang tahun Holli”, Helena menyalami tangan Holli.
“terima kasih”, jawab Holli dengan ketus.
“kau terlihat tidak senang melihat kedatangan kami”, kata Helena, “apakah karena kau merasa sudah mempunyai keluarga yang lain?kau melupakan kami?apakah kau tidak ingat siapa yang sudah membuatmu menjadi seperti ini?”, sederet kalimat meluncur dengan mulus dari mulutnya.
Ayah Rudi berusaha membuat istrinya diam namun Helena tetap berbicara, “bagaimana rasanya menjadi seorang puteri?menyenangkan?sepertinya aku agak menyesal sudah menikahkanmu dengannya”
“diamlah”, celetuk ayah Rudi.
Kemudian ayah Bagas datang menghampiri. Holli kembali bernafas lega saat ayah Bagas ada di sampingnya. Holli sangat benci berada terlalu lama dengan ayahnya dan istrinya yang menyebalkan.
“kalian datang melihat Holli?”, ujar ayah Bagas dengan ramah.
tentu saja”, jawab Helena.
Ayah Bagas merangkul Holli, “Holli pasti akan senang melihat kalian bisa hadir hari ini”
Holli menyela perkataan ayah Bagas, “ayah, aku akan ke toilet sebentar”
Ayah Bagas mengangguk pelan, “baiklah”
Holli senang sekali bisa meninggalkan ayahnya dan istrinya itu. Holli keluar dari rumah untuk melihat suasana di luar. Di pekarangan belakang rumah, Holli melihat Awan dan Laura sedang terhanyut dalam pembicaraan mereka. Hanya ada Awan dan Laura di pekarangan. Holli merasa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Holli menoleh dan mendapati tiga orang pria bertubuh besar berdiri di belakang Holli. Tubuh Holli yang kecil hampir tertutup oleh mereka. Mereka tersenyum menyeramkan pada Holli, “bukankah kau Holli?istri Awan?yang sedang berulang tahun?”, tanya seorang dari mereka.
Holli mengangguk lalu tiba-tiba saja seseorang seseorang menyekap mulut dan hidung Holli dengan saputangan. Tubuh Holli melemas, mereka membawa Holli berjalan sambil menutupi tubuh Holli. Holli masih tersadar dan mencoba untuk berteriak namun tidak bisa. Sebelum akhirnya Holli tidak sadarkan diri, Holli masih bisa melihat Awan berharap Awan melihatnya namun yang dilihat Holli….
Laura menarik lengan Awan, membawanya ke pekarangan belakang rumah. Tempat itu memang sangat sepi karena tidak ada tamu yang akan datang ke pekarangan belakang. Laura melepas lengan Awan setibanya mereka di sana.
“apa kau marah padaku?”, tanya Awan.
Laura memalingkan wajahnya dari Awan, “kenapa kau menciumnya?”
“aku minta maaf”, Awan mencoba meraih tangan Laura tapi Laura menepisnya.
“kau bisa melakukan hal lain, tapi kenapa kau memilih untuk menciumnya?”, Laura berkata dengan meninggikan suaranya beberapa oktaf.
Awan menggelengkan kepalanya dengan lemah, “aku tidak tahu kenapa aku ingin melakukannya”
“apa kau menyukai Holli?”, Laura berbalik dan menatap Awan. Awan memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Laura. Untuk beberapa menit Awan hanya diam.
Laura masih terus menatap Awan, “kenapa kau hanya diam?”, tanya Laura, “apa itu berarti kau menyukai Holli?”
Awan berbalik menghadap Laura, “kenapa kau bertanya seperti itu?”
“karena aku merasa begitu”, ucap Laura dengan lirih.
Awan membuang muka lalu berkata, “mungkin hanya perasaanmu saja”
Laura menunjuk mata Awan dengan telunjuknya, “aku bisa melihatnya di matamu, caramu menatap Holli berbeda bahkan saat kau menatapku tidak seperti saat kau menatap Holli”, Awan kembali terdiam.
“aku tidak merasa ada yang salah dengan tatapanku”, jawab Awan.
Laura kembali menyangkal, “hanya orang lain yang bisa melihatnya”, Laura terdiam beberapa detik sebelum melanjutkan perkataannya, “dan aku tidak pernah melihatmu terlalu mempedulikan orang lain selain padaku tapi sekarang aku bisa melihat kau sangat mempedulikan Holli, kau selalu mencemaskannya”
“karena aku adalah orang yang bertanggung jawab atasnya, kau tidak bisa melihat ini?”, Awan menunjukkan sebuah cincin yang terpasang di jari manisnya.
“lalu bagaimana dengan perasaanmu sendiri?”
Awan menatap Laura lalu memeluk Laura erat, “aku bahkan tidak mengerti dengan apa yang kurasakan saat ini tapi yang aku tahu adalah aku sangat menyayangimu”, bisik Awan pelan di telinga Laura. Laura meneteskan air matanya mendengar perkataan Awan meskipun Awan tidak mengatakan bahwa dia mencintai Holli tapi Laura merasa yakin akan hal itu.
Awan melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Laura lalu Awan mendekatkan wajahnya pada Laura. “aku akan mengganti kesalahanku beberapa jam yang lalu”, kini bibir Awan mengecup lembut kening Laura. Kemudian bergerak turun, berhenti di bibir Laura. Awan menatap Laura, semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Laura. Ketika bibir Awan mendekat dengan bibir Laura, bukan Laura yang dilihat Awan sekarang. Entah kenapa wajah Laura mengabur dan muncul bayangan wajah Holli. Hanya ada Holli yang dilihat Awan.
Bagaikan hembusan angin yang melewatinya, sebuah memori terbayang dalam ingatan Awan.
Dalam ingatan Awan, Holli sedang terbaring di sampingnya. Mereka berada dengan jarak yang sangat dekat. Awalnya Awan hanya melihat bayangan Holli yang kabur di matanya namun semakin lama wajah Holli semakin jelas terlihat. Holli seperti sedang tidak sadarkan diri. Botol minuman beralkohol tergeletak di lantai.
“aku sangat menderita”, Holli meneteskan air mata terakhirnya, matanya terpejam dan tubuhnya rubuh di atas kasur.
“kalau begitu kita sama-sama menderita”, Awan melirik Holli yang sudah tertidur pulas. Awan mendekat kepada Holli dan memandangi wajahnya, “tapi kenapa kau terlihat jelek sekali?”, ujar Awan, “oh tidak, kau terlihat lebih cantik saat kau memasuki rumahku tapi tetap saja aku membencimu”, Awan cemberut dan memalingkan wajahnya dari Holli tapi dia kembali mendekat dan memandang setiap sudut wajah Holli.
“tentu saja aku tidak menyukaimu, aku  tidak mungkin akan menyukaimu!”, dalam ketidaksadarannya Awan melupakan perjanjian yang dibuatnya. Jari-jarinya kini tengah bermain di wajah Holli, “lihatlah wajahmu ini, alismu”, jari-jari Awan mulai menelusuri alis Holli, “matamu”, lalu jemarinya berpindah ke mata Holli yang sedang terpejam, “hidungmu”, kemudian turun melewati lekukan hidung Holli, “bibirmu”, ketika jemarinya hendak beranjak dari hidung, jari-jari itu terhenti beberapa detik dan dengan lembut membelai bibir Holli. Awan semakin dekat dengan wajah Holli. Jemarinya menyingkir dari bibir Holli ketika bibir Awan bersentuhan lembut dengan bibir Holli. Mata Awan terpejam beberapa saat sebelum akhirnya dia tertidur.
Awan tersadar dari lamunannya dan kini ia mengingat jelas kejadian yang dilupakannya. Kejadian saat Awan dan Holli mabuk di dalam sebuah hotel. Holli bahkan tidak mengingat kejadian tersebut. Itukah yang terjadi?pikir Awan dalam hati. Selama ini ternyata Awan yang sudah melanggar perjanjian yang dibuatnya sendiri. Mengingat kejadian itu, entah kenapa membuat Awan berdebar-debar. Apakah ini yang dirasakan Awan selama ini pada Holli?
Awan menjauhkan kembali wajahnya dari wajah Laura. Awan tidak bisa lagi melanjutkannya. Dengan perlahan Awan menghapuskan bibir Laura yang sedikit sudah tersentuh bibir Awan.
“maaf”, bisik Awan, “aku tidak bisa melakukannya”
Laura menatap Awan yang ada di hadapannya. Awan menambahkan perkataannya, “kau benar. Bahwa aku menyukainya. Aku sudah jatuh cinta padanya. Aku mencintainya. Awalnya aku tidak yakin dengan perasaanku tapi sekarang aku benar-benar yakin bahwa aku mencintainya. Alasan kenapa aku memilih untuk mencium keningnya adalah karena aku mencintainya. Alasan kenapa aku selalu mencemaskannya adalah karena aku mencintainya. Aku tidak tahu sejak kapan ini terjadi, setiap kali aku melihatnya jantungku selalu berdebar cepat. Setiap kali aku memikirkannya, bibirku seakan ingin terus tersenyum. Juga setiap kali dia terluka, aku seperti ikut merasakan lukanya. Bukankah ini cinta?maafkan aku Laura tapi kurasa hubunganku denganmu bukanlah perasaan cinta. Aku tidak pernah merasakan hal semacam ini saat bersamamu. Mungkin aku memang menyayangimu tapi hanya sebagai sahabat, sebagai keluarga. Perasaan kita hanyalah sebuah pelampiasan akan kesepian yang selama ini kita hadapi bersama. Perasaan itu hadir saat kita saling mengisi dalam kesepian. Aku sudah menemukan seseorang yang ku cintai, aku harap kau juga bisa menemukan seseorang yang akan mencintaimu”, Awan berkata panjang lebar pada Laura lalu memeluk Laura dengan erat.
Butiran air mata keluar dari mata Laura, “aku tahu ini pasti akan terjadi”, ucap Laura.
“menangislah sampai kau merasa tenang”, sekarang perkataan Awan sudah berubah ketika Awan mengingat perkataan Holli. Laura terus menangis dalam pelukan Awan, “maaf sudah membuatmu terluka”
Sudah hampir dua puluh menit Laura menangis dalam pelukan Awan. Awan hanya bisa diam menunggu Laura menghentikan tangisnya, Awan mengerti bagaimana perasaan Laura.
Setelah Laura menghentikan tangisnya, Awan melepaskan pelukannya, “aku akan mengantarmu pulang”, ujar Awan.
Namun tiba-tiba saja pak Halim menghampiri Awan dan Laura, “maaf tuan, apa tuan melihat non Holli di sekitar sini?”, Awan menggeleng. Wajah pak Halim terlihat sangat cemas, “apa mungkin non Holli pulang ke rumah?”, gumam pak Halim.
“ada apa?”, tanya Awan pada pak Halim.
Pak Halim melihat Awan dengan wajah takut, “non Holli tidak ada tuan, sudah hampir dua jam kami mencarinya di sekitar rumah”
“kau sudah mencarinya di dalam rumah?”, tanya Awan. Pak Halim mengangguk, “kami sudah mencari di seluruh ruangan bahkan di toilet”
“aku akan mencarinya”, ujar Awan namun Laura masih terdiam di tempatnya, “pak Halim akan mengantarmu pulang, maaf”,  Awan menyuruh pak Halim untuk mengantar Laura.
Awan masuk ke dalam rumah, suasana di dalam sudah mulai hiruk pikuk. Semua sibuk mencari Holli. Ayah Bagas menghampiri Awan, “apakah Holli tidak bersamamu?”, tanya ayah Bagas dengan wajahnya yang pucat. Awan menggeleng. Meskipun pak Halim sudah mengatakan bahwa Holli tidak ada di dalam rumah, Awan masih tetap mencarinya. Awan menelusuri seluruh ruangan di lantai dasar, di dalam dapur, kamar, toilet bahkan gudang.
“Holli”, teriak Awan sambil terus berjalan menaiki anak tangga. Awan memasuki kamarnya, kamar ayahnya, hampir seluruh ruangan sudah Awan telusuri namun tidak juga menemukan Holli.
“Holli, di mana kau?”, Awan terus berteriak. Sekarang Awan mencarinya di sekitar halaman rumah tapi semua nihil. Holli tidak ada di sana. Awan semakin panik. Sudah berkali-kali juga Awan mencoba menghubungi ponsel Holli, tapi tidak ada jawaban. Ponselnya tidak dinyalakan. Awan kembali masuk ke dalam rumah lalu berteriak dengan keras, “Holli, di mana kau?”
Awan menghampiri ayahnya lagi, “bagaimana ini bisa terjadi?”, teriak Awan. Ayah Bagas hanya memeluk Awan. Awan mengambil sebuah kunci mobil, dia membawa mobil menuju rumahnya. Kembali mencari-cari Holli di seluruh ruangan yang ada di rumah mereka bahkan di halaman rumah ataupun garasi mobil. Awan kembali masuk ke dalam mobil, mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi menuju pemakaman. Tidak juga Awan menemukan Holli di sana. Awan juga pergi ke rumah ayahnya Holli, ke rumah Radit bahkan ke rumah Shaila. Holli juga tidak ada di sana. Awan kembali masuk ke dalam mobil, memukul setir mobil dengan keras.
“kemana lagi aku harus mencarimu?”, suara Awan mulai melemah. Tiba-tiba saja ponsel Awan berdering. Terlihat nomor ponsel Holli di layar, dengan cepat Awan mengangkatnya , “Holli, di mana kau?kami mencarimu kemana-mana. Katakan sekarang kau ada dimana, aku akan menjemputmu”, Awan terus berkata di telepon.
Setelah Awan berhenti berbicara, terdengar suara berat seorang pria tertawa di ujung telepon, “apa kau sedang mencari istrimu?”, pria itu kembali tertawa.
“tenanglah, dia ada bersama kami”, ujar pria tersebut. Awan menggenggam erat ponsel miliknya, “siapa kau?apa yang kau lakukan padanya?”, geram Awan.
“ah dia sedang tertidur”, jawab pria tersebut.
Awan mengepalkan telapak tangannya yang kosong, “apa yang kalian inginkan?”
“perusahaan ayahmu sangat maju bukan?kami tahu bahwa ayahmu memiliki saham yang melimpah”, pria itu tertawa, “seharusnya kami menculikmu, tapi karena sepertinya ayahmu juga menyayangi gadis ini jadi lebih baik kami menculiknya tentunya akan lebih mudah”
“katakan saja apa yang kau inginkan”, potong Awan dengan nada suara yang tinggi.
“pastinya ayahmu tidak akan keberatan membagi satu milyarnya pada kami”, pria itu menekan intonasi perkataannya pada kata satu milyar.
“satu milyar?”, ulang Awan lagi.
“itu bukan bilangan yang banyak bukan bagi ayahmu?jika kau ingin gadis cantik ini kembali”, ancam pria itu pada Awan.
“jangan sentuh dia bahkan sesenti pun”, geram Awan.
Pria itu menjawab, “kami sedang memikirkan apa yang akan kami lakukan padanya kalau sampai kalian tidak membawa uang itu. Lihatlah wajahnya cantik sekali”, pria itu terdiam beberapa detik lalu melanjutkan, “dan bukankah tubuhnya terlalu indah jika hanya di lihat?”, pria itu berbisik pada Awan di ujung teleponnya.
“BAJINGAN KAU!!!BERANI KAU MENYENTUHNYA, MAKA AKU SENDIRI YANG AKAN MEMBUNUHMU”, Awan berteriak seperti orang yang kerasukan setan. Lalu panggilan terputus. Awan membanting ponsel yang ada di tangannya. Air matanya meleleh begitu saja. Awan kembali menyalakan mesin mobilnya, meluncur dengan kecepatan tinggi di jalan besar. Berhenti di depan sebuah kantor polisi. Awan mengambil ponsel yang sudah di bantingnya lalu berjalan memasuki kantor polisi.
“ada yang bisa kami bantu?”, seorang polisi bertanya pada Awan.
“aku ingin melaporkan penculikan”, ujar Awan sambil menahan amarahnya.
Polisi itu membawa Awan ke dalam sebuah ruangan, di sana seorang polisi duduk di kursinya. Awan di persilahkan untuk duduk di kursi kosong yang ada di hadapan meja polisi yang sedang duduk tesebut. “siapa yang sudah diculik?”, polisi tersebut memulai pertanyaan.
“istri saya”, untuk pertama kalinya Awan mengatakan bahwa Holli adalah istrinya. Polisi itu seakan tidak percaya dengan pengakuan Awan, “istrimu?”
“istri saya bernama Holli Cintya. Dia diculik beberapa jam yang lalu”, ujar Awan, “dia istriku, namanya Holli Cintya”, Awan mengulang perkataannya. Setetes air mata jatuh di pipi Awan.
“baiklah kami akan segera memprosesnya”, ujar polisi tersebut.
Setelah menjawab beberapa pertanyaan, Awan duduk di ruang tunggu dengan menundukkan wajahnya. Ayah Bagas datang menghampiri Awan. Awan menghubunginya beberapa menit yang lalu. Ayah Bagas duduk di samping Awan, “pesta sudah dibubarkan”, ucapnya.
“aku sudah mengirim beberapa orang untuk mencari keberadaan Holli lewat panggilan ponselnya melalui nomormu”, ujar ayah Bagas. Ayah Bagas merangkul Awan untuk menenangkannya.
“ini semua adalah salahku, seharusnya mereka mencariku bukan Holli”, ucap ayah Bagas dengan lirih, “kau tenanglah, mereka akan secepatnya menemukan Holli, bahkan aku rela memberikan seluruh hartaku untuk menebus Holli”
Awan memeluk ayahnya, “aku tidak pernah bersikap baik padanya, tidak juga menganggapnya sebagai istriku tapi sekarang aku mencintainya. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya”, ujar Awan. Ayah Bagas mencoba menenangkan Awan lalu membawa Awan pulang ke rumah. Semalaman itu, tidak sedetik pun Awan memejamkan matanya. Dia terus terjaga sambil terus menghubungi ponsel Holli. Entah sudah berapa ribu kali Awan mencoba menelponnya. Awan keluar dari kamar, melihat pak Halim sedang duduk di ruang tamu. Dia sedang melihat beberapa foto. “apa yang sedang kau lakukan?”, tanya Awan.
“tuan tidak tidur?”, ujar pak Halim terkejut.
“bagaimana bisa aku tidur”, jawab Awan, “lalu apa yang sedang kau lakukan”
“ah saya hanya mengkhawatirkan non Holli”, jawab pak Halim. Awan mengambil foto yang ada di tangan pak Halim. Itu adalah foto Awan dan Holli ketika mereka berada di pantai. Holli masih menggunakan gaun pengantinnya, “maaf tuan, saya mengambil foto itu tanpa izin”
Awan terkejut melihat betapa alaminya foto tersebut. Foto ketika Holli duduk di atas pasir pantai dengan Awan mengibaskan tangannya pada air pantai, saat itu Awan sangat marah pada Holli namun dalam foto tersebut seperti menggambarkan bahwa mereka sedang bermain-main di pantai dengan latar belakang matahari sore yang akan tenggelam. Kemudian foto ketika Awan melepaskan jasnya dan mengenakannya pada Holli yang terduduk. Terakhir adalah foto ketika Awan membawa Holli dengan kedua tangannya dihiasi dengan pemandangan pantai yang berlatarkan langit berwarna jingga. Mereka seperti pasangan pengantin paling bahagia di dunia.
“jadi ini yang kau berikan pada ayah saat itu?”, ujar Awan. Pak Halim mengangguk.
“boleh aku mengambil foto ini?”, pinta Awan pada pak Halim.
“semuanya saya berikan untuk tuan”
“apakah dia akan baik-baik saja?”, gumam Awan.
Pak Halim mengangguk dengan tenang pada Awan, “non Holli akan baik-baik saja”
Awan duduk di luar rumah, masih terus mencoba menghubungi nomor telepon Holli. Hingga matahari muncul, Awan masih tetap terjaga dengan ponselnya yang masih menghubungi nomor ponsel Holli. Lalu tiba-tiba saja ponsel Awan berbunyi, Awan mengangkatnya dengan cepat.
“temui kami di gudang sebuah pabrik yang sudah tidak terpakai”, kemudian pria tersebut memberitahu alamat yang harus di datangi Awan.
“apakah dia baik-baik saja?”, tanya Awan.
“tentu saja dia baik-baik saja selama kau tidak melakukan hal yang bodoh dengan kami”, ujar pria tersebut. Awan bergegas mengganti bajunya lalu segera pergi membawa mobilnya. Pak Halim mengikuti Awan dengan mobil yang lain. Ayah Bagas sudah menyiapkan uang yang diminta oleh para penculik tersebut di dalam sebuah koper. Beberapa mobil polisi sudah bersiap untuk mengawal Awan.
“aku tidak ingin terjadi apapun pada Holli, jadi jangan sampai para penculik itu melihat kalian dan jangan keluar dari persembunyian sampai aku mendapatkan Holli”, perintah Awan pada semua orang.
Awan memberikan pesan kepada pak Halim untuk mengawasi para polisi dan penjaga yang akan mengikutinya. “jangan biarkan mereka bergerak sebelum aku mendapatkan Holli tidak peduli apapun yang terjadi padaku”
“berhati-hatilah”, pesan ayah Bagas. Hari itu ayah Rudi juga datang menemui Awan, “bawalah Holli kembali”
Awan berjalan sendiri masuk ke dalam sebuah gudang yang sudah ditunjukkan oleh para penculik tersebut. Awan membuka pintu gudang dengan perlahan dengan koper di tangannya. Ruangan itu terlihat gelap kalau Awan tidak membuka pintunya dengan lebar. Awan sengaja membuka pintunya dengan lebar agar para polisi dapat melihatnya.
Di pojok ruangan, Awan bisa melihat Holli dengan tangan dan kaki yang terikat. Tiga orang pria bertubuh besar berada di sekeliling Holli.
“Holli”, ujar Awan.
Holli menggeleng pada Awan, “tolong aku”, jerit Holli. Holli memberontak di tempatnya lalu salah seorang dari pria tersebut merenggut dagu Holli dengan tangan besarnya.
“SUDAH KUKATAKAN JANGAN MENYENTUHNYA”, pekik Awan dengan suara yang bergema di dalam gudang.
“Awan”, lirih Holli.
Para penculik itu tertawa pada Awan, “letakkan koper itu”
Awan menggeleng, “kembalikan dia padaku”
“kami tidak bisa melepaskannya sebelum kau menyerahkan uang itu pada kami”, kata salah seorang dari pria tersebut.
Awan melangkah maju mendekati mereka, “kalau begitu kita saling bertukar bersamaan”, tawar Awan.
“baiklah”, jawab mereka saling pandang satu sama lain.
Awan terus melangkah maju mendekati mereka. Tangannya menggenggam erat koper yang dibawanya. Salah seorang penculik itu melangkah maju mendekati Awan. Awan menyerahkan koper itu perlahan lalu dengan cepat memukul wajah penculik tersebut, “ini balasan karena kau sudah berani menyentuhnya”, ujar Awan. Kedua penculik yang lain membantu temannya, Awan memukul semua penculik tersebut. Holli menutup matanya saat Awan berkelahi dengan para penculik tersebut. Ketika Holli membuka matanya, para penculik tersebut berlari ketakutan meninggalkan gudang. Seorang dari penculik itu membuang sebuah pisau saat berlari meninggalkan gudang. Awan tersenyum pada Holli, menghampiri Holli. Awan membukakan tali yang mengikat kaki Holli lalu melepaskan tali yang mengikat tangan Holli. Holli menangis dalam pelukan Awan.
“kau membuatku ketakutan setengah mati karena menghilang begitu saja”, bisik Awan dengan suara lirih di telinga Holli.
“aku yakin kau pasti akan datang menolongku”, ujar Holli.
Awan melepaskan pelukan Holli lalu dia memejamkan matanya selama beberapa detik, “apa kau baik-baik saja?”, ujar Awan dengan cemas. Holli mengangguk pelan. Dari dalam gudang Holli bisa melihat para penculik itu di tangkap polisi saat keluar dari gudang.
“kita harus segera pulang”, Awan menggenggam erat tangan Holli tapi Holli merasa Awan meremas tangannya terlalu kuat. Holli sampai merasa tangannya sakit karena genggaman Awan yang sangat kuat. Awan mengangkat kedua lututnya tapi kemudian dia terjatuh kembali.
“AWAN”, pekik Holli. Awan terjatuh dalam pelukan Holli. Sekarang Holli bisa melihat darah yang membasahi baju Awan di sekitar pinggangnya. Holli memegang tubuh Awan yang terluka, darah segar kini membasahi tangan Holli membuat tangan Holli bergetar hebat. Pisau yang dilemparkan oleh penculik itu ternyata sudah melukai Awan. Air mata mengalir di pipi Holli.
Awan masih berusaha untuk bangun dari pelukan Holli. Kemudian Awan menatap Holli dan tersenyum, tangannya kini meraih wajah Holli. Menyeka air mata di pipi Holli, “kau benar, jika awan tidak menurunkan hujan maka bumi akan gersang. Kau adalah bumiku dan aku akan menghujanimu saat kau membutuhkannya. Kau juga benar saat aku menangis aku seperti membagi kesedihanku pada sekelilingku karena kehilanganmu”, Awan berkata dengan terputus-putus karena menahan luka tusukan pisau di pinggangnya.
“apa yang kau katakan?”, ujar Holli dengan panik, “kita harus segera membawamu ke rumah sakit”, ujar Holli sambil terisak.
“aku..”, Awan terdiam menutup mata, wajahnya mengkerut selama beberapa detik lalu melanjutkan, “aku mencintaimu”


to be continue...          back